Part 1

52.9K 1.2K 9
                                    

"Muti, bangun sayang, sudah subuh." Suara ketukan pintu memecah keheningan waktu subuh.
"Iya Ummi Muti sudah bangun," jawabku sambil menggeliat diatas pembaringanku yang nyaman.
"Ayo nak turun kita sholat berjama'ah," ucap ummi di balik pintu
"Iya Mi, Muti nanti menyusul turun sehabis berwudhu, Ummi duluan saja ke bawah ya."

Aku pun bergegas menuju kamar mandi yang letaknya ada di dalam kamarku, setelah berwudhu aku menyusul Ummi ke musholah yang lokasinya berada didalam rumah. Aku, Ummi, ka Hafidzah dan ka Hafsah melaksanakan sholat subuh berjama'ah. Aku paling senang saat Ummi menjadi Imam sholat, bacaan yang merdu selalu membuat hati ini bergetar. Setelah sholat subuh aku kembali ke dalam kamar untuk membereskan kamar dan bertadarus.

"Shodakallahul 'adzim." Tadarusku terhenti karena ketukan pintu kamarku.
"Iya masuk, tidak di kunci," jawabku sambil merapihkan Al Qur'an pink kesayanganku. Ummi masuk ke dalam kamar dan duduk dihadapanku.

"Muti, sudah selesai nak baca Al Qur'annya?" tanya ummi.
"Sudah Mi, ada apa? Tumben sekali Ummi ke kamarku jam segini." Aku menoleh melihat jam yang menunjukan pukul 05.30 WIB.
"Iya nak, ada yang Ummi dan Abi bicarakan, kamu bisa turun sebentar nak?"
"Iya Ummi Muti rapih rapih dulu ya Mi."
"Baik sayang, Ummi tunggu di ruang keluarga ya." Aku melihat langkah kaki Ummi dengan heran.
"Ada apa ya? Tumben sekali Ummi dan Abi ingin berbicara padaku? Jam segini lagi." Aku berbicara sendiri sambil mengenakan gamis dan khimarku.

Kakiku melangkah satu-persatu menuruni anak tangga yang terbuat dari batu marmer yang indah. Dari tangga terlihat di ruang keluarga sudah berkumpul ummi, abi, ka Hafidzah, ka Hafsah, ka Samsul (suami dari ka Hafidzah), ka Ridwan (suami ka Hafsah) dan adik bontotku Ahmad. Semakin bingung aku melihat mereka yang sudah menungguku untuk turun.
"Ada apa ini? Sepertinya penting," tanyaku dalam hati.

"Alhamdulillah ka Muti sudah datang." Ahmad melihatku dengan gembira.
"Ummi, Abi sebenarnya ini ada apa? Kenapa kalian kumpul semua? Apakah ada yg aku lewatkan?"
cecarku kepada ummi dan abi atas keherananku.
"Duduklah nak, nanti kami akan jelaskan," ucap Abi penuh kehangatan. Akupun duduk dihadapan mereka seperti sedang di sidang.
"Ya Allah apakah aku berbuat salah," batinku berucap.

"Nak," suara Abi memecahkan lamunanku, segera ku angkat kepalaku yang sedari tadi menunduk dengan rasa tak menentu.
"Mutia sekarang usiamu sudah berapa nak?" Tanya Abi
"Sudah 24 tahun bi," jawabku semakin bingung dengan pertanyaan Abi.
"Kuliahmu sudah sampai mana?"
"Alhamdulillah sekarang sedang nulis Skripsi Bi."
"Alhamdulillah, apa kamu sudah siap menikah nak?" perkataan abi yang menanyakan hal tersebut membuat diriku seperti tersambar petir di siang hari.
"Bagaimana Abi bisa tau aku sudah siap menikah?" tanya batinku.
"Memangnya kenapa bi? Aku Insyaa Allah siap," jawabku yakin.
"Hari ini ada seorang Ikhwan yang akan datang kerumah dengan keluarganya berniat untuk mengkhitbah kamu nak," jelas abi.
"Siapa bi? Apa aku mengenalnya?" tanyaku yang semakin penasaran.
"Ya nak, kamu mengenalnya, bahkan kamu mengenal keluarganya," ucapan abi semakin membuatku penasaran.
"Siapa itu bi?" tanyaku.
"Nantipun kamu tahu, sekarang kamu siap-siap ya nak, sebentar lagi mereka akan sampai."
"Baik bi."

Aku kembali ke kamar dengan rasa penasaran yang membuat otakku terus bertanya tanya siapakah dia? Siapakah Ikhwan itu? Aku mengenalnya? Aku kenal dengan keluarganya? Ya Allah kepalaku terasa sangat pusing dengan pikiran-pikiran tersebut.

Akupun memilih gamis dan khimar yang serasi berwarna coklat susu. Terdengar dari dalam kamar suara mobil di halaman. Aku berusaha melihat siapakah Ikhwan itu namun tidak terlihat olehku karena dari atas hanya terlihat bagian atas kepala mereka saja.

Tak lama setelah Ikhwan itu dan keluarganya masuk ke dalam rumah yang disambut oleh abi dan ummi, ka Hafsah kemudian mengetuk pintu kamarku.
"Muti, sudah siap de? Tamunya sudah menunggu," ucap ka Hafsah dari balik pintu kamarku.
"Iya ka tunggu sebentar," jawabku sembari melihat diriku di kaca untuk sekali lagi.

Mutiara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang