Part 9

15.5K 646 14
                                    

Seharian ini aku merenung didalan kamar. Nafsu makanku menjadi turun drastis, aku mengingat semua kejadian yang aku alami beberapa hari belakangan ini. Ku tunggu ka Ilham pulang. Berkali-kali ku mengirim pesan untuknya. Aku ingin sekali berbicara dengannya. Tak kuat hati ini terus-terusan menghadapi semuanya.

Ya sudah hampir sebulan kami tinggal bersama. Telingaku sudah penuh dengan cacian dan hinaan dari tetangga. Hatiku juga sudah teramat tersiksa ketika melihat kedekatan ka Annisa dengan ka Ilham. Aku cemburu, hatiku hancur. Sebisa mungkin aku menyembunyikan rasa itu didepan mereka, tapi tetap saja ini menyiksa. Meski aku tau, posisiku disini hanya sebagai seorang istri ke dua, istri yang hanya dilihat suaminya ketika istri pertama sedang tidak dirumah atau sekedar jatah tidur bersama saja.

Ahh..
Ini semua membuatku jenuh, aku tak bisa berbuat banyak jika harus tetap berada disini. Aku ingin punya istana ku sendiri, yang ku bangun dengan puing-puing cintaku dengan ka Ilham. Bukan aku tak betah berada disini, bukan pula sikap ka Annisa tidak baik padaku. Bukan, bukan itu alasannya. Aku hanya ingin hatiku tidak terus terluka melihat mereka bermesraan didepanku. Aku ingin hidupku tenang, tak sering mendengar gunjingan tetangga tentang diriku.

Langit senja mulai terlihat dari dalam kamarku. Ku lihat jam sudah menunjukan pukul 05.00 sore, sebentar lagi ka Ilham pasti datang.

Aku tunggu ia dengan harap-harap cemas. Ku lihat keluar jendela berkali-kali. Menanti kedatangan kekasihku.

Terdengar suara motor yang sudah semakin familiar di telinga, ku lihat dari dalam kamar motor itu menghampiri halaman rumah kami.

"Akhirnya datang juga," kataku sambil berjalan menuju pintu kamar untuk membukakan pintu depan.

Namun segera ku urungkan niat itu setelah aku melihat ka Annisa sudah berada di depan pintu. Aku kembali masuk kedalam kamar.

Ku duduk diatas tempat tidur, berkali-kali ku putar-putarkan cincin yang berada di jari manis.

Ku raih handphone milikku, kemudian menulis pesan untuk suamiku lagi.

~ Mutia ~
Ka, aku menunggu didalam kamar, ada yang ingin aku bicarakan. Bisakah sebentar kakak datang ke kamarku?

Ku kirim pesan itu. Ku tunggu satu menit, dua menit, tiga menit, bahkan sampai setengah jam ia tak kunjung datang. Jangankan datang, sekedar membaca pesanku saja tidak.

Tak terasa adzan magrib berkumandang. Ku langkahkan kaki ini menuju kamar mandi untuk berwudhu.

Di dapur ada ka Annisa yang sedang mencuci piring kotor.
Ia menyapaku, "kamu sudah makan de?"

"Sudah ka," jawabku singkat dan tetap tersenyum.
"Aku mau wudhu dulu ya ka," lanjutku.

Sebenernya aku ingin bertanya prihal ka Ilham namun segera ku urungkan, aku tak ingin hatinya terluka lagi.

Cukup aku saja yang sekarang terluka, tak usah lagi ada tangis yang keluar dari matanya. Dia sudah cukup banyak berkorban untukku.

Saat aku sedang sujud dan mencurahkan isi hatiku kepada Allah, pintu kamar diketuk dan dibuka oleh seseorang.

Ku akhiri sholatku dengan salam. "Assalamu'alaikum," tengokku ke kanan
"assalamu'alaikum warrohmatullah," Tengokku ke kiri.

Ku lihat ka Ilham sudah duduk di tepi ranjang. Ia melihatku dengan tatapan penuh arti seperti biasanya.

Segera ku balikkan badan ini menghadapnya, meraih kakinya, dan menangis sejadi-jadinya sambil memeluk kakinya.

Ia menyuruhku bangun dan duduk di sampingnya. Ia memegang tanganku, "Kamu kenapa de? Ada masalah kah? Dengan siapa?"

Mutiara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang