Part 7

16.4K 673 16
                                    

Mutia pov.

Aku masih terisak dalam pelukannya. Trauma akan perlakuan yang sudah kudapat hari ini.

Ya Allah sehina ini kah diriku? Apa benar aku seperti pelacur yang tidak punya harga diri?

Aku takut, benar-benar takut. Ka Ilham terus memelukku dengan erat, dengan cinta yang tulus. Tangannya terus membelai punggungku, untuk menenangkan diriku.

Ketika Suara ketukan pintu terdengar, ka Ilham melepaskan pelukannya kepadaku.

Pintu terbuka.

Masuklah seorang mahasiswa yang tadi membantu membawa kelima mahasiswa yang membully aku.

"Assalamu'alaikum, pak maaf, bapak ditunggu oleh dekan diruangannya," ucapnya kepada ka Ilham.
"Ya tunggu sebentar, saya akan kesana," Jawab ka Ilham padanya.
"De, aku ke ruang dekan dulu ya. Kamu disini saja. Kalau ada apa-apa cepat teleponku," ujarnya sambil melepaskan tanganku dari genggamannya.

"Ka, jangan tinggalin aku. Aku takut." Air mataku mulai menetes kembali membasahi seluruh pipiku.
"Baiklah, Rapihkan hijabmu, hapus air matamu ya sayang,"

Tangannya merapihkan hijabku dan menghapus air mata yang menetes di pipi.
"Mari," lanjutnya mengajak kami untuk keluar, dengan tetap menggenggam tanganku.

Pintu ruang Dekan di ketuk oleh ka Ilham.
"Assalamu'alaikum," salam ka Ilham.
"Wa'alaikumsalam, silahkan masuk,"

Dekan mempersilahkan masuk. Dihadapannya duduklah kelima mahasiswi yang membullyku tadi. Ku lihat mata mereka penuh amarah kepadaku. Aku tak berani menatap mereka.

Sepertinya mereka akan di beri hukuman atas perbuatan yang sudah mereka lakukan kepadaku, sehingga mereka terlihat sangat marah denganku.

"Pak Ilham coba tolong jelaskan apa yang sudah terjadi," ucap pak Surya.
"Begini pak. Mereka sudah sangat keterlaluan. Bukan saya membela Mutiara karena dia sudah menjadi istri saya,tapi karena sikap mereka yang tak pantas menjadi mahasiswa disini. Mereka bisa merusak citra baik kampus kita," ka Ilham berusaha menjelaskan.
"Merusak bagaimana pak?" tanya pak Surya.

"Entah awal mulanya seperti apa. Namun ketika saya datang, perlakuan mereka sudah sangat keterlaluan. Mereka lepas hijab Mutiara hingga terlihat auratnya, Dan hijab tersebut mereka ingin buang ke tempat sampah. Seandainya bukan saya yang lewat. Mungkin aurat Mutiara sudah jadi bahan tontonan laki-laki satu fakultas ini."
"Apa benar?." tanya pak Surya ke mereka berlima.
"Iya pak," jawab salah satu diantara mereka sambil menunduk.

"Baik kalau begitu. Mutiara, coba ceritakan kejadian tersebut. Saya ingin mendengar dari semua pihak," pak Surya memintaku menceritakan semua.

Aku menarik nafas mengingat kejadian itu. Kejadian yang tak ingin aku ingat lagi.

"Awalnya saya sedang menunggu pak Sofyan didepan ruang dosen. Tiba-tiba mereka datang dan berbicara kasar kepada saya. Dan mengambil hijab saya didepan umum."
Aku tak sanggup melanjutkannya. Ka Ilham melihatku yang begitu tertekan.

"Mohon maaf pak, saya menyerahkan semua kepada bapak. Apa hukuman yang pantas untuk mereka dapatkan," ucapnya.
"Baiklah kalau begitu. Saya akan bicarakan masalah ini dengan pihak rektor. Kalau begitu terima kasih atas waktunya. Kalian boleh meninggalkan ruangan ini."

Aku dan ka Ilham pamit untuk keluar duluan.

Di Sepanjang lorong ia terus mengenggam tanganku. "Kamu pulang sama aku ya. Biar motor kamu disimpan saja disini. Besok pagi aku ambil." Ujarnya. Aku hanya mengangguk mengiyakan ucapannya.

*******

Esok harinya. Kami berpamitan dengan Ummi dan Abi, aku membawa barang seadanya saja. Di letakannya koperku di depan motor oleh ka Ilham.

Mutiara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang