17

960 163 29
                                    

Enam hari sejak keruntuhan Akropolis dan padamnya Tekhne yang pertama, Nicholas benar-benar putus kontak dengan sumber informasinya--Hestia. Maka, ia akan berjalan-jalan di jalanan London, dan bertelepati dengan burung-burung yang bertengger tiang jalan, atap beton, atau bangku taman, apapun yang ada dan bisa dipijak oleh mata barunya.

Pengalamannya menulis laporan di kafe, kini ia menggantungkan kartu namanya di luar jaket, bersisian dengan gantungan kamera. Nicholas ingin menunjukkan kalau dia ini bekerja, bukan sekadar wisatawan atau malah, pengangguran tunawisma yang hanya punya kamera DSLR pinjaman seseorang--kamera yang ia bawa adalah kamera milik kantornya.

Ia sekarang berjalan-jalan di pinggir sungai Thames, di pikirannya ia selalu memanggil burung-burung mendekat, sambil berjalan, di pikirannya ia masih bisa berkomunikasi. Setidaknya, cara ini aman dilakukan karena orang-orang sekitar tak menganggapnya punya sakit mental.

Di matanya, Para Pendosa kali ini bergerak cepat dan terstruktur, ia tahu betul bahwa 'sebelum ini' yang terjadi bukanlah seperti itu.

"Jadi, apa benar yang dikatakan Hestia, Guci itu sudah terlalu tua." Nicholas bermonolog menghadap Sungai Thames yang beriak-riak kecil.

Seekor burung hinggap di depannya, Nicholas memandang burung merpati itu lekat-lekat, tak sampai semenit, ia menurunkan tasnya dan memberikan roti pada makhluk bersayap itu. Informasi baru sudah diterima, dan pembayaran oleh Nicholas juga sudah tuntas.

Informasi yang terlalu mengerikan untuk diberitakan sebenarnya, Nicholas perlu menyaringnya lagi nanti, segera setelah perburuan berita untuk kantornya selesai dilaksanakan--begini-begini, dia juga butuh uang untuk menyambung kehidupan.

*

Jane memandang seorang wanita paruh baya yang tergolek tak sadarkan diri di sebuah kursi, tangan dan kakinya masih terikat, sementara rambutnya sudah kusut masai karena sejak ia diculik, ia tidak pernah diijinkan untuk mandi--hanya buang air dan bilas setelahnya.

Sudah tiga hari sejak penculikan mereka, sudah tujuh hari pula pasukan dari Para Pendosa berhasil memadamkan Tekhne yang pertama.

Di malam penculikannya, Jane dan semuanya yang ada di dalam mobil terkejut dengan suara benda pecah di atas mobil, Lisa segera dihubungi oleh Matthias, laki-laki itu mengatakan bahwa ada pasukan Elpis yang menyerang dari udara.

"Matthias menggunakan sihirnya untuk menahan serangan dari atas, selesaikan secepatnya, Jane."

Jane menjulurkan tangannya sekali lagi ke luar mobil, memusatkan konsentrasi dan membentuk lingkaran sihir, lalu menembakkan cahaya ungu mengenai sebuah mobil di depan mobil yang sedang mengejar mereka. Mobil itu meledak dan Michael segera melalukan teleportasi mumpung api itu mengalihkan semua pandangan khalayak di sekitar Jembatan London.

Jane tidak tahu kabar Iris kemudian, hanya saja, harusnya bibinya sudah bangun kurang dari dua jam setelah penculikannya. Namun, ia tidak kunjung sadarkan diri, sementara itu, di ruangan lain sang suami sudah sadar dan meraung ingin dilepaskan.

Sebentar lagi, Proyek Centaurus dimulai, tentu saja pamannya Iris yang akan jadi hasil dari proyek itu. Bibinya akan menjadi serupa pilot yang akan mengendalikan hasil dari Proyek Centaurus. Jika Stephenie tidak kunjung sadar, maka harus ada cara lain lagi untuk mengendalikan Centaurus.

Jane mendesah dan pergi ke luar ruangan, menuju lift yang akan mengantarkannya ke tempat Lucy. Lift berdenting setelah Jane menekan tombol naik, kemudian pikirannya berkelana pada temannya yang satu itu.

Jane hari ini tidak masuk kuliah karena ia berada di Yunani, menjaga sel bibi dan paman Iris di ruang bawah tanah tepat di bawah mansion mewah milik Lucy. Gadis berambut panjang itu berpikir, apakah Iris akan mencarinya? Apakah dia bisa mengenali Jane saat malam penculikan? Iris akan membencinya kah?

Jane tiba-tiba merasa aneh sendiri, rasanya, perasaan simpati miliknya jauh lebih meletup-letup pada Iris, ia bingung, kenapa ia takut dibenci? Bukankah perasaan ini harusnya tidak dimilii para pendosa? Bukankah ia harusnya memiliki perasaan dan tingkag laku yang sama seperti saudara-saudaranya? Dingin, dan menurut orang-orang melakukan tindakan dari kegelapan--judi, pelacuran, mabuk-mabukan, sesuai dengan gelar tujuh dosa mematikan yang disematkan pada mereka berabad-abad lalu.

Dentingan lift membuat pikiran Jane kembali pada tempatnya, segera ia melangkah menyusuri koridor yang dipenuhi tiang-tiang korintia yang berjajar setiap enam meter, dinding-dindingnya dipenuhi ukiran-ukiran khas arsitektur Yunani.

Koridor sepanjang dua belas meter itu mengarahkannya ke sebuah pintu tinggi, ruangan tempat di mana Tujuh Pemegang Dosa Utama rutin bertemu. Ia menemukan Lucy berada di balkon yang menghadap kebun bagian samping rumah, di samping kebun itu masih ada jalan aspal selebar delapan meter.

"Lucy," panggil Jane.

"Ya." Lucy berbalik sambil memegang roti tawar yang sedang baru saja dirobek kecil-kecil. Di lantai balkon, Jane mendapat seekor burung merpati yang tengah mematuki sobekan kecil dari roti yang dibawa Lucy.

"Sepertinya kita harus menjalankan rencana B." Jane mendekat ke ambang pintu balkon.

"Wanita itu belum sadar?"

"Belum." Jane menggelengkan kepalanya.

"Aku curiga dia sengaja  melakukannya."

"Melakukan apa?" Mata Jane memicing.

"Membuat dirinya sendiri tidak sadarkan diri, jika wanita itu yang melakukannya, jelas bisa."

"Untuk apa?"

"Sepuluh tahun yang lalu," sobekan terakhir yang dilakukan Lucy, "orang tua Iris sengaja meledakkan dirinya di mobil. Dugaanku, ia sengaja membuat dirinya tidak sadarkan diri agar Proyek Centaurus tidak dapat digunakan pada dirinya."

Jane mengangguk paham, kemungkinan itu bisa saja terjadi.

"Tapi, kenapa suaminya sadar?"

"Wanita itu tidak sempat merapalkan sihirnya pada sang suami--kasihan ya, bukankah seharusnya, wanita itu telah merapal mantra yang otomatis akan membuat suaminya tidak sadarkan diri? Kau tahu maksudku, cinta dan pengorbanan." Angin berdesir masuk ke dalam mansion, membuat Lucy dan Jane memegang surai rambut mereka yang berkibar-kibar.

"Lalu, bagaimana soal proyek kita?" tanya Jane.

"Dari sepuluh orang dan sepuluh kuda yang didaftarkan, lima pasang dari mereka selamat, termasuk ajudan pengganti Matthias--laki-laki pembawa tombak itu." Lucy kembali menyobek selembar roti lagi dan melemparkannya ke burung yang masih belum beranjak dari balkon.

"Lalu, siapa yang akan menggantikan wanita itu?" Jane sedikit mengedikkan kepala.

"Aku." Lucy melempar sobekan roti lagi. "Lakukan alat kejut untuk wanita itu, terus hingga dia sadar, jika dalam rentang waktu tertenu ia tidak dapat sadarkan diri maka ... aku yang akan menggantikannya. Aku sendiri yang akan mengendalikan Pasukan Centaurus yang akan dikomandoi oleh suaminya, proyek ini harus berjalan, demi kesuksesan kita di medan perang." Lucy menoleh dengan tatapan serius pada Jane.

Jane mengangguk.

"Oh, iya, bisa kau pastikan satu hal untukku sebelum menyetrumnya dengan alat kejut." Lucy kembali merobek kecil roti dan melempari burung itu. "Lepas kancing atasnya, dan lihat apakah ada kalung di sana. Wanita itu, menurut informasi, adalah Pemegang Anugerah Kharites. Satu-satunya senjata yang ia pegang adalah sebuah kalung dengan bandul berbentuk tiara kecil seukuran kelingking, dari tiara yang berpuncak tiga itu terdapat bandul tiga permata yang menjadi sumber sihir utamanya. Pastikan, benda itu ada atau tidak. Jika ada, maka kita bisa memecahkan rapalan mantra sihirnya, jika tidak ... sebenarnya tidak masalah."

Jane tiba-tiba merasakan angin di sekitarnya mendingin, auranya menekan dan entah kenapa membuatnya merinding ketakutan.

"Tapi kalau bisa, cari tahu siapa yang memegang benda itu, dan kita akan menghabisinya."

PANDORA: IrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang