Naruto berpikir keras. Hatinya kacau. Dia tidak mungkin menghilangkan nyawa Hinata, terlebih lagi di depan kakaknya yang berkhianat. Terlebih dia tidak ingin mati juga, dia masih ingin menatap Sasuke seusai ini semua.
"Ada apa Naru? Kau masih diam selama setengah jam, ayolah~ aku tidak punya banyak waktu" ucap Neji yang mempertegang suasana.
"Ah! Aku punya penawaran~" ucapan itu membuat sang kuning menoleh menatap dengan hati sedikit mengharap.
"Aku akan bebaskan kalian berdua.. sebagai gantinya~ kau bunuh Sasuke, bagaimana? Win win bukan?" Seringai itu membuat mata Neji memicing keji, membuat pemikiran Naruto semakin berkecamuk.
Masih dalam diam seribu bahasa, sang pembunuh itu kini sudah memiliki hati, sudah memiliki hal yang harus dilindungi oleh nya. Setiap perkataan Neji itu semakin membuat kepalanya berdenyut, ingin rasanya mati sekarang tapi ia enggan.
"Baiklah... Begini saja, kau sebut salah satu nama antara Sasuke atau Hinata.. biar anak buah ku yang menghabisinya~ tapi kau tahu kan.. bagaimana cara mereka~" Orochimaru kini bersuara, mungkin lelah juga ia terlalu lama menunggu.
"Na-Naruto-kun..." Panggil Hinata dan Naru menoleh ke sampingnya, tepat Hinata menggenggam tangannya erat.
"Bunuh aku saja.. aku tahu kamu lebih mencintai Sasuke-kun, kejarlah dia.. biarkan aku mati" ucapan Hinata justru menyayat, membuatnya semakin merasa bersalah."Biarkan aku yang mati" ucapan itu akhirnya keluar. Setelah pikiran panjang yang membuatnya lelah. Naruto memutuskan, biarlah dua orang yang ia sayangi hidup tenang, biarlah dia saja, setidaknya kematiannya pun menuntugkan banyak pihak bukan..?
"Jangan! Aku saja! Ku mohon Naruto-kun!!" Hinata menangis, genggaman tangannya pada Naruto semakin kuat.
"Aku mencintaiku Naru-kun, biarkan aku yang pergi"
"Tidak mungkin! Hinata! Jangan gila! Kau bisa mencintai orang lain selain aku saat aku mati nanti" ucapan itu keluar bersamaan dengan pemikiran 'bagaimana jika Sasuke juga begitu?' hatinya sakit lagi, seperti tertusuk hingga tembus ke tulang.
"Aku tidak mau itu... Aku ingin kalian bahagia.. aku menyayangi kalian, kalian sudah menerimaku sebagaimana diriku.. aku.. tidak bisa.. jadi biarkan aku mati.."
"Baiklah" ckrk-DOR!- suara kencang pistol menggema di ruang itu. Lengan Naruto serasa panas, benar saja.. logam besi baru saja melewati daging di tangannya, menyebabkan hilang beberapa lapis daging pada lengan atas kiri.
Menoleh kaget bukan karena besi yang menembus daging, tapi pada orang yang melemparkan besi itu padanya..
Hinata, berdiri dengan wajah layu yang kemudian berubah cepat menjadi seringai. Tangannya menggenggam sebuah pistol berwarna silver dengan sedikit asap pada moncongnya.
"Bodoh.. lemah.. ceroboh.. itu sangat menggambarkan dirimu ya~ Na-ru-to-kun~" ucapnya dengan senyum merendahkan pada tubuh yang terduduk lemah di lantai.
Semakin diam seribu bahasa lah Naruto. Kekasihnya.. ah bukan... Orang yang ia sayangi seperti adik sendiri.. orang yang membuatnya rela mati demi kebahagiaan orang itu berbalik menyerangnya.
"Haaah~~ ku pikir akan sangat seru permainan ini.. ternyata sama membosankannya~ si bodoh ini terus saja mengoceh"
Tidak seperti drama-drama yang terlintas.. Naruto mungkin saja akan menanyakan kenapa Hinata melakukan itu, namun itu sama sekalk tidak ada dalam pikirannya. Saat ini ia terpukul, kecewa dengan kenyataan yang ada. Dan yang terburuk dari semuanya adalah.. ia masih saja menyayangi Hinata dan berharap ini semua hanya mimpi. Namun tidak, ini nyata, rasa sakit di lengan kirinya nyata, begitu pula sakit pada otak dan hatinya saat ini.
"Terkejut eh?" Orochimaru berjalan perlahan sambil terus menatap Naruto dengan seringai nya.
"Hinata, lakukan sekarang. Dan kau akan menjadi penerus di area Barat" dengan semangat Hinata mengiyakan Orochimaru. Diambilnya koper p3k yang ada di meja belakang sana. Mengeluarkan isinya yang berupa suntikan dan menyuntikannya pada tubuh Naruto yang sudah tidak berdaya lagi.
"Tenang saja.. serum ini tidak akan membunuhmu.. hanya mematikan sarafmu dan melumpuhkan semua ingatanmu selama 1 tahun.. mungkin. Aku tidak tahu pasti karena anak buahku ada yang sampai 2 tahun~ yaa mari bermain nasib" Ucapan Orochi itu sudah tidak dipedulikannya lagi, ia sudah berpikir untuk pasrah.
"Bom sudah dipasang di tengah gedung ini dan akan meledak kurang lebih setengah jam lagi~ dengan kau yang masih ada disini dan Sasuke yang ada di ruangan lain~ seperti Romeo dan Jonathan bukan~? Mati bersama karena cinta" ah, mata sang pembunuh nomer satu itu terbelalak, lupa akan keberadaan orang lain di gedung ini. Dengan kata lain.. bukan hanya dia yang akan mati, tapi Sasuke juga akan ikut mati.
Sebenarnya, Naruto ingin pasrah dan mati saja. Namun tidak bisa seperti itu. Sasuke.. dia masih di dalam gedung ini. Pikirannya berkecamuk, otaknya masih terus bekerja hingga pening namun tidak dengan tubuhnya yang sekarang terkulai begitu saja. Dia benar-benar lemah. Payah. Sudah tidak bisa apa-apa. Naruto lumpuh total.
Bertepatan dengan itu, pintu didobrak kencang. Dia disana! Naruto tau sekali kalau itu dirinya, ia masih hafal suara itu.. suara yang selalu memanggilnya dengan panggilan bodoh.
Sasuke disana, datang dengan membawa kawanannya. Suara tembakan menggema dalam ruangan, namun yang terdengar dalam telinganya hanya lah dengingan tajam, matanya sudah tertutup dan kini hanya tersisah wajah Sasuke ketika menatapnya tadi.. wajah kaget dan panik yang sangat jarang terlihat. Ingin rasanya ia tertawa, wajah Sasuke saat ini sangat konyol, namun tidak bisa karena kesadarannya hilang.. semua menggelap dan pudar. Ini akhir dari bagian ke 11 dalam cerita.
Earth, June 18th 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey
FanfictionBerawal dari rasa penasaran, Naruto sang pembunuh bayaran mengiyakan permintaan Orochimaru untuk membunuh orang yang disayanginya, Hyuga Hinata yang dahulu ia sebut-sebut seperti adiknya sendiri. Tapi rasa penasarannya itu berhasil menjungkir balikk...