"Lo punya janji apa sama Diaz?"
Kenzo masuk ke kamar dan bertanya pada Denand secara tiba tiba, hampir saja dirinya tersedak es kopi yang sedang diminumya.
Denand masih setia menatap si pengganggu dengan lirikan mata yang tak bersahabat.
"Emang ya! Dimana mana anak IPA itu lebih pinter dari anak IPS!"
"Nggak ada hubungannya,"
Mendengar kalimat kakaknya membuat Denand mendengus sebal. Kenapa orang tuanya menciptakan saudara yang jauh berbeda dengan dirinya. Memang Zo itu banyak lebihnya daripada Denand, tapi kurangnya jauh lebih banyak.
"Ya seenggaknya anak IPA tau kalau ada orang minum trus lo ngagetin itu bahaya, lagian ngagetin itu juga bisa buat jantung bermasalah. Emang lo, taunya cuma Candi Borobudur udah nggak masuk tujuh keajaiban dunia," jelasnya panjang lebar.
"Yaudah sih jawab aja,"
Kenzo berjalan ke meja belajar adiknya kemudian membuka salah satu buku yang ada disana, menanti jawaban dari laki laki yang masih setia di atas tempat tidur menghabiskan sisa es kopi miliknya.
"Tadi lo tanya apa?"
Pertanyaan Denand membuat Zo memutar bola matanya, sebenarnya disini siapa yang bodoh sih?
"Lo. Ada. Perjanjian. Apa. Sama. Diaz!" jawabnya penuh penekanan.
Denand melihat sang kakak "Kenapa lo peduli?" Tumben sekali Zo peduli dengan urusan orang lain, jangan jangan dia habis makan kembang milik bundanya yang ada ditaman.
"Kenapa? Masalah?"
"Dasar bego!" desisnya kesal dan melanjutkan kalimatnya.
"Nggak terlalu serius sih, cuma antar laki laki." Laki laki itu mengangguk.
"Gue ingetin, nggak usah main api kalau nggak mau ada asap. Lo paham Diaz kaya apa, gue tau dia sahabat kita tapi kalau sama keluarganya lo tau sendiri kan?" Zo menepuk pundak adiknya dan berlalu menuju kamarnya.
"Apasihh!! Gue tau apa yang gue lakuin!" teriak Denand pada Zo sebelum laki laki itu hilang dibalik pintu kamar milikya.
Apa yang dibilang Zo tadi memang ada benarnya, tapi mau bagaimanapun Denand sudah yakin dengan apa yang ia pilih. Dia tau besar kemungkinan resiko yang ia dapat, tapi itu bukan masalah selama semua berjalan semestinya.
****
"Ehm"
Deheman seseorang membuat Luna menoleh ke belakang dengan cepat. Disana Denand berdiri denga kedua tagan berada di saku celananya.
"Kenapa?" tanyanya masih berusahalah memulihkan keterkejurannya.
"Mau ke kelas?" Gadis itu mengangguk.
"Gue anter" tawarnya.
"Ng..nggak usah," ia mencoba menolak tawaran tersebut.
"Gue maksa" putusnya, setelah itu mereka berjalan bersama menuju kelas Luna.
Tak ada pembicaraan sepatah kata pun saat mereka berjalan bersama, keduanya sama sama diam dengan pikiran dan perasaan masing masing.
Luna sendiri gelisah, ia sebenarnya tak ingin ada laki laki yang seperti ini padanya namun hatinya seakan menerima kedatangan Denand disampingnya, bersamanya saat ini.
"Makasih" gadis itu berucap sesampainya di depan kelas, membuat laki laki itu mengangguk dan meninggalan dirinya.
Sangat kerajinan memang, seorang Denand sudah ada disamping pintu kelas Luna tepat setelah bel istirahat berbunyi padahal Gurunya belum selesai mengajar.
"Ngapin lo disini?!" protes Gisel yang merasa terkejut karena saat keluar dari kelasnya sudah melihat Denand disana, membuatnya mengelus dada mencoba bersabar.
"Bukan urusan lo."
"Ya kan ini depan kelas gue jadi urusan gue lah, oh atau jangan jangan lo mau maling ya?! Ngaku!" tuduhnya.
"Apaan sih, gak jelas" ucapnya membela diri kemudian berkata lagi.
"Temen lo mana?"
"Hah? Temen? Temen yang mana, temen gue mah banyak gak kya lo" sewot Gisel saat menjawab pertanyaan Denand.
Denand mendengus sebal, kenapa didunia ini harus ada makhluk macam Gisel?
"Luna mana?" ia kembali bertanya.
Gisel diam beberapa saat. Menatap curiga pada laki laki dihadapannya. Untuk apa Denand mencari Luna?
"Lo, ada sesuatu ya sama Luna?" ia bertanya dengan jari yang menunjuk wajah Denand.
"Nggak."
"Trus? Ngapain disini nyari dia?"
"Lama lo!" ucapnya kemudian berlalu memasuki kelas untuk mencari Luna sendiri. Sedangkan Gisel masih mencak mencak dibuatnya, tapi tak dihiraukan oleh Denand. Dilihatnya Luna yang sedang fokus membaca. Dia terus berjalan menghampiri gadis tersebut.
Laki laki itu duduk disamping Luna, namun gadis itu belum menyadari kehadirannya. "Lo suka baca novel?" tanyanya tiba tiba.
Gadis itu terkejut dibuatnya. Ia dengan cepat menoleh, dan mendapati Denand sudah berada di sampingnya.
"Kamu sejak kapan disini?" ia bertanya setelah menghilangkan keterkejutannya.
"Sejak tadi, lo suka novel?" Denand mengulangnya, dibalas anggukan oleh Luna. Kemudian suasana kembali hening.
"Kamu.." "Lo.."
Ucap mereka bersamaan. Denand tertawa. "Lo duluan aja,"
"Kamu ngapain disini?"
"Kenapa? Emang nggak boleh nyamperin temen sendiri?"
Luna diam. Dia mungkin bisa membatasi dirinya untuk berhubungan dengan siapa. Namun, dirinya tak bisa melarang orang yang mau berteman denan dirinya kan?
"Aku bingung. Kenapa kamu ngotot mau temenan sama aku?" ia bertanya dengan pelan.
Luna menatap Denand. Laki laki itu tersenyum kearahnya. Membuat sesuatu dalam dirinya kembali muncul.
"Apa semua yang berhubungan dengan hati juga harus beralasan?" jawabnya masih dengan senyuman.
Treng treng!!
KAMU SEDANG MEMBACA
DENAND
Подростковая литератураAwalnya ada keraguan pada hati ini untuk kembali mencintai. Aku sadar bahwa ini dunia nyata yang tidak mungkin selalu berakhir bahagia. Tidak juga melulu tentang hidup kita. Namun kehadirannya membuat aku percaya jika akhir bahagia itu juga ada di k...