⏺K E T U A OSIS?⏺

15 3 0
                                    

-Jangan melihat apa yang tidak ingin kamu lihat, dan jangan mendengar apa yang tidak ingin kamu dengar-

Setelah Luna pergi meninggalkan kelas, Gisel kemudian terbangun. Sadar akan apa yang baru saja ia katakan pada Luna membuatnya panik seketika. Bagaimana bisa dia membiarkan sahabatnya itu pergi sendirian dan malah tidur di kelas?

Kalau dulu, mungkin Luna yang memilih pergi sendiri. Tapi kini keadaannya sudah berbeda. Luna dan semua keadaannya sudah berubah.

"Duh, goblok banget sih gue." makinya pada dirinya sendiri kemudin bangkit dan pergi ke luar kelas untuk mencari Luna.

"Bisa bisanya gue malah tidur dan nyuruh Luna pergi sendiri? Gue cari kemana dulu ya?" katanya sambil terus berjalan menyusuri lorong sekolah, tiba tiba pikirannya teringat sesuatu. Dia langsung bergegas menuju dimana kelas Denand berada.

Gisel masuk tanpa permisi membuat beberapa siswa menoleh ke arahnya dengan pandangan berbeda. Ia kemudian bertanya pada salah satu siswa perempuan di kelas IPA 4 tersebut.

"Lo tau Denand kemana?"

"Ngapain lo nyariin Denand?" jawabnya ketus membuat Gisel mendengus pelan.

"Tinggal jawab apa susahnya sih?!"

"Dia pergi sama Luna" sahut sebuah suara di belakangnya membuat Gisel terkejut sesaat. Dia meneliti tampilan laki laki itu dari ujung rambut samapai kaki. Kok ganteng. Pikirnya. Setelah beberapa detik terdiam ia teringat sahabatnya kemudian berlari keluar kelas.

"Thanks" ucap Gisel sambil berlari.

Laki laki yang diketahui pemilik nama dari Revon sekaligus sahabat Denand itu hanya mengedikan bahunya acuh dan kembali duduk ditempatnya.

Setelah berbicara pada Denand tadi, Luna bergegas kembali menuju kelas. Dia berjalan dengan tergesa gesa sampai beberapa kali bertabrakan dengan orang lain. Pandangan matanya masih terus menatap ke bawah dan berusaha menganggap apa yang disekelilingnya hanya angin lalu.

Brukk

Kini Luna kembali bertabrakan namun dengan posisi jatuh terduduk di lantai berbahan keramik tersebut.

"Adaww! Siap.."

Teriakan dari seseorang yang ia tabrak berhasil terhenti saat Luna mendongakan kepalanya, sesaat setelah pandangan mereka bertemu.

Jantung Luna yang tadi berdetak cepat kini berdetak dengan semakin cepat dengan keringat yang sudah mulai bermunculannya di sekitar plipisnya, tangannya mulai gemetar. Dia butuh Gisel disampingnya sekarang tapi hal itu tidak mungkin terjadi ketika sahabatnya tadi masih tidur di kelas, pikirnya.

Perempuan di depannya berdiri membuat Luna mau tak mau ikut berdiri dengan perlahan.

"Oh jadi elo! Lo itu dimana mana emang bikin susah ya!" bentaknya pada Luna, membuat Luna semakin diam dan mendengarkan kelanjutan dari perkataan perempuan yang sedang marah itu.

"Gara gara lo, gue jadi jatoh dan lo pikir nggak sakit apa!" bentaknya lagi.

"Ma-maaf Lin"

"Halah, lo nggak capek ngomong maaf terus?! Nggak ada kata lain di kepala lo ini selain minta maaf?!" ucapnya masih dengan diiringi bentakan sambil mengarahkan telunjuknya di depan dahi Luna kemudian mendorong bahu Luna.

Luna yang sudah takut langsung jatuh terduduk saat Erlin mendorongnya. Ya, perempuan tadi adalah Erlin, orang yang membuat Luna ketakutan tempo hari. Sekelebat bayangan muncul di kepalanya. Bayangang yang tak pernah terlihat nyata namun sering ada.

Jantung Luna rasanya ingin melompat dari tempatnya, dadanya ikut sesak seiring isakan yang mulai terdengar pilu, banyak orang yang sudah berada disekeliling mereka berdua namun Erlin tidak akan berhenti samapai di sini.

Dia berjongkok dan memegang dagu Luna dengan tangannya,cekalan tangannya sangat kuat sehingga membuat Luna meringis.

"L..lin. Sa..sakit" kata Luna terbata.

Erlin menatap Luna dengan seringaian di wajahnya kemudian tertawa hingga tawanya terdengar menakutkan.

"Lo pikir gue perduli?! Hah!" Erlin kembali membentak namun Luna diam membuatnya kembali berbicara "Kalau ditanya jawab!"

Luna tetap tidak menjawab dan terus terisak membuat Erlin geram kemudian hal yang tak terduga oleh mereka terjadi, membuat orang yang ada di sekitar mereka juga terkejut tak percaya. Erlin menampar Luna, perempuan itu keterlaluan pada Luna, apalagi bisa dibilang Luna bukan orang asing dihidupnya, yang dulu pernah bersamanya.

Berikutnya, kedatangan Denand membuat orang orang yang tadinya mengelilingi mereka memberi jalan padanya. Dengan tenang ia berjalan mendekati Erlin dan berhenti di hadapannya.

Semua yang ada di sana menatap Denand dengan pandangan yang sulit diartikan, pasalnya wajah Denand sekarang sangat tidak bersahabat, kepribadiannya yang lain mulai muncul. Mereka juga tahu, Denand adalah orang yang sulit saat melihat kekerasan.

"Apa lo udah puas nyakitin seseorang?" ia berkata dengan suara yang sangat rendah dengan tatapan mata yang tajam membuat Erlin diam sesaat.

"Disini gue nggak salah!"

"Trus siapa!" ucapnya masih dengan pelan namun tegas.

"Ya dia lah, dia yang nabrak gue! Jadi dia pantes dapetin itu!"

"Itu keterlaluan!"

"Gue tahu kok"

"Dan lo baru saja melakukan ke.." ucapan Denand terhenti saat tiba tiba ada sosok makhluk perempuan yang tiba tiba berdiri dihadapannya. Gisel menampar Erlin, bukan menampar seperti saat itu yang membuat mereka terkejut tapi menampar dengan telapak tangan yang mengepal dalam artian menonjok.

Denand melihatnya dengan mata membola, dia tidak suka melihat Gisel bermain tangan seperti itu.

Tadi, saat Gisel mendengar bahwa Erlin bertengkar dengan Luna, dia langsung menuju tempat kejadian. Dia benar benar muak dengan apa yang dilakukan Erlin.

"Lunaa...!"



Makasih makasih makasihh
Beri semangat buat lanjut gaess :v
<<333333 U
Aku tahu kok ini gaje gitu critanya tapi okelah aku cuma lagi iseng nulis aja rasanya. Buat yang suka ya lanjutin aja kalau enggak ya tinggalin juga gak masalah muehehe..

DENANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang