5

131 24 7
                                    

“Abis gue semalem kena omel,” kata Shiki heboh begitu Raya sudah duduk di sampingnya.

Sama seperti biasa saat mereka berkumpul, yang lain pasti datang belakangan. Dan, kalau mengingat Rama yang sekelas dengan Shiki, bukan hal yang aneh. Cowok itu kan diam-diam asisten wali kelas. Ada saja tugasnya dari Bu Reren.

“Ya, Elo nyuruh gue mati pake teriak-teriak kayak adegan bunuh-bunuhan yang kebanyakan dramanya.”

“Canda elah, Ray. Lagian coba ya kalo nyari referensi bagusan dikit napa, sih,” cetus Shiki. “Ngidol boleh, tapi nggak—”

Raya mengembuskan napasnya panjang sbelum akhirnya meneguk minumannya sekaligus. Baru, ia bicara, “Heh, itu lirik lagu juga pake ilmu, ya. Inget, Ki. Yang nulis liriknya kakek-kakek pinter.”

“Iya, deh,” putus Shiki tak mau ambil masalah ini lebih lanjut. Ribet kalau sudah bahas sesuatu pakai ilmunya Raya, sesat.

“Lo masih nggak percaya?” Raya tampaknya sadar kalau Shiki sudah malas dengan bahasan ini. Namun, Raya yakin kalau apa yang ia cetuskan memanglah benar. Masalah cewek tsun setipe Ara yang masuknya kepribadian ganda. “Coba liat sikapnya Ara.”

Shiki memutar bola matanya malas. “Iya, kan awal pembahasan kita emang dari situ Raya sahabat super-hyper-mega-max terhebatku yang ilmunya tiada—”

“Bacot, Ki,” tukas Raya setengah geli dan kesal. “Ngapain juga Lo pake bahasa Shiki Side-M. Gak cocok,” tambahnya.

Shiki terdiam sejenak. Padahal ia sudah lama tak pakai kalimat itu. Shiki bukan wibu jenis itu lagi—oke, abaikan. Ini gara-gara Ara yang menghinanya kemarin dan sepertinya enak di mult kalau mengucapkan hal itu lagi.

“Kemaren si Ara ngejekin gue pake itu,” balas Shiki, “kebawa-bawa lagi kan. Padahal gue udah stop pake itu sejak kita punya lagu ori.”

Ya, dulu sebelum grup BS ini terkenal. Mereka hanya sebuah grup band coveran HighxJoker. Band 2D yang masih digilai Ara smpai saat ini. Bahkan, imej yang Shiki dan kawan-kawan pakai pun dari situ.

Sebagaimana coveran biasanya. Mirip dance cover, hanya saja versi band cover. Kemudian, setelah orang-orang mulai mengenal mereka, beralihlah band yang awalnya hanya mengcover lagu-lagu idol Side-M menjadi band sekolahan yang punya lagu sendiri. Itu pun hasil mereka sendiri.

Bukan hal yang mudah mengingat awalnya hanya terbatas di lingkungan penggila jejepangan. Tapi, usaha mereka tak pernah gagal. Lihat sekarang?

“Kangen ngover nih jadinya? Kangen jadi Shiki Side-M?” ejek Raya sambil mengangkat kedua alisnya berulang-ulang.

“Maybe,” balas Shiki sambil tersenyum kecut.

“Gue tau,” kata Raya sambil merangkul pundak sahabatnya itu, “Bahkan sejak yang lain pake nama asli buat manggung, cuma Lo yang pertahanin nama Shiki sampai sekarang.”

Ya, hanya Shiki yang mempertahankan nama itu. Walau tak seharusnya. Dan, itu tak berarti ia membenci namanya yang sekarang. Hanya saja, Rizky itu nama khusus mama dan papa kalau mereka sudah marah. Nama kesayangan yang menjadi kesempatan langka untuk mendengarnya. Nama di mana dirinya disayangi sepenuhnya oleh mereka. Karenanya, kadang Shiki kesal kalau ada orang lain yang memanggilnya pakai nama asli. Kecuali para guru saat mengabsen. Intinya, kedua nama itu punya tempat masing-masing dan keistimewaan masing-masing.

Krieeeet

Pintu ruangan mereka terbuka. Ah, mereka datang juga setelah cukup panjang Shiki berpikir dan ngobrol tidak jelas dengan Raya.

“Gosipin gebetan baru Shiki, nih,” kata Riza sambil terkekeh meledek.

“Ngaco,” tukas Shiki kencang. “Mana ada.”

Di saat yang lain tertawa, di saat itu pula Rama nyeletuk. “Shiki bisa ngerjain TIK tadi.”

Ruangan mendadak hening. Sementara pandangan semuanya tertuju pada Shiki yang tengah menatap heran teman-temannya. Rasanya, kayak ada sesuatu yang aneh. Padahal ia masih pakai seragam normal bukannya pakai rok milik Ara—oke, itu ngaco.

Dan sedetik kemudian, tawa mereka kembali pecah. Maksudnya, hei, ini kejadian langka yang bahkan meteor jatuh sekali pun harusnya tidak mungkin terjadi.

“Dewi Ara!” ucap Raya dan Riza sambil tos bersamaan.

“Ram,” panggil Shiki pada teman sebangkunya itu, “Elo kalo ngomong kayaknya bawa sial mulu, ya.”

Rama menatap Shiki datar. “Perasaan Lo aja.”

Sialan emang. Rama tidak bisa diajak kompromi sedikit. Lagi pula, masalah dirinya bisa TIK tadi karena materi yang diajarkan Ara kemarin tidak terlalu sulit. Tunggu, Shiki mulai meragukan otaknya. Sejak kapan ia bilang kalau TIK itu mudah? Great, Ara sialan.

Dan janjinya...

“Lo janji apa sampai Ara ngajarin serius? Bukannya kemarennya dia nggak mau ngajarin sama sekali dan berakhir dengan pertengkaran tragis sepasang—”

“Jangan ngaco, Riza!” teriak Shiki.

“Ara-nya lagi seneng wankawan,” kata Raya, “Shiki sampe pusing tujuh keliling mikirin ceweknya yang punya kepribadian ganda.”

“Lo juga jangan mancing lagi, Ray,” tekan Shiki.

Kini, semuanya kembali memandang ke arah Shiki penasaran. Sepertinya, sama seperti minggu sebelumnya, mereka batal latihan dan berakhir dengan mengintrogasi Shiki.

“Gue ga tau apa-apa sumpah!”

***

Ara tengah menunggu angkot di tempat biasanya. Hari ini sejujurnya ia sanagat senang. Selain dapat nilai memuaskan di mata pelajaran yang sebelumnya ia benci—Kimia.

Tadi saat istirahat Pak Wira mendatanginya ke kelas dan mengucapkan terima kasih karena baru dua hari mengajari Shiki. Anak itu bisa mengerjakan materi yang sebelumnya telah Ara ajarkan padanya.

Sebagai imbalannya, Pak Wira memberikan salah satu headphone yang ada di lab untuknya. Sudah lama sekali Ara menginginkannya.

Lagi pula, pada awal semester baru, Pak Wira memang menjanjikan benda itu bagi siswa yang punya prestasi lebih. Karenanya, Ara berusaha sekuat mungkin untuk serius di mata pelajaran ini.

Padahal, awalnya Ara tak jauh beda dengan Shiki. Walau Ara tidak separah cowok itu saat tak peduli pada pelajaran.

Dan tepat saat Ara mendongak, sebuah mobil tiba-tiba berhenti di hadapannya. Kali ini mobil cukup penuh, tak seperti biasanya yang cukup kosong.

Sepertinya anak-anak cewek ini tak mau mengalah untuk bergeser ke dalam dan menyisakan Ara duduk di pojok paling belakang.

Dan, orang itu ada lagi. Kali ini tak pakai headphone. Ia tengah melihat ke arah belakang mobil. Ah, gak sopan liatin orang lain, batin Ara langsung membuka ponselnya.

“Tumben balik cepet?”

Hah?

Ara mendongak, sementara penghuni angkot yang kebanyakan cewek itumenoleh ke arah cowok itu.

“Kenapa?” tanya cowok itu balas melirik ke arah mereka yang sbelumnya menoleh ke arahnya. Baru kemudian menatap lurus ke arah Ara. “Gue nanya ke Elo, Ra.”

Ara menyipitkan matanya bingung. Baru kali ini cowok aneh ini bertanya terang-terangan. Tapi sebelumnya....

“Kok kenal gue?” tanya Ara.

Sementara cowok itu menatap Ara heran. Seperti berkata, Serius? Lu nggak kenal? Sejenak cowok itu membuka ponselnya, dan tak butuh waktu lama untuk sebuah pesan masuk ke salah satu aplikasi obrolan milik Ara.

Dan nama itu ...  membuat Ara tergeming.

***

Bogor, 11 Juni 2018

Sugirai - Real IdentityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang