8

142 22 0
                                    

Plak

"Berisik, jangan sok tau kalo lo emang gak tau apa-apa."

Ah, lagi-lagi Ara kelepasan. Cara bicaranya yang menyebalkan kembali. Juga, tangannya bergerak kurang ajar sampai menampar Tio.

Cowok itu sepintas meringis, tatapannya tertuju pada Ara. Tajam menusuk. Namun bukan tatapan sarat akan kebencian. Itu lebih pada tatapan...

"Mikir, Ra. Lo jadi cewek keterlaluan!"

Seorang cowok yang pakai kaos hitam maju sambil berkata demikian. Sementara Ara memalingkan wajahnya ke jalanan yang sesekali dilewati kendaraan bermotor. Cukup sepi.

"Pulang, Ara," kata Tio.

Kalau sudah gini jadinya canggung. Ara paling benci kalau suasananya sudah seperti ini. Dan tanpa sadar sudah berjongkok sambil menutup telinganya. Air matanya pun ... merebak.

***

Shiki bergegas mengejar Ara yang ia pikir belum menaiki angkot karena tadi jalannya pelan-pelan. Ara melupakan ponselnya di kursi tadi.

Teledor, batin Shiki.

Bukan artinya ia ingin peduli atau apa. Tapi kalau nanti ada apa-apa di jalan bagaimana? Bisa saja kan ia lupa bawa uang dan tidak nisa bayar angkot? Kalau ada ponsel masih aman selama baterainya—oke, Shiki merutuk pikirannya saat mengingat ponsel milik Ara yang tampaknya habis baterai.

Oke, berhenti khawatir karena...

"Ara?"

Shiki menajamkan pandangan ke arah depan. Ada Ara yang tengah berjongkok dikelilingi beberapa laki-laki dan salah satunya...

"Ck..."

Shiki langsung berjalan cepat ke arah kerumunan itu. Ah, demi apapun hal ini membuatnya kesal mengingat orang-orang yang lewat tidak peduli dengan mereka? Oke, meski terhalang tiang yang menopang jembatan kereta di atas, tapi tetap saja tempat ini harusnya terlihat.

Dan saat mendekat, ia langsung menarik bahu Tio dari belakang. Membuat yang lainnya segera menoleh pada orang yang datang tiba-tiba itu.

"Biangnya datang," celetuk salah satu dari mereka.

Ara yang mendengar itu langsung menoleh. Matanya sesaat bertemu dengan Shiki. Mata yang tenang bak air.

Di sisi lain, Tio menghela napas. "Mau apa? Gue cuma nyuruh Ara pulang doang."

Shiki melirik ke arah Ara. Gadis itu habis menangis dan ... tidak mungkin kan hanya gara-gara disuruh pulang? Pasti ada...

"Ya udah, cabut, yuk!" ajak salah satu dari mereka. "Lagian nggak dapet untung juga."

Lagi, Tio menghela napas sebelum melirik ke arah Shiki tajam. "Gak ngerti kenapa harus ada hubungan lagi sama Lo. Lagian ya, Ra. Sekalinya suka sama cowok kenapa selalu model begini—"

"Jangan sok tau," potong Ara dingin.

Ah, sekarang Shiki yang bingung sebenarnya ada hubungan apa anatara Ara dengan Tio. Cara bicara mereka ... aneh.

"Lo juga jangan macem-macem sama Ara," kata Tio pada Shiki.

"Gak usah sok peduli," tukas Ara.

Tio melirik ke arah Shiki lagi sekali. Sebelum akhirnya berjalan pergi dengan teman-temannya.

***

Jalan pulang jadi terasa canggung saat mengingat kejadian tadi. Dan pada akhirnya Shiki memutuskan untuk menemani Ara sampai depan alun-alun kecamatan yang di depannya tempat angkot ngetem.

"Ra," ucap Shiki membuka percakapan. Habis sejak tadi ia hanya diam saja. "Sebenernya Tio siapa?"

Mungkin pertanyaannya tidak pantas sama sekali. Tapi hal ini memang yang jadi bahan pertanyaan mengingat Tio langsung membiarkan Ara pergi tadi. Entahlah. Shiki tidak melihat kejadian itu semuanya, bukan?

"Lo udah kenal dia dari lama, bukan?"

Ara mengehela napas panjang. Ah, Shiki bahkan menyadari hal itu. Rasanya ingin mengutuk diri sendiri.

"Males ngingetnya," balas Ara tanpa minat.

"Jadi bener," gumam Shiki.

Ara melirik cowok itu sejenak. "Emang kenapa?"

"Nggak kenapa-napa, cuma ... agak aneh aja pas kalian bicara di sisi lain Lo bilang benci sama dia. Atau sebenernya kecewa?"

Ara membelalakan matanya. Cowok ini.... "Lo cenayang atau apa sih?"

"Hah?" Shiki bingung atas respon cewek itu. Ia hanya asal bicara saja, dan menebak alur yang biasanya terjadi di anime mengingat dunia ini sebenarnya sempit. Oke, lupakan itu.

Ara mengalihkan pandangannya ke langit. "Kita masih ada hubungan keluarga sebener—"

Shiki langsung memotong. "What? Tunggu, keluarga?!"

Ara malas mengingat hal itu sebenarnya. Ya, lagipula tadi ia sudah bilang. Tapi kenyataannya demikian. "Kak Tio itu anak sepupunya papa."

"Ra..."

"Tuh, kan gue keceplosan. Males deh, lagian juga ya ... aaaah, tau deh. Males ingetnya. Gak mau kenal lagi. Gue benciiii!"

Shiki jadi tidak mengerti. Namun, ada sesuatu dalam hatinya bergerak. Entah kenapa ia ingin membantu Ara menyelesaikan masalahnya. Dengan demikian ... hubungan mereka tidak akan berakhir begitu saja, bukan? Dan itu ... membuat Shiki sedikit senang.

"Gak jelas Lo," tukas Shiki sambil tersenyum.

Ara yang melihatnya hanya bisa terdiam. Jujur, ia tak mengerti. Tapi, rasanya ada sesuatu lepas dan hatinya jadi sedikit ringan.

Entah kenapa.

***

Bogor, 29 September 2018

Maafkan kalau jadinya begini dan kupikir tulisanku sekarang jadi aneh. Ya, apapun itu semoga suka dan mengobati kerinduan kalian—kalau ada. Sekian, semoga suka! Jyaa~

Regards

Nari :)

***

Sugirai - Real IdentityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang