"Yes!"
Kumpulan pemuda yang terdiri dari 5 orang ber-highfive begitu mereka turun dari panggung. Seolah melupakan rasa lelahnya, mereka melanjutkannya dengan tertawa. Tawa kebahagiaan setelah berhasil menampilkan yang terbaik di tempat itu.
“Di luar dugaan,” ucap salah seorang dari mereka, tepatnya cowok dengan tinggi paling menonjol di antara kelimanya. “Lebih banyak daripada yang gue duga!”
“Gue udah ngomong,” tukas cowok iris cokelat sambil mengalihkan pandangannya. Sementara yang lainnya hanya tertawa mengingat dirinya yang kemarin.
Ah, ya, sebelumnya. Mereka adalah anggota ekskul light music dari salah satu SMA negeri yang ada di kota ini—walau pada kenyataannya hanya di SMA ini ada light music-nya.
Namanya Blue Spring. Diambil dari salah satu istilah Jepang yang juga merangkap sebagai salah satu judul manga―artinya masa muda.
Terdiri dari 5 orang cowok yang beranggotakan Dan, Raya, Riza, Rama, dan Shiki. Well, sebagian dari mereka memang penggila Jejepangan. Namun berkat usaha keras mereka, lagu-lagu mereka dapat diterima di kalangan anak SMA yang mayoritas menyukai lagu-lagu barat.
Dan tadi, salah satu penampilan mereka. Salah satu sekolah mengundang mereka tampil di pentas seninya. Berhubung jadwal mereka tak terlalu padat, maka diambilah pekerjaan yang lumayan mengisi kantong tersebut. Walau mereka tak menduga kalau penonton seantusias itu.
Rasanya memang menyenangkan saat melakukan sesuatu yang disukai dan orang lain menyukainya juga.
“Omong-omong, Shik,” panggil Rama—dialah yang paling tinggi itu. “Besok praktek TIK, jangan lup—”
Belum selesai dengan ucapannya, Rama langsung menghela napas saat melihat tatapan Shiki. Tatapan yang seolah bicara, Tolongin gue, pliiiis!
“Besok duduk sesuai absen,” kata Rama dengan wajah datarnya.
“Ya, Lo juga disuruh belajar sama Riza kemaren ga mau,” tambah Raya yang kini melirik ke arah Riza. “Salah siapa?”
Shiki mendengus, namun tak lama, ia mengingat sesuatu. “Ram,” panggilnya membuat cowok itu menoleh malas.
“Hmm?”
“Nama gue Rizki, loh, hehe.”
Dan, untuk alasan apapun, Rama benci mengingat kenyataan itu.
***
“Besok jangan lupa!” seru Shiki sambil melambaikan tangan pada teman-temannya. Kemudian berjalan masuk menuju komplek rumahnya seraya menatap layar ponselnya dengan senyum cerah.
Lagi-lagi, harinya berlalu dengan lancar. Hanya saja, kalau mengingat apa yang akan menantinya esok di sekolah, rasanya mood yang terlampau bahagia ini menguap begitu saja.
“Shiki pulang,” ucapnya begitu sampai di teras rumah. Setelah itu melepas sepatu hitam merahnya, kemudian menaruh benda itu di sudut teras—rak sepatu.
“Ma....”
“Bentar, Ki. Lagian nggak dikunci pintunya, mama lagi di belakang.”
Ya, lagi pula itu hanya formalitas. Atau lebih tepat kalau dikatakan sebagai kebiasaan. Karena mayoritas yang dicari setiap anak kala pulang ialah ibunya, bukan?
Shiki pun masuk sambil membawa tasnya. Tersenyum sekilas saat pandangnya bertumbuk dengan sang ibu. Lalu masuk ke kamarnya.
Tumben Naya nggak di rumah, pikirnya saat mengingat adik perempuannya tak menyambut seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugirai - Real Identity
Teen FictionWarning! - Cuma cerita biasa. - Bakal banyak typo. *** "Wibu kok gaptek." Satu kata yang membuat Shiki―sang vokalis ekskul light music di SMA Patriot―dendam habis-habisan pada cewek kelas sebelah bernama Ara. Namun, siapa yang tahu kalau c...