7

396 40 8
                                    

Maap updatenya lama huhu ))): suka ga punya ide hehe.

***

"Jadi gimana?" Tanya seorang lelaki yang tengah menyalakan pemantiknya dan kemudian menikmati asap rokok miliknya.

"Hah? Apanya yang gimana?" Lelaki disebelahnya justru balik bertanya dan mengernyitkan dahinya.

"Lo kan kemarin bilangnya mau deketin Eva anak kelas IPA 1, terus gimana perkembangannya sekarang?" Lelaki yang tengah menghisap rokoknya itu memutar bola matanya dengan malas karena lelaki di sampingnya tidak mengerti apa yang ia tanyakan.

"Oh itu. Orangnya judes banget! Tapi gak ngebosenin sih, bikin gue makin gencar buat 'memiliki' dia." Balas lelaki itu dengan sedikit penekanan. Ia tersenyum nakal dan menjilat bibir bagian bawahnya.

"Wah, lo beneran gila ya." Ujar lelaki yang tengah membuang puntung rokoknya. Lelaki tersebut menatap teman di sampingnya dengan heran sekaligus tidak percaya.

"Yah, kita liat aja nanti." Kemudian lelaki itu menyunggingkan senyum liciknya dan segera pergi meninggalkan temannya sendiri.

***

Eva melirik sekilas papan putih yang terpampang jelas di depan matanya. Ia memutar bola matanya dengan malas dan lebih tertarik melihat anak kelas IPA 2 yang melakukan pemanasan sebelum mulai bermain basket.

Sepasang bola mata milik Eva menangkap seorang lelaki jangkung yang tengah tertawa riang bersama teman-temannya.

Manis. Gumam gadis tersebut secara tidak sadar. Ia tidak akan mengelak, lelaki itu memang terlihat sangat menawan di matanya.

Hanya karena melihat seorang Devon yang sangat menikmati obrolan kecilnya di arena basket sana, Eva tertawa kecil.

Entah bagaimana caranya, lelaki itu mampu menghancurkan dinding pertahanan yang telah Eva bangun sejak dulu.

Ia telah meluluhkan hati dingin milik Eva.

Lalu, bagaimana dengan perasaannya terhadap Devon? Tentu saja ia menyukainya.

Namun, ia belum siap menghadapi konsekuensinya. Ia tidak ingin mengalami kesedihan yang mendalam untuk kedua kalinya.

Tapi mau sampai kapan lelaki itu dibiarkan menunggu jawaban darinya? Ia sendiri tidak tau.

Gadis tersebut menghela nafas dengan kasar. Kepalanya terasa penat setelah memikirkan hubungannya dengan Devon.

Ketika Eva kembali mengamati arena basket di bawah sana, seorang lelaki menyadari kehadirannya yang terduduk di dalam kelas.

Lelaki itu tersenyum sumringah setelah menangkap seorang Eva tengah mengamatinya melalui jendela kelas. Ia segera melambaikan tangannya pada Eva kemudian membentuk hati dengan kedua tangannya.

Bukannya bersikap manis, gadis tersebut justru memberikan jari tengahnya kepada Devon. Hal itu membuat Devon melipat kedua tangannya dan mengerucutkan bibirnya.

Eva tertawa kecil melihat wajah kesal milik Devon. Kemudian gadis itu tersenyum dan melambaikan tangannya, membuat Devon kembali tersenyum cerah.

Lucu, seperti anak kecil yang baru saja diberikan permen. Pikir Eva.

Setelah berinteraksi cukup lama, Devon mengisyaratkan bahwa ia harus segera memulai permainan basketnya.

Eva menganggukkan kepala dan melambaikan tangannya. Kemudian lelaki itu segera berkumpul dengan teman-temannya dan memulai pertandingan kecilnya.

[#2] The Truth Untold [SlowUpdate]Where stories live. Discover now