8

347 34 9
                                    

Gais jangan jadi sider dong, parah nih ): gua kan jg butuh dukungan))): plis gua mohon dukungan kalian itu berarti bgt buat gua.

(Ngemis mode be like)^ but seriously yg baca ini lumayan ada tp votenya bener2 dikit.

***

Aroma khas yang menyelimuti seluruh bagian rumah sakit memenuhi indra penciuman milik seorang gadis dengan rambut panjang terurai. Ia hendak menemui dokternya untuk melakukan check-up rutin.

Gadis itu berdiri cukup lama di depan pintu dan menatap sebuah papan nama yang bertuliskan dokter bagian psikologi. Ia menghela nafas sejenak, kemudian membuka pintu ruangan tersebut.

"Selamat siang, Eva. Kita langsung aja ya, seperti biasa?" Tanya Dokter Livy kemudian melemparkan senyuman. Eva mengangguk pelan dan balas tersenyum.

Sudah menjadi hal yang biasa bagi Eva untuk melakukan pemeriksaan rutin seminggu sekali di rumah sakit. Ia harus memastikan, apakah phobianya membaik atau bertambah buruk.

"Di luar dugaan, keadaan kamu jutru semakin membaik!" Cetus Dokter Livy sumringah setelah melihat perkembangan Eva sejauh ini.

"Serius, dok?" Tanya gadis itu tidak percaya. Ia sendiri merasa bingung, apakah ia benar-benar bisa sembuh dalam waktu yang sesingkat ini? Sudah 8 tahun lamanya ia mencari cara untuk memulihkan diri namun tak kunjung berhasil.

"Ya, benar. Sepertinya temanmu itu orang yang baik. Saya harap kamu dapat sembuh secepatnya dan hubunganmu semakin lancar." Balas Dokter Livy kemudian. Ucapannya membuat Eva terlihat berpikir sejenak dan sedetik kemudian tersenyum tipis.

Eva segera berpamitan dengan Dokter Livy dan keluar dari ruangannya. Ia tersenyum sumringah selama berjalan menuju ke luar rumah sakit.

"Eva?" Suara bariton yang memanggil membuat Eva segera menoleh ke belakang.

"Lho? Lo ngapain di sini?" Tanya Eva penasaran.

"Mau jenguk temen. Lo sendiri?" Devon kembali bertanya.

"Abis check-up. Katanya phobia gue membaik." Gadis itu kembali tersenyum lebar. Devon memberikan senyuman tipisnya dan mengelus puncak kepala Eva dengan pelan, membuat jantung gadis itu berdegup kencang.

"Lusa lo ada acara?" Tanya Devon kemudian. Gadis di hadapannya terlihat berpikir sejenak, kemudian menggelengkan kepalanya.

"Enggak. Kenapa?" Eva kembali bertanya.

"Mau nonton gak? Nanti berangkatnya gue jemput, jam 11." Balasnya. Eva kembali terlihat berpikir sambil bergumam kecil.

"Hm.. boleh." Cetus Eva kemudian. Lelaki di hadapannya segera tersenyum manis setelah Eva bersedia pergi dengannya.

"Oke. Maaf gue gak bisa anter lo pulang." Sesal Devon. Eva hanya melambaikan tangannya saat lelaki itu berjalan menjauhinya.

***

Eva menatap lemari pakaian di hadapannya dengan mata berbinar-binar. Gadis itu tersenyum lebar tanpa alasan yang jelas― seperti orang kasmaran pada umumnya.

"Hm.. enaknya pakai baju apa ya?" Tanya gadis itu kepada dirinya sendiri. Ia melihat pakaiannya satu per satu kemudian melemparkannya dengan asal jika merasa kurang cocok untuk dikenakan.

Eva melirik jam dinding miliknya. Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi, yang berarti Eva akan meninggalkan rumahnya setelah satu jam dari sekarang.

Gadis itu kembali memilih pakaiannya seraya bersenandung kecil. Ia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri, sehingga tidak menyadari suara ibunya yang terus memanggil.

[#2] The Truth Untold [SlowUpdate]Where stories live. Discover now