VI

179 19 0
                                    

Karena lelah berdebat dengan ibu dan rasa pening dikepala gue mengakibatkan gue tak bisa tidur semalaman suntuk, membuat warna hitam kantung mata gue semakin pekat ditambah dengan nafsu makan yang nggak beraturan akibat puasa. Entahlah beberapa hari belakangan ini gue merasa kehilangan nafsu makan bahkan hanya sesuap nasi.

Persediaan obat penenang yang selama ini gue konsumsi hampir tak tersisa, mau tidak mau gue harus membelinya malam ini atau tidak besok gue harus menahan sakit kepala yang mendalam, tapi sialnya saat gue hendak keluar dari apartement hujan turun begitu deras ditambah lagi satu-satunya payung yang gue miliki tertinggal di mobil Daejong. Hah hari ini terasa begitu berat bagiku.

" Neo, gwaenchana?" tanya Jongdae ditelepon begitu gue kembali ke apartment, sepertinya dia memiliki ikatan batin dengan pikiran gue

" eoh gwaenchanayeo, wae?"gue

" Ani, aku hanya khawatir padamu sejak tadi aku takut jika kau kenapa-napa" Jongdae

" Aku tak apa, sekarang sudah menjelang pagi, aku harus bersiap akan kututup telponnya"kata gue sebelum benar-benar menutup telpon secara sepihak

Hah, setiap harinya gue merasa tak nyaman berada didekatnya, entah mengapa. Gue merasa ada sesuatu yang berbeda setiap melihatnya, sesuatu yang gue nggak tau apa itu.

Setelah bersiap-siap Jongdae telah menungguku didepan pintu apartement lengkap dengan setelan rapinya.

" Morning" sapa Jongdae dengan senyuman khasnya?

" Too" jawab gue singkat

" Sahur apa tadi?" tanyanya

" Hanya air putih" jawab gue

Setelah mendengar jawaban gue, Jongdae memarahi gue habis-habisan bahkan mengataiku gila karena tak makan sesuap nasi pun padahal itu hal yang biasa di Indonesia menurut gue saat malas untuk makan sahur, yah tapi tak  gue hiraukan omelannya.

" Pokoknya pulang nanti aku akan menunggumu diparkiran dan akan memastikan kalo kamu makan dengan benar" kata Jongdae sebelum kami berpisah di parkiran

Tanpa dia bilang begitu pun pasti dia akan tetap menunggu gue disana, batin gue

" Anyeong haseyo, Hyenanim" sapa gue saat memasuki ruangan medis

" Eoh, Moza-ya tolong antarkan berkas rekapan medis ini ke ruangan sebelah" pinta Hyenanim ke gue, dan dengan segera gue melaksanakan perintahnya

" Hajima!" teriak gue histeris sesampainnya disebelah ruangan medis yang membuat semua orang disekitar mulai berdatangan karena penasaran.

" Ada apa Moza-ya?" tanya Hyenanim

Bukannya gue jawab justru gue semakin menjerit histeris, sehingga mereka membawa gue ke ruang perawatan untuk beristirahat setelah memberikan obat penenang. Dan saat gue mulai sadar sosok Jongdae yang sebenarnya gue lihat pertama kali membuat gue kembali menjerit histeris.

" Yak!, bangunlah Moza-ya Ireona jebal" setelah tepukan pelan di pipi gue dan suara Daejong yang mencoba membangunkan gue akhirnya gue sadar sepenuhnya

" Neo waeuirae?" tanya Daejong seraya memeluk gue

" Ani, chaega gwaenchanayeo" jawab gue dengan nafas yang sedikit tersengkal

" Apanya yang tidak apa-apa kau membuat semua orang khawatir dengan berteriak histeris seperti tadi" kata Daejong yang terlihat begitu khawatir

" Molla"jawab gue singkat, sebenarnya gue sendiri nggak tau kenapa gue bisa berteriak histeris seperti tadi, yang ada di bayangan gue adalah gambaran Jongdae yang tengah terkapar dijalanan akibat ditabrak saat kami akan melangsukan pernikahan waktu itu. Apa gue sudah mulai berhalusinasi?

Berakhir dengan Daejong yang bersikeras untuk mengantarkan gue pulang disaat gue baru saja datang, dia bilang kalo dia sangat khawatir dengan keadaan gue saat ini. Bahkan di apartement pun dia memaksa gue untuk makan dan membatalkan puasa karena disepanjang perjalanan gue mengeluh jika perut gue sakit, bagaimana tak sakit jika dari kemarin tak ada makanan yang masuk ke mulut gue.

" Aaa... ayo dong dimakan" kata Daejong seraya menyodorkan sesendok nasi ke arah gue, tapi gue tetep kekeuh untuk menutup mulut rapat-rapat dengan alasan tak lapar.

Tapi Daejong tak menyerah begitu saja dia mencoba menyendokan nasi ke mulut gue dengan cara memegangi mulut gue dengan tangan kekarnya itu

" Ih kamu maksa, aku nggak suka ya" kata gue kesal

" Aku lebih nggak suka lagi kalo kamu kenapa-napa kayak tadi"Daejong

" Aku kan udah bilang aku nggak papa Dae"gue

" Bohong, coba cerita sama aku apa yang terjadi sama kamu tadi" kata Daejong dengan nada menuntut

" Aku nggak tau aku kenapa tadi, saat aku masuk ruang dokumen medis tiba-tiba aja bayangan Jongdae saat tertabrak waktu itu terlintas dalam bayanganku dan setelah itu aku nggak sadar kalo aku udah teriak histeris kayak tadi" jelas gue seraya menunduk menahan tangis

Daejong menghela nafas sebelum menanggapi cerita gue " Maaf" dan hanya kata itu yang gue dengar dari mulutnya sebelum ia ikut menunduk

Gue sadar kami berdua sekarang sedang berada pada posisi terendah masing-masing, tapi gue juga nggak bisa menutupi rasa kesedihan ini sendirian

" Sebanyak apa pun kata maaf yang aku ucapin nggak akan menggantikan rasa kesedihan dihatimu Moza-ya" timpalnya lagi tapi kali ini dengan air mata yang mulai menetes dari sudut matanya.

" Nggak ada yang salah antara kita Dae aku dan kamu, yang salah adalah antara takdir kita yang nggak bisa berakhir bahagia" sahut gue

" Kamu tau, setiap hari aku lihat kamu selalu tersenyum palsu sama orang-orang disekitar kamu, selalu merasa you're okay but you're not ngebuat aku jadi semakin merasa bersalah Moza-ya" Daejong

Dan air mata yang sedari tadi gue tahan tak bisa gue cagah untuk mengalir diantara kedua pipi gue, entah sudah berapa liter air mata yang gue keluarkan setiap harinya untuk menyesali takdir ini.

Daejong bersikeras untuk menginap malam ini, dengan alasan khawatir yang sama, tapi gue takut akan tanggapan tetangga sekitar jika gue memperbolehkan seorang laki-laki menginap di apartement yang notabennya bukan siapa-siapa gue. Tapi Daejong beralasan bahwa tetangga gue nggak mungkin menghiraukan itu menyadari ini Korea bukan Indonesia

Akhirnya dengan setengah hati gue mengizinkannya untuk menginap malam ini, bagaimana pun gue juga tahu seperti apa perasaan dia saat ini.

Gue bangun untuk menyiapkan makanan sahur, dan Daejong ikut terbangun karena suara detakan pisau saat gue memotong bawang.

" Oh kau sudah bangun Dae?"tanya gue

" Eughh" jawabnya dengan wajah setengah sadar

" Yak!" pekik Daejong tiba-tiba

" Wae geurae?"tanya gue kaget

Bukannya menjawab pertanyaan yang gue lontarkan, justru dia menarik gue ke wastafle dan mencoba membersikan area hidung gue.

" Ige wae?"tanya gue lagi

" Apa kau tidak tau jika hidungmu berdarah, kau mimisan Moza-ya. Berhenti memasak dan duduk disana, biar aku yang lanjutkan"ucap Daejong seraya mendudukan gue dimeja makan dengan paksa

Gue mencoba menghentikan darah yang terus mengalir dari hidung gue dengan tisu, sedangkan Daejong yang mengambil alih dapur.

" Mau ku bawa ke rumah sakit?"tanyanya seraya sibuk dengan teflon didepannya.

" Aku tak apa Dae, mungkin hanya kelelahan" jawab gue

" Jeongmal?"tanyanya meyakinkan dan gue jawab lewat anggukan


Apa lagi ini?- M

Berapa kali sudah ku bilang kau tak sendirian lagi sekarang, jadi jangan sungkan untuk berbagi kesedihanmu denganku- J

TBC

49 Days✔[Sequel Stay With You||Kim Jongdae] CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang