22 || Bercanda?

114K 13.6K 2.8K
                                    

Chapter 22 : Bercanda?

"Never take someone's feelings as a joke. You will never know how much it hurts." -unknown

***

"Hai, Daz!" sapa Dewa dengan senyum ramah terukir di bibirnya.

Daza balas tersenyum meski hatinya mulai tidak nyaman.

"Lo yang ditugasin bikin artikel?" tanya Dewa. Meski bukan cewek terpeka se-SMA Nuski, tapi Daza tahu pertanyaan kakak kelasnya satu itu hanya pertanyaan bernada basa-basi.

Daza mengangguk.

Perwakilan kelas XI IPA 1 dan kelas XI IPA 2 mulai memasukki lapangan. Sorak-sorai terdengar dari pinggir lapangan, menyemangati cowok-cowok yang diutus untuk membela nama masing-masing kelas mereka.

"Akhirnya mau mulai juga."

"Kak Dewa dapet tugas ngefoto?" Giliran Daza yang berbasa-basi.

"Iya. Oh iya, lo kelas sepuluh berapa, Daz?"

"Sepuluh IPS dua, Kak. Kak Dewa? Nggak sekelas sama Kak Yasa, kan?"

"Enggak, gue IPS," jawabnya. Diam-diam Daza mengembuskan napas lega. Entah kenapa membayangkan Dewa berada di satu kelas yang sama dengan Yasa membuat Daza takut. Daza tak pernah tahu sejauh mana keusilan Yasa, mungkin saja cowok itu akan membocorkan tragedi di parkiran beberapa waktu lalu dengan entengnya.

"Lo kenal baik sama Yasa, ya?" tanya Dewa kemudian.

"Dia kakak kelas aku waktu SMP dulu, Kak," jawab Daza jujur.

"Oh, pantes dia ngerekomendasiin lo. Dia udah tahu kemampuan lo rupanya."

Daza nyengir tanpa arti. "Kalau Kak Dewa, akrab nggak sama Kak Yasa?"

Moga aja enggak. Daza membatin.

Dewa tampak berpikir. "Nggak juga, sih."

"Tapi kan Kak Yasa sama Kak Dewa satu divisi, punya hobi yang sama pula."

"Sifatnya beda, jadi nggak mudah untuk saling mengakrabkan diri."

Daza manggut-manggut seolah paham. Ya, wajar sih. Dewa baik, sedangkan Yasa... beuh. Nggak cocoklah kalau disatuin. Nah, kalau Yasa sama Aji dan Putra, baru cocok. Mereka sama-sama sok kecakepan dan sok hebat. Jadi kalau ngumpul, bakalan rame.

"Nah, itu Yasa," kata Dewa sambil menunjuk seseorang di belakang Daza dengan dagunya. Daza memutar kepalanya, terlihat sosok Yasa sedang berjalan ke arah mereka.

Perut Daza mendadak mulas.

"Hei!" sapa Yasa pada Dewa yang dibalas cowok itu senyum ramah. "Sejak kapan kalian suka ngobrol bareng?"

"Sejak gue tau dia anak divisi tata bahasa," jawab Dewa santai.

Yasa melirik Daza. Lalu, sebuah ide terlintas di benak cowok itu. "Gue tadi parkir di samping CB lo, Wa. Gue liat, kesayangan lo itu lecet, lo kecelakaan?"

Daza langsung memelototi Yasa, sayangnya cowok itu pura-pura tidak melihat.

Sebenarnya Dewa, yang notabene-nya tidak begitu akrab dengan Yasa, cukup heran mengapa lelaki di depannya ini repot-repot bertanya mengenai motornya. Namun Dewa berusaha berpikir positif. Mungkin di balik sifat tak bersahabatnya, Yasa memang menyimpan kepedulian. Mungkin. "Waktu itu motor gue dijatuhin di parkiran, makanya lecet," jawab Dewa akhirnya.

Yasa [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang