35 || Pengakuan

163K 15.4K 8.7K
                                    

Now Playing : One Direction - Strong (setiap denger lagu ini selalu inget Yasa, ga tau knp)

Chapter 35 : Pengakuan

"Di kamus cewek, iya artinya iya, tidak artinya cobalah lebih keras lagi."

***

Aji pernah bilang, momen yang tepat itu bukan ditungguin, tapi diciptain. Oleh sebab itu Yasa tak mau menunda-nunda waktu lagi. Dia harus mengambil langkah sebelum semuanya terlambat. Dia sudah menyusun rencana.

Kali ini, semesta seakan mendukungnya. Yasa kaget sekaligus senang ketika mendapat email dari panitia lomba food photography yang diikutinya waktu itu. Pesan itu berisi pengumuman nama-nama pemenang lomba, dan hasil fotoan Yasa memperoleh juara ketiga. Meski bukan menduduki peringat paling tinggi dan mendapat hadiah utama yakni kamera polaroid, Yasa tetap bersyukur karena akhirnya dia bisa menemui Daza berkedok alasan ini.

Atas pencapaian juara ketiganya, Yasa mendapat voucher makan gratis di sebuah restaurant mewah dan ternama, voucher itu dapat digunakan untuk dua orang.

Yasa sudah mengambil voucher tersebut dari panitia bersangkutan. Masih dibiarkannya dalam amplop, voucher itu dia bawa ke sekolah untuk ditunjukkan ke rekan setimnya. Daza.

Yasa menghela napas pelan berusaha menumpas groginya ketika di jam pulang sekolah dia menghampiri kelas cewek itu. Kelas itu sudah agak lenggang. Hanya tersisa beberapa siswa-siswi, dan Daza tidak termasuk di dalamnya.

"Lo liat Daza?" tanya Yasa pada cewek yang baru keluar dari daun pintu. Itu adalah cewek berbandana yang waktu itu juga muncul ketika dia sedang menunggu Daza di depan kelasnya.

Cewek itu agak kaget. "Nyariin Daza lagi?" ucapnya takjub. "Sayangnya dia tadi udah keluar, Kak. Tapi barusan banget, kok."

"Oke," jawab Yasa. Tanpa mengucapkan terima kasih, cowok itu langsung berbalik pergi, berusaha menemukan sosok Daza di koridor lantai dasar.

Di jaman serba canggih ini, Yasa harusnya bisa memanfaatkan ponselnya untuk menanyakan keberadaan cewek itu. Tapi, Yasa tak ingin. Dia sudah diperingati dengan tegas oleh Daza untuk tidak menghubunginya dengan alasan apapun.

Hingga tiba di depan koridor kelas X IPA, dia melihat cewek itu berjalan dari arah berlawanan. Yasa bernapas lega, namun ketika mata mereka bertemu, bagai maling yang ketahuan, Daza langsung mundur dan berbalik badan. Dengan gerakan tak kentara, dia berusaha lenyap dari pandangan Yasa.

Tetapi, Yasa cukup gesit menangani situasi ini. Dikejarnya Daza dan dengan cepat, ditikungnya langkah cewek itu sehingga kini tubuh tinggi dan tegap itu berhasil memblokade jalan Daza.

Daza mendongak dengan raut heran bercampur kaget.

"Lo dari mana?" tanya Yasa, sebuah basa-basi yang menjelma menjadi salam pembuka setelah beberapa hari mereka tak bertatap muka.

"D...Dari toilet," jawab Daza apa adanya.

Yasa mengangguk seakan paham. "Ada yang mau gue omongin."

Daza menunduk, lebih memilih memandang sepatu kets-nya yang sudah tampak kusam.

Yasa menyerahkan sebuah amplop putih pada cewek itu.

"Apa ini?"

"Buat lo. Kita juara 3."

Daza belum paham.

Yasa [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang