7

323 49 8
                                    

Geumsan, 23 Februari 2018

Selapis kabut putih melayang menutupi jalanan kota Geumsan saat Hyunjin melangkahkan kaki ke arah toko bunga Seungmin pagi itu. Sebuah kantong plastik berwarna putih yang ia pegang berayun-ayun lemas seirama dengan langkahnya. Hyunjin bergidik saat hembusan angin dingin menerpa tubuhnya, membawa aroma segar dari rumput-rumput yang mulai menghijau dan aroma roti yang dipanggang dari suatu tempat yang tidak Hyunjin ketahui.

Ia berhenti di depan toko bunga, melirik jam tangannya – pukul 07.00 – dan menarik napas panjang.

Kau harus melakukannya, Hwang Hyunjin.

Hyunjin mengeratkan genggamannya pada kantong plastik yang ia bawa seraya menggigit bibir. Di dalam kantong itu terdapat perban dan obat-obat lain untuk mengobati luka. Kemarin setelah melihat tangan Seungmin yang berdarah, ia langsung pergi ke apotik dan membeli obat. Namun, saat ia datang ke toko bunga, Seungmin tidak ada di sana. Hyunjin menunggu hingga senja tiba, tapi Seungmin tidak kunjung menampakkan batang hidungnya. Jadilah hari ini Hyunjin kembali lagi dan di sinilah ia berada saat ini.

Hyunjin mendorong pintu kaca di depannya dengan tangan yang berkeringat karena gugup. Lonceng yang tergantung di atas pintu berbunyi nyaring. Di dalam, Hyunjin melihat seorang pemuda berambut coklat tengah tidur di sofa yang terletak di salah satu sudut ruangan sementara Kim Seungmin sendiri sedang berdiri di balik meja kasir, sibuk menata pot-pot berisi bunga yang terletak di dalam sebuah rak besar di belakangnya. Posisinya membelakangi pintu masuk namun dengan segera ia berbalik saat mendengar lonceng berbunyi.

“Selamat datang! Ada yang bisa – “

Kalimatnya terpotong saat matanya bertemu dengan Hyunjin. Ia membeku sementara Hyunjin berjalan dengan canggung ke arahnya. Saat Hyunjin berhenti di depan meja kasir, Seungmin mundur selangkah. Hati Hyunjin sedikit sakit saat melihat refleks Seungmin terhadapnya tapi laki-laki itu berusaha menyembunyikannya dengan tersenyum tipis.

“Aku mau beli bunga,” ucapnya senormal mungkin.

Seungmin mengerjapkan matanya, mungkin baru menyadari bahwa sedari tadi ia terus menatap Hyunjin. Ia berdeham kecil dan bertanya, “Bunga apa?”

Hyunjin mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, mengamati satu per satu bunga yang berada di dalam toko itu, dan menunjuk segerombol bunga berwarna kuning dengan nama “aster” di keranjangnya. Sebenarnya Hyunjin ingin membeli bunga azalea tapi mungkin hal itu akan membuat Seungmin tidak nyaman. Ia pasti masih ingat malam itu Hyunjin melihatnya meniup kelopak bunga azalea.

“Dan?” tanya Seungmin lagi.

Hyunjin bingung. “Apa?”

“Kombinasinya,” jawab Seungmin tidak sabar. “Kau ingin kombinasi apa?”

Hening sesaat sebelum akhirnya Hyunjin menjawab, “Terserah.”

Seungmin menghela napas dan mulai mengambil bunga aster serta bunga-bunga lain yang ia rangkai dalam sebuah buket berwarna putih bening. Sembari menunggu, Hyunjin menatap sekitar dan perhatiannya jatuh pada si pemuda yang tidur di sofa tadi. Pemuda itu memakai penutup mata pada bagian mata kirinya. Ia memiliki paras yang cukup manis untuk ukuran seorang laki-laki. Bibirnya tipis dan batang hidungnya tinggi. Wajahnya tampak tenang dan damai tapi gurat-gurat kelelahan tergambar jelas di sana. Ia menggunakan lengannya sebagai bantal. Napasnya naik turun dengan teratur. Hyunjin mengalihkan pandangannya dari pemuda itu saat Seungmin menyebutkan harga bunga yang ia beli.

Hyunjin mengangsurkan beberapa lembar uang kepada Seungmin seraya menerima buket bunga pesanannya. Ia juga meletakkan kantong plastik yang dibawanya di atas meja kasir. Seungmin menatapnya dengan pandangan penuh tanya.

Freeze in BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang