8

430 55 17
                                    

Geumsan, 23 Februari 2018

Hari yang sama di malam yang sama. Hyunjin tidak tahu kemana ia akan pergi. Laki-laki itu sudah berjalan menyusuri trotoar selama kurang lebih satu jam. Dengan kedua tangan terbenam pada saku jaket dan tudung yang ditarik rendah hingga nyaris menutupi mata, ia terus melangkahkan kaki dengan ditemani alunan lirih musik dari earphone yang terpasang di telinganya.

Ingatan Hyunjin kembali melayang pada Tuan Seo. Sejujurnya ini bukan kali pertama ada pria yang menunjukkan ketertarikan padanya. Dari sekian banyak pria yang dibawa pulang ibunya, ada beberapa dari mereka yang tidak sepenuhnya “lurus.” Hyunjin ingat ibunya pernah membawa seorang pria Thailand ke rumah mereka – namanya Ten – dan saat ia melihat Hyunjin, tatapannya persis seperti Tuan Seo. Hanya saja Ten mengaku secara terang-terangan bahwa ia tidak bernafsu pada “anak kecil” seperti Hyunjin meskipun ia tertarik padanya.

“Belum asyik,” ucap Ten saat itu sambil menyeringai nakal.

Hyunjin menggeleng, berusaha menghilangkan ingatan tersebut dari pikirannya. Ia mendadak berhenti melangkah saat dilihatnya seorang siswa berseragam SMA yang tengah tertidur di halte bus tak jauh di depannya. Ia Han Jisung, dengan sebuah buku tebal dan setumpuk pamflet di pangkuannya. Anak laki-laki itu kelihatan sangat lelah. Kepalanya terkulai bersandar pada kaca halte sementara mulutnya terbuka lebar. Beruntung dari sekian banyak orang yang berlalu lalang di sana, tidak ada yang berniat untuk mengabadikan penampakan wajah Jisung sekarang.

Awalnya Hyunjin hendak berlalu pergi meninggalkan Jisung begitu saja. Lagi pula mereka bukan teman dekat, kenal saja baru kemarin. Ditambah anak itu pernah memukulinya sebulan yang lalu. Tidak ada alasan bagi Hyunjin untuk sekadar mendekatinya. Yah, pengecualian bagi peristiwa di atap kemarin. Ia hanya tidak bisa melihat orang lain akan dipukul atau dipukuli. Ia juga tidak bisa memukul orang. Bukan karena Hyunjin orang yang lemah tapi mungkin hal itu terjadi karena efek trauma dari peristiwa lima tahun silam.
Baru saja hendak melangkah pergi, Hyunjin berubah pikiran saat melihat selembar pamflet yang tergeletak di trotoar tak jauh dari kakinya sama dengan pamflet yang dibawa Jisung. Hyunjin memungutnya.

3Racha’s Busking Event in Geumsan Park.
24th February 2018
4 p.m KST

P.S : Seluruh penghasilan busking akan kami donasikan kepada orang-orang yang membutuhkan

Busking? Anak itu suka bermusik? Apa 3Racha nama grupnya? Hyunjin bertanya-tanya dalam hati. Ia sulit percaya si peringkat dua seangkatan itu ternyata selain hobi memukuli orang juga hobi bermusik. Dan tentunya anak itu juga hobi belajar jika dinilai dari peringkatnya. Hm ... kombinasi yang aneh, pikir Hyunjin.
Hyunjin memilih berhenti memikirkan hal tersebut dan dengan iseng melipat pamlflet di tangannya menjadi pesawat terbang. Setelah meunggu halte agak lengang, ia mendekat dan menerbangkan pesawatnya tepat ke arah Jisung.

Kena!

Jisung terbangun saat merasakan sebuah benda melayang mengenai wajahnya. Ia menatap sekitar dengan bingung dan melihat Hwang Hyunjin tengah memandangnya tak jauh dari sana. Pasti anak itu yang telah mengganggu tidurnya.

Dengan ekspresi sebal, Jisung berdiri dan menghampiri Hyunjin. Anak itu sedikit mendongak untuk menatap lurus ke arah mata Hyunjin karena perbedaan tinggi badan mereka. Hyunjin tahu Jisung berusaha mengintimidasinya tapi kenapa justru terkesan lucu?

“Kau yang melemparnya, kan?!” tanya Jisung tanpa basa-basi.

“Hanya berusaha menyelamatkan wajahmu,” jawab Hyunjin enteng, tidak merasa bersalah sama sekali.

Jisung tergagap, “H-hei, aku tetap tampan bahkan saat tidur!”

“Darimana kau tahu, kau kan tidur.”

Freeze in BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang