"Semangat ya di sekolah baru. Pasti kamu dapet temen baru kok," ucap Willy sambil mengecup kening anak perempuannya.
Karin mengangguk pelan. "Semoga aja ya, Pa," ucapnya sebelum keluar dari mobil.
Karin melambaikan tangannya kepada papanya begitu ia sudah keluar dari mobil. Setelah mobil papanya hilang dari pandangannya, ia berbalik dan berjalan masuk ke sekolah barunya. Hari ini adalah hari pertamanya menjadi anak baru. Tidak bisa di sangkal, ia gugup setengah mati. Ia tidak bisa berhenti memikirkan apakah ia akan mendapatkan teman atau tidak. Ia sudah merasa sangat nyaman dengan sekolah lamanya, sehingga ia bisa bertingkah sesuka hati tanpa di lirik sinis oleh murid-murid lain. Ini semua karena keluarganya pindah rumah, mau tidak mau ia juga harus pindah sekolah dan memulai hidup baru di sekolah barunya.
"Hey, pake name tagnya!" teriak salah satu peremuan yang memakai jas bertuliskan OSIS di saku kirinya yang tiba tiba muncul. Karin sempat terlonjak kaget karena ia sedang asik melamun tadi.
"Eh- iyaiya," jawabnya sambil mengambil name tag dari dalam tas yang sudah ia siapkan dari semalam dan langsung mengalungkannya di leher. Name tagnya seperti biasa, yaitu foto, nama, tanggal lahir, asal sekolah, cita cita. Tidak ada spesial-spesialnya.
Karin berjalan ke kelas yang sudah ia lihat dari mading. Dalam hati, ia terus berharap semoga saja ada yang mau berteman dengannya. Karena kalau tidak, ia akan melewatkan masa-masa SMA nya dengan suram. Ia tidak mau diingat sebagai murid yang kuper oleh murid-murid lain.
Dengan malas, ia berjalan masuk ke kelas yang bertuliskan XA. Begitu ia berjalan masuk, kelas yang sebelumnya ramai langsung menjadi hening. Semua mata tertuju pada dirinya, manatapnya dari atas sampai bawah. Bagi yang laki-laki, mereka saling melirik satu sama lain sambil tersenyum senang. Bagi yang perempuan, mereka langsung berkumpul dan berbisik-bisik.
Karena merasa cukup tidak nyaman dengan perhatian yang ia dapat dari teman kelasnya, ia mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat yang kosong. Begitu ia menemukan tempat kosong di samping satu-satunya perempuan yang tidak menatapnya sedari dia masuk tadi, ia melangkahkan kakinya ke tempat itu.
"Hai, ngak ada yang duduk kan?" tanya Karin pada perempuan tersebut.
Perempuan tersebut mengangkat kepalanya dari layar ponsel untuk menatap Karin. "Ngak ada kok. Duduk aja." Perempuan itu tersenyum manis ke arah Karin.
Karin tidak bohong kalau ia bilang perempuan itu sangat cantik. Ia memiliki warna rambut yang Karin inginkan, hitam kecoklatan.
"Thanks." Karin langsung duduk di samping perempuan yang ia belum tau namanya.
"Nama gue Aira, lo?" tanya perempuan tersebut seperti tahu apa yang di pikirkan Karin barusan.
"Karin," jawab Karin sambil tersenyum.
"Anak baru?"
Karin mengangguk mantap dan menyebutkan nama sekolah lamanya.
"Lo sekolah di sini dari smp ya?" tanya Karin untuk mengenal Aira lebih jauh.
Aira mengangguk lalu menyimpan ponselnya ke saku seragamnya dan fokus pada Karin. Karin merasa senang karena itu berarti Aira menghargainya.
"Dari sd malah," jawab Aira sambil tertawa pelan.
Karin hanya mengangguk-ngangguk tanda mengerti. Tidak lama kemudian, beberapa anggota OSIS berjalan masuk ke dalam kelas. Bukan beberapa sebenarnya, tapi lumayan banyak.
"Semuanya harap diam sebentar ya," ucap salah satu perempuan yang termasuk anggota OSIS. Tapi, seisi kelas yang sudah kembali ribut setelah Karin duduk tidak ada yang mendengarkan. Mereka tetap asik sendiri seperti tidak ada orang lain di depan kelas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Curiosity
Teen Fiction(SUDAH DAPAT DITEMUKAN DI GRAMEDIA) Hari pertama sekolah, Karin sudah membuat satu sekolah heboh. Dan yang membuat heboh adalah Davin, ketua kelas yang cuek pada semua perempuan, menggendongnya ke uks. Sejak saat itu, Karin mulai penasaran dengan se...