Part 5

190K 9.3K 168
                                    

"Bye, Ra. Hati-hati." Karin melambaikan tangannya pada Aira.

Aira melambaikan tangannya juga sebelum berjalan keluar kelas. Supirnya sudah menunggu di depan kelas. Sedangkan Karin masih di kelas, menyalin catatan fisika yang belum ia selesaikan. Bahkan, tadi ia tidur saat guru sedang menjelaskan di depan.

"Lo ngapain?"

Karin mengangkat kepalanya dan mendapati Davin berdiri di depan pintu kelasnya. "Lagi ngapain keliatannya?" balasnya sambil kembali menyalin.

Davin berjalan masuk ke dalam kelas Karin yang sudah kosong. "Emang kenapa belom selesai? Lelet sih nulisnya," ucap Davin sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Karin memutar kedua bola matanya. "Bukannya lelet, tadi gue tidur. Jadi gak sempet nyatet deh."

Begitu mendengar ucapan Karin, Davin menepuk kedua tangannya. "Gila, anak jago ya tidur di kelas. Gue aja gak pernah tidur di kelas loh." Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

Karin tertawa pelan. "Gak papa deh, bandel-bandel dikit. Yang penting kan gue masih nyatet, bukannya abis tidur langsung pulang."

Davin tersenyum tipis dan berjalan ke samping Karin. Ia menundukkan kepalanya untuk melihat buku catatan Karin. "Ih, tulisannya berantakan," ucapnya dengan jahil.

Karin langsung menutup tulisannya dengan tangan kirinya. "Kan lagi buru-buru, jadinya jelek tulisannya. Jangan liat-liat ah!" seru Karin dengan panik. Tidak mau sampai Davin melihat tulisannya yang seperti cacing menari.

Davin tertawa melihat tingkah Karin. Karin langsung berhenti menulis dan menatap Davin dengan takjub. "Lo bisa ketawa juga?"

"Bisa lah. Emang gue bukan manusia?" balas Davin. Kembali ke Davin yang cuek.

Karin mengangkat bahunya dan kembali menyalin. "Siapa tau aja, habis katanya lo itu orangnya cuek banget."

"Well, kata orang kan? Bukan kata gue. Jangan gampang percaya sama kata-kata orang makanya," ucap Davin. "Masih lama gak?" tanya Davin lagi begitu Karin tidak menjawab ucapannya.

"Lumayan. Duluan aja," balas Karin tanpa mengahlikan kepalanya dari papan dan buku tulisnya.

Davin mengangguk. "Oke, duluan ya." Lalu, ia berjalan meninggalkan Karin.

"Gak peka," gumam Karin pelan begitu Davin sudah keluar dari kelasnya. Walaupun tadi ia memang menyuruh Davin pulang duluan, bukan berarti ia benar-benar ingin Davin pulang.

Karin menghembuskan nafasnya dengan berat begitu menyadari bahwa ia sudah mulai jatuh cinta pada Davin. Ia selalu ingin berada di dekat Davin. Ia selalu ingin bertemu Davin. Dan ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tahu seberapa cueknya Davin pada perempuan.

Begitu ia selesai menyalin, ia membereskan barang-barangnya dan berjalan keluar dari kelas. Ia masih harus berjalan ke gerbang komplek karena Kak Nico yang tidak bisa menjemputnya lagi.

"Balik sama siapa lo?" Sebuah suara terdengar saat Karin baru keluar dari kelas dan sukses membuatnya terlonjak kaget.

"Astaga, kenapa harus muncul tiba-tiba deh?" Karin mendumel sambil mengelus-elus dadanya.

Davin menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar emang penakut aja kali."

"Enak aja. Siapa yang gak kaget pas baru keluar kelas terus lo muncul?" Karin memutar kedua bola matanya. "Dah ah, mau balik ya gue. Bye!"

"Sama siapa?" tanya Davin begitu Karin baru berjalan dua langkah. Entah mengapa, ia merasa harus berjaga-jaga setelah apa yang dilakukan Karin pada Ricky dan teman-temannya tadi.

CuriosityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang