Path To The Empire

702 56 31
                                    

Minho terbaring tak sadarkan diri diatas padang ilalang. Matanya mengerjap. Lalu perlahan-lahan terbuka. Pemuda itu menatap tanaman yang berada di depan hidungnya. Bau rumput merangsang kesadaran. Matanya mengitari sekitar. Apa yang terjadi? Pikirnya.

Minho membelalak. Tak bisa melepaskan pandangan dari apa yang berdiri kokoh disekelilingnya. Tembok labirin. Jantungnya mencelos. Ini glade. Dia kembali ke glade? Tempat ia melarikan diri bersama teman-temannya. Tempat para griever.

"Oh, tidak." Rutuk Minho.

Tok. Tokk. Tingg. Tingg.

Bunyi dentingan besi yang dipukulkan ke lapisan batu. Minho menoleh mencari sumber suara. Tiga orang anak laki-laki yang tak asing sedang berdiri menghadap dinding labirin di sebelah pintu masuk. Tiga glader yang seingatnya sudah mati. Alby, Chuck dan Gally. Mereka mengenakan pakaian yang persis sama seperti ketika berada di glade.

Kretek.

Bunyi dahan terinjak mengalihkan perhatian Minho. Seorang anak laki-laki berusia kira-kira tiga belas sampai empat belas tahun sedang berlari. Anak itu tinggi dan berbadan kurus. Mengenakan kaos warna cokelat dengan celana pendek selutut.

"Hei, tunggu!". Panggil Minho mengejar si anak laki-laki berambut hitam.

Meski panjang kakinya lebih pendek dari Minho. Rupanya dia cukup lincah. Anak itu menerobos masuk ruang peta. Minho mengikutinya.

Pemandangan berubah dalam sekejab. Minho terperangah. Dia berada disebuah lorong bawah tanah yang gelap dan dingin. Bau lembab menggelitik penciumannya. Kemana perginya anak laki-laki tadi? Dimana ini? Pikir Minho.

Kretekk. Kretekk.

Bunyi dinding membuka keatas seperti rolling door. Minho menoleh. Suara mengerikan terdengar tak asing ditelinganya. Debaran jantungnya menjadi lebih cepat. Napasnya memburu. Urat-urat syarafnya tegang. Matanya membuka lebar. Menunggu objek dari balik tembok. Berdoa dalam hati semoga tebakannya salah.

Dzingg. Dziigg.

Suara mata besi saling bersahutan. Menggema. Bayangan makhluk yang keluar berukuran besar. Kaki besinya banyak. Minho tak sempat lagi menghitung atau menunggu makhluk itu tampak lebih jelas. Dia yakin seratus persen seperti apa rupanya. Makhluk yang menjadi mimpi buruknya selama hampir tiga tahun. Griever.

Minho berlari sekencang-kencangnya di sepanjang lorong. Napasnya tersengal. Ketakutan membuncah di dadanya. Dari sebelah kiri Griever itu berhasil menyusul. Dia berlari di lorong seberang. Panik. Minho berbelok tak tentu arah demi menghindari sang monster. Kanan. Kiri. Kanan lagi. Kiri. Sial dia menemui jalan buntu. Minho berbalik.

Gubrakkk!!.

Griever yang mengejarnya menghadang. Minho berbelok ke kanan. Baru dua kali melewati tikungan, monster bercapit itu menabrak dan menembus dinding di ujung jalan.

Pemuda itu kaget dan mengambil langkah ke kiri. Minho memacu kakinya agar lebih cepat lagi. Tiba-tiba tubuhnya berhenti dan sulit digerakkan. Minho sekuat tenaga memaksa setiap sendinya agar bergerak. Wajah mantan ketua pelari itu sampai memerah. Urat-uratnya menonjol. Saking kerasnya usaha Minho.

Bukannya maju. Tubuh Minho malah terlempar ke langit-langit dan menempel dengan posisi telentang. Dai kerahkan seluruh daya agar bisa melepaskan diri. Tapi tubuhnya tak bergeming sama sekali.

Dziingg. Dziingg. Dziingg.

Suara kaki Griever kian mendekat. Minho mulai panik. Keringat membasahi dahinya. Napasnya memburu. Semoga Griever tidak menemukannya diatas sana.

Dziiggg.

Brakk!.

Kaki-kaki Griever menancap ke sebelah kepalanya. Minho membelalak. Jantungnya seperti melompat keluar. Urat syarafnya menonjol saking takutnya. Dengan wajah memerah, Minho menatap monster bercapit yang siap melahapnya. Napas pemuda itu memburu saat wajah Griever mendekat dan membuka mulutnya. Deretan gigi tajam makhluk itu terlihat jelas. Menerjang ke arahnya.

Secret Trial: Life To Be Killed (The Maze Runner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang