Ethan's POV
Suara derap langkah kakiku menggema di lorong rumah sakit. Aku melangkah dengan cepat menuju ruangan Emma. Dreamcatcher yang aku bawa berayun sesuai gerakan tanganku. Dan sampailah aku di depan pintu kamar Emma. Dengan tergesa-gesa aku segera meraih kenop pintu itu dan membukanya.
Aku terperangah. Kamar itu kosong. Selimut dan bantal di atas kasur rumah sakit itu terlihat berantakan. Aku memberanikan diri melangkah masuk. Mataku menjuru ke segala bagian di ruangan ini.
"K-kamu... s-siapa?"
Aku menolehkan kepalaku ke arah suara itu. Seorang nenek berpakaian baju rumah sakit menatapku keheranan. Ia memincingkan matanya untuk melihatku. Mungkin matanya sudah rabun. Maklum orang tua.
Celaka 13, aku salah kamar! rutukku dalam hati.
"Ah, anu... s-sa... s-saya salah kamar, Nek," kataku terbata-bata. Aku menggaruk leherku yang sebenarnya tak gatal.
"Anak muda kok sudah pikun," gumamnya cukup keras sehingga aku bisa mendengarnya. Nenek mendekati kasur dan beranjak naik dengan pelan.
"Ah m-maaf ya, Nek. Saya permisi dulu," pamitku sambil meninggalkan ruangan itu.
Begitu di luar, aku segera menarik napas sebanyak-banyaknya dan menormalkan detak jantungku. Aku membalikkan badan dan mataku terpaku pada nomor kamar itu. Angka 209 tergantung dengan manis di pintu itu.
"Pantesan," gumamku.
Aku segera melangkahkan kaki menuju kamar Emma. Begitu sampai, aku melongokkan kepalaku ke jendela kecil di pintu. Mengecek kalau-kalau aku salah lagi. Walaupun angka 309 tergantung manis di pintu, bisa saja ada yang usil mengganti-ganti nomornya.
Aku terkejut. Sesosok laki-laki terlihat membelakangi pintu.
Itu siapa? batinku bertanya-tanya.
Aku menggengam handle pintu dan membukanya. Laki-laki itu menoleh. Wajahnya sama sekali tak kukenal. Berarti bukan anak sekolah. Tapi dia siapa?
"Hai," sapanya.
"Hai juga. Siapa ya?" akhirnya pertanyaan itu terlontar juga dari mulutku.
"Oh, kenalin. Gue Nathan. Temennya Lyn waktu di Wina," ia menyondorkan tangannya untuk bersalaman.
Tangankupun menyambutnya, "Ethan."
"Oh, jadi lo yang namanya Ethan?" matanya seperti menscanku dari ujung kepala hingga ujung kaki ku
Ini cowok apa-apaan sih, gumamku dalam hati sambil menganggukan kepala. Perasaan aku jadi cowok kagak kayak dia.
"Emang kenapa kalo gue Ethan? Masalah?" ucapku dengan nada kesal.
"Gue cuma nggak nyangka cowok yang selama ini Lyn panggil itu kayak lo. Ternyata gua lebih keren. Hahahaha!" tanganku mengepal tanda kesal.
"Manggil? Maksud lo?" tanyaku dengan nada menyelidik.
Nathan hanya mengedikkan bahunya, "gue kagak punya hak untuk menjawab pertanyaan lo yang itu."
Amarah bercampur rasa penasaran berkecamuk di dadaku. Amarah akibat cowok yang terlalu kepedean di depanku ini. Dan rasa penasaran dengan ucapannya. Tapi sepertinya ucapan cowok ini belum bisa dipercaya.
"Eh, ada Nak Ethan," suara Tante Vienna menggangguku yang sedang meredam segala rasa di dadaku.
"Iya tante," kataku sambil nyengir.
"Nak Ethan dan Nak Nathan udah makan? Tante bawain rendang kesukaan Lyn nih. Untung Tante bawanya banyakan. Kalian mau?" Tante Vienna menunjukkan rantang yang ia bawa.
"Nggak,Tante. Makasih," tolak Nathan.
"Nggak usah, Tante. Tadi Ethan udah makan di rumah," tolakku halus.
Tante Vienna menaruh rantang dan barang bawaan lainnya di atas meja rumah sakit, "Baiklah."
Tangan Tante Vienna bergerak membuka tutup rantang berisi rendang itu. Aroma rendang yang menggugah selera langsung menguar ke segala sisi ruangan ini. Mau tak mau mrmbuatku harus menelan ludah. Aroma yang khas membuatku kembali pada masa kecilku.
FLASHBACK ON
Author's POV ON"Emma! Ethan! Masakannya udah jadi nih! Makan yuk!" panggil Tante Vienna.
Suara langkah kaki yang berlari terdengar mendekati arah ruang makan. Diiring dengan gelak tawa anak kecil. 2 Anak itu segera duduk di meja makan. Aroma masakan enak tercium di hidung kecil mereka. Tante Vienna segera mengambilkan nasi dan masakannya hari itu ke piring Emma dan Ethan. Begitu tersaji, 2 anak itu langsung menyendokkan makanan ke dalam mulut mungil mereka.
"Hmm! Enak, Ma! Ini namanya apa?" tanya Emma dengan antusias.
Tante Vienna tersenyum, "Ini namanya rendang. Enakkan?"
"Enak banget Tan!" Sahut Ethan.
"Enak, Ma! Ini makanan terenak yang Emma makan! Mama sering-sering masak rendang ya," pinta Emma kecil.
Tante Vienna mengangguk senang. Mereka bertiga melanjutkan makan dengan gembira. Juga diselingin canda tawa. Sejak hari itu rendang buatan Tante Vienna adalah makanan kesukaan mereka berdua.
FLASHBACK OFF
Author's POV OFF
Ethan's POV"Nak? Nak Ethan?" panggil Tante Vienna sambil menggoyang-goyangkan tubuhku.
"Eh? Iya, Tante? Maaf Ethan ngelamun," kataku.
"Iya nggak papa. Nak Nathan udah pulang duluan. Lyn keliatannya juga belum selesai diobati. Nak Ethan mau nunggu sampe Lyn selesai?" tanya Tante Vienna.
"Boleh. Sebenernya Ethan mau tanya sesuatu sama Tante,”
“Apa itu nak?”
“Kenapa Tante memutus kontak antara aku dan Lyn? Bisa Tante ceritain sama Ethan apa yang sebenernya terjadi?”
Lagi-lagi aku melihat muka pucat Tante Vienna akibat pertanyaanku. Sejenak Tante Vienna terdiam sambil mengatur napasnya yang tak beraturan. Ia pun mulai membuka mulut dan mengalirlah semua kenyataan yang sebenarnya.
***
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hai, devil kembali! Maaf lama banget updatenya. Maklum devil sibuk nyabutin nyawa banyak orang huahahahaha. Chap selanjutnya tentang ceritanya Tante Vienna, jadi tunggu ya ;)

KAMU SEDANG MEMBACA
Dreamcatcher
Novela JuvenilKetika Dreamcatcher dipercaya bisa memberikan mimpi indah, akankah berlaku pada Ethan dan Emma? Mimpi indah apa yang akan diberikan Dreamcatcher pada mereka? Dan apakah mimpi itu akan menjadi kenyataan? Copyright © 2014-2015 devilnoona. All Right R...