Author's POV
Sudah seminggu berlalu bangku di sebelah Ethan kosong tak berpenghuni. Menandakan Lyn nggak masuk sekolah. Ethan yang juga sibuk dengan sekolahnya belum bisa mengunjungi Lyn. Ethan merasa hal yang aneh.
Rasa apa ini? pikir Ethan, nggak mungkin gue ngerasa sepi ga ada Lyn.
Lagipula Ethan sudah terbiasa sendirian. Ethanpun melupakan perasaan itu dan konsentrasi pada guru yang sedang membuat hujan rintik-rintik.
***
Ethan menyusuri lorong dengan banyak pintu di sampingnya. Bau obat menguar kemana-mana.
"305, 306, 307, 308, 309. Nah," gumam Ethan sembari melihat nomor pintu di sebelah kanannya.
Ethan menengok jendela di pintu itu. Terlihat Lyn terbaring lemah di kasur itu. Ethanpun mengetuk pintu dan membuka pintu itu perlahan. Ia disambut dengan senyum di wajah Mama Lyn yang terlihat lelah. Kantung mata terlihat menggantung di mata Mama Lyn. Tampaknya Mama Lyn kurang tidur dan banyak menangis.
"Eh, kamu. Mari masuk, masuk. Maaf ya tapi Lynnya belum sadar," sambut Mama Lyn.
"Eh iya nggak papa, Tante. Oh iya, saya Ethan, Tante. Temen sebangkunya Lyn," kata Ethan mengenalkan diri sambil memberikan buah-buahan buat Lyn.
Mamanya Lyn sempat terkejut namun ia segera menormalkan wajahnya. Berharap Ethan tidak melihat ketekejutannya. Namun Ethan terlanjur sempat melihatnya.
"Oh, makasih ya Nak Ethan. Coba kemarin nggak ada Nak Ethan, nggak tau Lyn bakal gimana," kata Mama Lyn tulus.
"Iya sama-sama, Tan," balas Ethan, "Tante, boleh Ethan bicara sebentar sama Tante?"
"Boleh, bicara apa, Nak?" tanya Mama Lyn heran.
"Bisa kita keluar sebentar? Nggak enak di sini. Takut nanti Lyn terganggu," pinta Ethan yang langsung ditanggapi dengan anggukan kepala Mama Lyn. Merekapun keluar dan duduk di ruang tunggu.
"Jadi, Nak Ethan mau bicara apa?" sahut Mama Lyn memecah keheningan.
"Jadi gini, Tan. Saya panggil Tante," Ethan diam sejenak, "Tante Vienna?"
Mama Lyn-atau Tante Vienna-menatap Ethan terkejut.
Bagaimana bisa anak ini menyadari diriku? pikir Tante Vienna.
"Bagai-" tanya Tante Vienna yang langsung diputus Ethan, "Tante kaget?"
"Kenapa Tante harus kaget? Ethankan memang kenal sama Tante, terutama Emma atau yang sekarang dipanggil Lyn?" tanya Ethan. Ethan sudah memikirkannya semalam.
"Eh? Ah, s-soal i-itu," jawab Tante Vienna gelagapan. Ethan dengan sabar menunggu jawaban Tante Vienna.
"Jadi gini Nak, Tante mau Tante sama Emma nggak nginget-nginget masa lalu lagi. Tante dan Emma bermaksud untuk memulai lembar baru. Tanpa bayang-bayang masa lalu," jelas Tante Vienna.
Ethan memaklumi tindakan Tante Vienna. Tante Vienna ingin melupakan bayang-bayang Om Steve. Ethan sebenarnya juga tidak tau alasan dibalik itu semua. Mungkin memang Tante Vienna tidak cocok lagi dengan Om Steve.
"Jadi, Tante pindah ke Wina dan memulai semuanya lagi. Lagipula, cara ini adalah cara yang terbaik agar Emma tidak depresi, lagi pula Emma..," ucapan Tante tiba-tiba terputus. Raut muka Tante mendadak mendung.
"Emma kenapa, Tan?" Ethan benar-benar penasaran.
"E-emma, E-emma," jawab Tante Vienna, "Emma amnesia, Nak."
Seketika itu juga tangis Tante Vienna pecah. Ethan benar-benar shock. Apa Emma sebegitu depresinya hingga ia amnesia? Apakah Emma benar-benar tidak ingat dirinya? Banyak pertanyaan muncul di benar Ethan. Ia merasa dadanya sesak. Ketika cinta pertama kita tidak lagi mengingat siapa kita, kita merasa hancur.
Author's POV END
***
Ethan's POV
Pusing mikirin Emma atau Lyn itu. Kenapa juga dia harus ganti nama panggilan? Kenapa dia nggak ngabarin aku sebelum dia kecelakaan? Jangan-jangan dia kecelakaan begitu sampe Wina? Atau jangan-jangan Tante Vienna ngelarang Emma buat tetep kontak-kontakan sama aku?
Pantes aja waktu itu aku lihat banyak luka jahit di lengan Emma. Bisa aku tebak kecelakaannya cukup parah. Pokoknya aku harus tanya Tante Vienna. Aku segera beranjak dari tempat tidur empukku dan mengambil dreamcatcher. Aku mengambil kunci motor dan segera melesat ke rumah sakit.
Hari ini, aku harus tau semuanya!
***
Flashback ON
"Hei Lyn!" panggilku. Lyn malah melengos.
"Woi! Cemberut mulu ini anak. Ntar lu mirip Paman Gober," kataku namun masih nggak ditanggapi Lyn.
"Hei? Iya deh, sorry sorry. Lu mau maafin gue kan?" kataku lagi.
"Hmm," gumam Lyn pelan.
"Idih, lu mah ga ikhlas banget. Guekan udah minta maaf," protesku.
"Iye, iye. Habis lu ngejek gue mulu," Lyn balik protes. Aku hanya bisa terkekeh
Suasana kantin saat itu emang lagi sepi. Toh, ini juga udah pulang sekolah. Cuma anak rajin yang masih betah di sekolah. Termasuk aku dan Lyn. Ups. Nggak nggak. Aku dan Lyn lagi ngerjain tugas kelompok. Dasar sekolah jaman sekarang. Ada aja tugasnya.
"Udah jangan gue. Ntar nggak kelar kelar," kata Lyn memperingatkan. Aku manggut-manggut patuh.
Aku mulai menatap sekeliling. Segelas es teh yang keliatannya mulai kegerahan ada di hadapan Lyn. Memang cuaca sekarang sangat panas. Ada kotak pensil mungil berwarna biru muda di sampingnya. Sebuah pen menari-nari di atas kertas menurut perintah pemiliknya, Lyn. Jari-jari lentik itu menggenggam erat sang pen.
Aku mengernyitkan dahi. Ada sesuatu yang aneh di lengan Lyn. Bukan cuma satu, ada 5. Aku mulai menghitung ternyata. Sesuatu itu terlihat seperti guratan. Bukan bukan. Itu... adalah luka bekas jahitan.
"Ini apa?" tanyaku sambil menunjuk lengan Lyn.
"Apaan? Kan gue udah bilang jangan ganggu gue," kata Lyn masih berkutat dengan tugas itu. Akupun menggenggam lengannya.
Lyn menolehkan kepalanya menuju tanganku, "Apa-," Lyn terpaku.
Aku hanya bisa memandangnya heran. Muka Lyn tiba-tiba mengeras. Ia segera menepis tanganku dari lengannya. Sepertinya ia terganggu.
"Jangan ganggu gue lagi," sahutnya dingin dan kembali bergumul dengan tugas itu.
Emangnya kenapa sama luka itu?
Aku hanya bisa terheran-heran pada sosok Lyn yang misterius.
FLASHBACK OFF
Ethan's POV END
***
Masih penasaran ga ya? Segini pendek ga sih sebenernya? Di tab keliatannya panjang soalnya ._.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreamcatcher
Teen FictionKetika Dreamcatcher dipercaya bisa memberikan mimpi indah, akankah berlaku pada Ethan dan Emma? Mimpi indah apa yang akan diberikan Dreamcatcher pada mereka? Dan apakah mimpi itu akan menjadi kenyataan? Copyright © 2014-2015 devilnoona. All Right R...