4 - Accident

99 7 0
                                    

Ethan's POV

"Psst...."

Aku tidak bergeming. Mungkin bukan manggil aku.

"Psssttt... psstt...," ulang suara itu. Kali ini dibarengi punggungku dicolek-colek mesra-eh.

Berisik banget sih. Toh, aku punya nama. Jangan bilang dia orang terkudet di dunia nggak tau namaku. Mau tak mau aku memutar badanku ke arah asal colekan mesra itu.

"Apa sih?!" kataku kesal namun dengan volume pelan.

Aku nggak berani ngomong keras-keras soalnya masih pelajaran. Apalagi Pak Hari lagi sibuk pacaran dengan papan tulis kesayangannya. Pak Hari terkenal dengan ketegasannya-lebih tepatnya kegalakannya- dan kata-katanya yang tak terbantahkan. Aku masih sayang nyawa buat berurusan dengannya.

"Pinjem bolpen dong. Bolpen gue mendadak ngambek," kata cowok itu dengan nada panik.

Aku hanya bisa menghela napas panjang dan memutar bola mataku sambil menjangkau bolpen yang ada di kotak pensil, "nih. Awas balik ga utuh," ancamku. Dasar cowok jaman sekarang.

Pletak! Pletak!

Dua kapur warna melayang dengan mulus ke kepalaku dan kepala Doni, cowok nggak modal itu. Seluruh kepala penghuni kelas menoleh ke arah suara itu. Aku hanya bisa memandang muka Pak Hari dengan cengiran. Begitu juga Doni. Dia persis kayak kuda.

"Kalian berdua! Bisa tidak, menahan mulut kalian untuk bicara? Kalian ini laki-laki, banyak bicara!" suara Pak Hari bagai petir di siang bolong. Menggelegar.

"Berarti cewek boleh dong, Pak?" cari mati itu cewek. Pak Hari hanya bisa melotot mendengar pertanyaan itu.

"Oiya, kali ini kita akan mengadakan kerja kelompok yang terdiri 3 orang. Kalian bebas menentukan kelompok," perintah Pak Hari setelah semua tenang, "kecuali ini dan ini..."

Aku mendongak. Pak Hari tepat menunjuk arah ku dan Doni. Mati aku. Donikan bloonnya ¾ hidup!

"... dan satunya terserah kalian," aku melirik Lyn. Lyn malah mengernyitkan dahinya.

"Ayolah, Lyn. Masa lu tega ngeliat temen sebangku lu menderita sama itu anak? Please?" ku keluarkan jurus mata memohonnya Puss-in-boots.

"Oke. Tapi sebagai gantinya, lu traktir gue di kantin selama 1 bulan! Deal?" tawar Lyn sambil menjulurkan tangannya. Bak gameshow di TV.

"Deal deh," jawabku penuh keterpaksaan.

Yang jelas nggak cuman aku yang menderita sekelompok sama Doni.

***

"Ting tong!"

Bel itu terus berbunyi. Dengan ogah-ogahan, aku berjalan dan membuka pintu rumahku. Tampaklah Lyn dan Doni sedang mengamati bagian luar rumahku. Kepalaku ikut melongok.

Perasaan rumah gue nggak pake patung Gargoyle deh. Ngapain diliatin, batinku.

"Cari apaan?" mereka berdua tersentak kaget.

"Eh, nggak kok, Than. Rumah lu bagus," jawab Lyn disertai cengiran Doni.

"Masuk yuk," ajakku untuk menampilkan sisi pemilik rumah yang baik.

Aku langsung mengajak mereka ke kamarku. Tidak mau menanggung resiko yang paling buruk sekalipun. Eits, tentu dengan pintu yang terbuka. Bisa-bisa Mama melakukan kejahilannya.

"Wahh, apaan nih? Kayak cewek aja lu, Than," sahut Doni seketika.

"JANGAN SENTUH!" teriakku.

Terlambat. Dreamcatcher yang dipegang-pegang Doni secara brutal tadi, sudah berada di lantai. Kami hanya bisa mematung. Terutama Doni yang shock berat. Ia sampai tidak bisa menutup mulutnya. Aku yang begitu tersadar, langsung mengambil Dreamcatcher itu.

"Oh, tidak," Dreamcatcher itu terbelah menjadi 2 bagian. Beberapa talinya putus dan manik-maniknya berserakan.

"KELUAR!" bentakku menahan amarah. Untuk kedua kalinya mereka tersentak kaget.

"Sori, bro. Gue bener-bener gak mak...,"

"GUE BILANG KELUAR SEKARANG JUGA!"

Mereka ketakutan setengah mati. Apalagi melihat mukaku yang merah padam dan mataku yang sudah merah menahan air mata ini. Akhirnya mereka keluar dan meninggalkanku sendiri. Dan air mata ini kembali jatuh.

Ethan's POV END

***

Makin dirasa kok Ethan nangis mulu ya? Tapi pelanggan jangan nganggep dia cengeng. Dia aslinya nggak gitu kok. Kan sama kayak kalian juga kalo barang berharga kalian dirusak. *alibikembalidimulai*

Ini cerita sebenernya ada yang baca ga sih? :((

DreamcatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang