PROLOG

2.3K 176 105
                                    

■I just want spread love and peace. To everyone I that meet. If I could change the world overnigth, what else can I do when I'm feeling low? So I take a deep breath and let it go. They can break everything I'am, But I'am standing on my feet. I don't take things as they come if they bring me down. And I'll spread love and peace for the cruel life. Cause I do not live at once, I only die once and life everyday. Cause I just be the good, God loves the goodness.■

Seperti biasa, Frida sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Dia termasuk gadis yang tak mau ribet soal style. Tapi ciri khasnya adalah, seragam yang longgar lengkap dengan kerudung yang menyelimuti kepala hingga tubuh bagian atas. Tak ada polesan make up di wajahnya. Dia berbeda, tak seperti anak remaja seusianya yang sedang demam bersolek untuk ke sekolah.

Menurutnya perempuan cantik tidak hanya dari wajah, yang terpenting akhlaknya baik, dan Frida selalu berusaha menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.

Dia tengah menunggu bus sekolahnya di halte dekat apartemennya. Ia bisa saja naik kendaraan pribadi, tapi Frida lebih suka berangkat dengan kendaraan umum.

Tak perlu waktu lama Frida sampai di sekolahnya. Tunas Pelita, ya hampir 3 tahun ini Frida menuntut ilmu di sini. Dia bukanlah gadis populer seperti deretan cewek OSIS yang kebelet tenar, atau anggota squad cewe alay penggila deretan most wanted di sekolahnya.

Dia hanya gadis yang disibukkan dengan beberapa ekskul yang dia ikuti. Alasannya mengikuti banyak kegiatan di sekolah, karena dia lebih suka berada di luar rumah mencari kesibukan.

"Selamat pagi..." Sapa seorang lelaki saat Frida baru saja masuk kelasnya. Dia Gerald teman sekelas Frida. Dia membalas dengan senyumannya yang manis.

Kelas masih sepi, hanya ada Tiara yang sesekali bertemu pandang dengan Frida. Tatapannya begitu angkuh, Frida tak ambil pusing. Mungkin memang begitulah Tiara.

Frida mengeluarkan buku diary merahnya. Ya, Frida suka menulis. Karena dengan menulis, Frida bisa bercerita apa saja, apapun yang dia rasa. Tanpa takut ditertawakan atau dianggap lemah karena isi dari ceritanya.

Frida juga suka membaca, sajak dan quotes adalah makanan sehari-harinya. Iya terlalu larut dalam dunia penanya. Hingga dia menjadi sosok yang jarang bicara dan tertutup.

Door!!!

Selvi sukses membuat Frida terkejut.

"Lo belum pernah dicium Mimi Peri ya, Sel?" Gertak Frida sambil menetralkan detak jantungnya. Selvi malah sibuk tertawa hingga matanya hanya segaris.

"Udah ketawanya?" Tanya Frida jengah.

"Udah... aduh..." Selvi berusaha berhenti tertawa. "Buku matematika lo mana?"

"Nyontek?"

"Cuma nyalin doang."

"Sama aja keles," Frida memutar matanya malas. Setelah menyerahkan bukunya, Frida bangkit dari duduknya.

"Lo mau kemana?" Tanya Selvi.

"Kemana kek udah gede."

"Serius gue."

"Jangan terlalu serius Sel, nanti sakit."

"Bucin amat sih lu. Mau kemana ih?"

"Udah lo kerjain PR aja, gue mau ke toilet."

Frida berjalan menyusuri koridor menuju toilet yang berada di belakang ruang olahraga, Frida tak sengaja melihat dua cowok yang sedang berkelahi hingga seragamnya berantakan. Frida mengintip ke dalam ruang olahraga, dan penasaran apa yang akan terjadi nantinya. Kaki Frida melemas dan reflek menutup mata saat salah satu dari siswa itu memukul lawannya hingga tersungkur. Lalu berjalan keluar dari ruang olahraga. Frida menahan napas berusaha bersembunyi agar orang itu tidak menyadari keberadaannya.

Frida kembali mengintip ke dalam. Cowok itu masih dalam posisinya. Ragu, Frida menghampirinya. Mengulurkan tangannya untuk membantu cowok itu berdiri. Lalu membawanya ke ruang kesehatan.

"Aww..." keluh cowok itu saat Frida mengobati sudut bibirnya yang berdarah. Untuk kesekian kali pandangan mereka bertemu. Frida menyerahkan kompres dingin pada cowok itu.

"Jutek amat sih," gerutu cowok itu. Frida tak menghiraukannya. "Nama lo siapa?" Tanya cowok itu lagi. Frida masih sibuk merapikan kotak P3K lalu menaruhnya ke tempat semula.

"Lo bisu?" Cowok itu tersenyum miring.

"Lo bawel!" Seru Frida pelan. Lebih seperti gumaman kecil.

"Apa? Barusan lo ngomong apa?" Tanya cowok itu tapi Frida seolah mengabaikannya.

"Lo tau kan nama gue siapa?" cowok itu kembali mengajak ngobrol Frida. Frida menggeleng membuat cowok itu tertawa.

"Gila, lo anak baru? Masa iya gak kenal Gibral Atlanta the Most Wanted Tunas Pelita dimana setiap cewek sibuk ngejar-ngejar gue?" Cowok yang menyebut dirinya Gibral itu menggeleng tak percaya.

"Emang kenal sama lo itu wajib ya? Kayaknya gak terpampang tuh di list peraturan sekolah? Dan emang lo siapa? Lo aja gak kenal gue, masa gue harus kenal lo?" Frida tak tahan untuk membalas perkataan Gibral.

"Nice... Pertanyaan bagus! Gue udah kasih tau nama gue Gibral the Most Wanted di SMA Tunas Pelita dimana semua cewek ngejar-ngejar gw -"

"Dan lo bangga?" Potong Frida. Itu cukup membuat Gibral tercekat.

"Oke, gue udah ngenalin diri gue. Sekarang nama lo siapa?"

"Gue ga berminat dikenal sama the Most Wanted Tunas Pelita yang katanya digandrungi banyak cewek," Ujar Frida sebelum keluar dari ruang kesehatan. Sungguh, pagi ini sangat memuakkan baginya. Dia berharap tidak bertemu dengan cowok aneh itu lagi.

"Ck, liat aja lo bakal kemakan omongan lo sendiri."

~>♡<~


Te AmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang