escuela

881 117 37
                                    

■Aku mencintai 3 hal , matahari, bulan dan kamu. Matahari untuk siang, Bulan untuk malam, dan Kamu untuk hariku.■

Frida tengah duduk di kantin bersama tiga orang sahabatnya. Selvi, Mira, dan Erna. Mereka sedang menghabiskan makanannya masing-masing. Materi Fisika tadi mampu menguras semua energi mereka.

"Permisi," ujar seorang murid laki-laki. Dari penampilannya, dia adalah anak kelas 10 yang anti sosial.

"Ada apa?" Mira yang akhirnya merespon.

"Maaf kak ganggu, saya di sini disuruh bersihin sepatunya kakak yang pakai kerudung," ujar murid itu terbata.

"Yang mana? Yang pake kerudung ada tiga," kini Selvi yang bicara, mengingat hanya dia yang tak memakai kerudung. Lalu murid itu menunjuk Frida.

"Tuh Fri dia mau bersihin sepatu lu," ujar Selvi cengengesan.

"Emang lo disuruh siapa?" Tanya Mira.

"Anu... kakak yang duduk di pojokan sana." Mereka menoleh ke arah yang ditunjuk murid itu kecuali Frida. Dia masih sibuk dengan batagornya. Malas menanggapi aksi bullying yang marak di sekolahnya ini. Dan sialnya, kali ini dia harus terlibat secara tak langsung dalam skenario membully ini.

Murid itu berjongkok, berniat mendekati sepatu Frida. "Stop," ujar Frida mebuat murid itu mengurungkan gerakannya dan tetap berjongkok. "Berdiri," instruksi Frida.

"Lo bego apa polos sih?" Ujar Frida kehabisan kata-kata. Moodnya sudah hancur dari semalam. "Sekarang lo balik ke kelas lo." Ujar Frida lalu murid itu menggeleng. Frida membaca name tag laki-laki itu. Dito namanya.

Frida menghela napasnya kasar. "Oke, Dito bilang sama yang nyuruh lo kayak gini, gue Frida. Salam kenal dan suruh dia kesini setelahnya lo bisa kembali ke kelas," ujar Frida mengalah.

Dito berjalan menghampiri gerombolan anak futsal yang berada di pojokan kantin itu. Tak lama terdengar riuh godaan dan siulan di sana.

Frida tak ambil pusing. Dia kembali fokus pada batagornya. 

"Lo cari masalah?" Erna angkat bicara.

"Gue yakin, tukang bully kayak mereka cukup cupu buat tanggung jawab. Mana mungkin orang itu beneran kesini!" Ujar Frida lalu menyedot jus mangganya.

"Kata siapa?" Suara itu, Frida mengenalnya. Frida tersedak karena terkejut. Lalu menoleh  ke sumber suara. Dia Gibral. Lelaki kepedean di ruang kesehatan. Drama apa lagi yang akan terjadi?

"Gue bukan orang cupu. Dan hai Frida!" Gibral tersenyum sok manis. "Ternyata selain dingin, lo juga labil. Lo kemarin bilang 'Gue ga berminat dikenal sama the Most Wanted Tunas Pelita yang katanya digandrungi banyak cewek.' Tapi? Lo sendiri yang ngasih tau nama lo. Dasar cewek!"

"Udah selesai?" Ujar Frida malas. Gibral mengangguk. "Sekarang giliran gue yang ngomong!" Frida bangkit dari duduknya dan berdiri berhadapan dengan Gibral. Banyak siswa siswi kepo dan mencuri-curi pandang. Ada juga yang terang-terangan menonton tayangan gratis ini.

"Selain pede lo yang tingkat tinggi, lo juga kurang kerjaan ya? Ngerasa hebat bisa ngebully anak kelas 10?" Frida menatap tajam sedangkan Gibral hanya menyeringai.

"Wah jelas, gue kelas 12 di sini. Bebas dong? Gue juga bisa ngebully lo. Tapi sayang..." Frida menanti pernyataan Gibral berikutnya. Ia menaikkan satu alisnya.

"Lo cantik. Ga pantes dibully. Lebih pantes jadi cewek gue," lanjut Gibral membuat Frida memasang wajah mual.

Sorak-sorai cewe alay mulai histeris. Sosok Most Wanted sedang dipermalukan oleh seorang gadis bernama Frida.

"Dan lo udah cukup tenar, ga perlu cari sensasi." Frida tersenyum muak. Lalu menatap sahabatnya. Seakan mengerti, mereka bertiga ikut berdiri dan mengekor pada Frida. Gibral mencekat lengan Frida namun segera ditepis. 

"Gue suka sama lo, FRIDA!!!" Teriak Gibral membuat seisi kantin ikut histeris. Gibral tersenyum miring. Keempat temannya datang menghampiri Gibral.

"Liat, sebentar lagi tuh cewe bakal jadi milik gue!" Ujar Gibral pada teman-temannya.

~>♡<~


Te AmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang