disputas

677 74 11
                                    

■Aku tak berniat mengelak akan rasa ini, mungkin jatuh padamu adalah sebuah takdir yang telah digariskan. Namun perlu kamu tau, cukup mengenalmu saja aku sudah bahagia.■

"Lu duduk aja, biar gw yang bersihin semua," ujar Gibral setelah membantu Frida duduk. Frida dan Gibral dihukum untuk membersihkan ruang olahraga.

Tak ada toleransi, kecuali hari ini mereka selamat tidak dijemur, karena keadaan Frida yang tidak memungkinkan.

"Makasih ya." Nada suara Frida bergetar, suasana menjadi canggung.

"Barusan lu bilang apa? Makasih?" Tanya Gibral. Membuat Frida menautkan alisnya bingung.

"Keren, cewek angkuh kayak lu berterima kasih? Ck, lu ga kesambet kan?" Lanjut Gibral.

Frida menggeleng dengan wajah muak, lelaki di hadapan nya ini sangat lebay. "Tapi, ajaib banget hari ini, gw bersyukur gw bisa telat sama lu. Pertama, gw jadi ga perlu hormat bendera dan di jemur. Kedua, baru pertama kali gw jadi semangat banget nih dihukum. Mungkin karena di temenin bidadari kal ya?" Cerocos Gibral.

"Berhenti sebut gw sebagai bidadari, atau..."

"Atau apa?" Potong Gibral. "Lu baper?" Gibral memicingkan matanya.

"Enggak," jawab Frida cepat

"Muna! Lu baper kan? Padahal kan belum tentu bidadari yang gw maksud itu lu." Gibral tersenyum puas saat melihat perubahan mimik wajah Frida.

"Tapi, kalo lu beneran baper, gw tanggung jawab kok," lanjutnya.

"Maksud lo?"

"Ya, gw udah berapa kali ya bilang kalo gw suka sama lu," ujar Gibral.

"Suka pengen nabok? Kayak adegan si Rain di magic hour? Ck, ini prank lagi kan? " Frida menggeleng-gelengkan kepala nya.

"Enggak. Ini serius. Gw suka sama lu. Kalaupun lu ga mau jadi pacar gw, HTS aja juga gapapa," ujar Gibral to the point.

"Demen ngaco lu ya?" Timpal Frida cepat.

"Gw serius. Ga tau kenapa, sama lu gw ngerasa beda. Lu bukan kayak cewe alay yang selama ini ngejar-ngejar gw. Dan gw rasa, gw udah kemakan omongan gw sendiri. Gw beneran suka sama lu. Dan gw tau, cewe tipe lu itu ga mau pacaran kan? Gapapa, kita HTS aja. Gimana?" Frida sudah tidak tahan lagi ditatap begini oleh Gibral.

Frida mengusap wajahnya frustasi. "Jangan bohongin diri lu sendiri, gw tau kok lu juga tertarik kan sama gw? Lebih baik jujur, dari pada nyesel," lanjut Gibral.

"Terserah," ujar Frida sambil menepis tangan Gibral.

"Kita tuh lagi di hukum, udah sana lanjutin bersih bersih nya," lanjut Frida. Gibral mencubit pipi Frida gemas.

"Lu ga cuma cantik, tapi imut juga, apalagi kalo lagi kesel." Gibral berdiri lalu melanjutkan aksi membersihkan ruang olahraga kembali.

***

Frida terpaksa tidak mengikuti ulangan hari ini. Dia sedang berada di ruang kesehatan. Kakinya sudah di balut transperban. Dan dia duduk diatas bangkar sambil merutuki ponselnya yang kehabisan baterai disaat yang tidak tepat.

Frida menyuruh Gibral kembali ke kelasnya. Karena dia sudah kelas 12, harus fokus dengan materi yang akan di UN-kan. Selain itu, Frida juga malas jika harus berdua dengan Gibral sepanjang hari. Mau tapi malu, silahkan cap Frida munafik. Tapi perasaan sulit dibohongi. Frida mulai menyukai Gibral.

"Gw kenapa sih? Jijik ih." Frida mengusap wajahnya berusaha menghilangkan bayangan Gibral dari pikirannya.

Suara pintu terbuka. Reflek Frida menoleh ke sumber suara. Tirai penutup bangkarnya terbuka. Seorang cewe seumuran dengannya menghampiri Frida. Frida yakin dia bukan anggota PMR atau petugas UKS. Dia salah satu anak OSIS yang tadi pagi berjaga di gerbang.

"Hai Frida..." Cewek itu tersenyum dan berdiri tak jauh dari Frida. "Masih sakit kaki nya?" Lanjutnya. Frida menggeleng dengan tatapan curiga.

"Owh.. sudah sembuh, atau sebenarnya ga sakit? Lu cuma akting kan tadi? Caper sama My Baby Gibral?" Suara cewe itu naik 1 oktaf.

"Sok tau deh lo. Kaki gw sakit beneran," timpal Frida cepat.

"Oh ya?" Lalu tanpa di sangka, cewe itu mencengkram pergelangan kaki Frida yang di balut. Frida meringis kesakitan. "Eh iya, sakitnya beneran," ujar cewe itu lalu tersenyum miring. Cewe itu menghampiri, berdiri di sebelah Frida dan menangkupkan kedua tangan nya di pipi Frida.

"Denger ya, jangan terlalu berharap sama Gibral. Lu tuh ga pantes. Dan jangan jadi benalu penghancur hubungan orang." Tukas cewek itu.

"Maksud lo?" Frida tak paham arah bicara cewek di hadapannya itu.

"Gw suka sama Gibral. Dan gw ga mau ada cewe yang deket-deket sama cowok yang gw suka." Jelas cewe itu. Cukup membuat Frida terdiam. "Ga usah sok kuat buat bersaing sama gw," lanjutan kalimat terakhir cewe itu membuat Frida merasa tertantang.

Bukan, Frida bukan ingin mencari musuh. Tapi, Frida juga wanita yang juga ingin memperjuangkan perasaannya. Ia sudah terlanjur jatuh, bukan Frida kalau harus mundur.

"Emang lu siapa?" Frida menatap tajam cewe di depannya itu.

"Anna, si Wakil Ketua Osis Tunas Pelita. Lu kurang jauh mainnya, sampe ga kenal cewek se-Hitz gw," saut cewe yang menyebut dirinya Anna.

"Ck, kita liat aja nanti." Saut Frida, lalu tersenyum kecut. Cewe itu mengangkat tangannya bersiap memukul Frida. "Pukul aja, kasian ya lu. Ngaku Wakil Ketos tapi ga punya moral," lanjut Frida menampilkan smirksmilenya.

"Berani nya lu..." kata kata Anna tertahan. Ia menendang tangga kecil yang di gunakan untuk membantu seseorang untuk naik ke bangkar. Lalu Anna pergi membuat Frida tersenyum menang.

Menyedihkan, perempuan penuh obsesi, hingga mempermalukan jabatannya sendiri.

Frida menyandarkan tubuhnya, masih pukul 10, tapi tenaganya sudah terkuras banyak untuk drama konyol yang tak pernah terlintas di bayangannya.

~>♡<~

Hai kawan-kawan...
Feelnya sudah kena belum?
Keep vomment, okay?
👇👇👇

Te AmoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang