"Blaaaar", suara bom yang meledak tepat di samping Xiao Lang. Seketika telinganya pun berdengung. 7 Juli 1937, terjadi insiden di jembatan Marcopolo yang menandakan dimulainya perang Shino ke 2. Kekaisaran Hirohito ingin menguasai seluruh asia untuk kebutuhan perang. Pasukan Kanichiro Tashiro menyerbu jembatan itu dan pasukan China berusaha mati-matian agar tidak dapat ditembus Jepang. Xiao Lang merupakan salah satu sersan di resimen 219. Saat itu banyak sekali korban berjatuhan karena pertempuran saat itu sungguh berat dan memaksa pasukan China untuk mundur. Xiao Lang yang tergeletak karena bom melihat rekan-rekan berguguran baik karena bayonet Jepang, ditembak, maupun di hancurkan hingga berkeping-keping oleh tank. Xiao Lang pun mencoba untuk bangkit dengan kemarahan yang sangat mendalam saat melihat di depannya salah seorang perwira Jepang mengeksekusi rekannya satu persatu dengan katana merahnya.
"Hei, huairen! lai zheli! (hei, orang Jahat kemari!)," seru Xiao Lang sambil menodong Dadao (pisau besar/ golok) ke perwira itu.
"Ā, hito wa aete shinu tsumoridesu. Shinu. (oo, orang itu berani mati. matilah.)", jawab perwira Jepang itu.Bertarunglah mereka di bawah jembatan marcopolo itu. Bunyi gemericik aliran air sungai bercampur dengan darah segar itu mengiringi petarungan mereka. Mereka bertarung hingga salah satu di antara mereka gugur. Perwira itu pun bersorak "Tennoheika, Banzaii! (untuk Kaisar, Bansai!)." Dengan sorakan yang keras itu, perwira Jepang itu maju dan menebaskan katananya pada Xiao Lang. Dia pun menangkisnya dan karena ketajaman katana itu, goloknya pun patah. Terpaksa diapun memakai tangan kosong. Pada serangan kedua Xiao Lang menghindar terus dengan sesekali ia menghajar wajah perwira itu hingga pada akhirnya, ia pun menangkis tangan perwira itu dan menghantam leher perwira itu. Seketika katana perwira itu terlepas dan ditangkapnya. Dengan sigapnya, Xiao Lang menusukan katana itu ke perut perwira itu. Dia tidak pernah bisa melupakan wajah perwira itu. Wajah yang penuh dengan aura untuk membunuh.
Karena Jepang memiliki senjata yang kuat, Jepang pun berhasil memukul mundur bangsa China. Pergerakan Jepang sangat cepat hingga 25 Juli 1937 Jepang masuk ke kota Beijing. Saat itu terjadi kejadian yang sama dengan insiden di jembatan Marcopolo itu. Resimen 59 tempat Xiao Lang berada dan mundur ke kota Beijing itu. harus segera bersiap melawan tentara Jepang itu. hanya 46 ribu prajurit China yang menjaga kota Beijing itu. Xiao Lang pun menjadi penembak runduk dan menghabisi pasukan Jepang itu satu per satu. Saat itu tentara Jepang yang berkekuatan 180 ribu personil berhasil menguasai kota Beijing itu dengan empuknya. Saat itulah resimen 59 mundur ke kota Shanghai.
Resimen kakek pun bersiap untuk menghadang serbuan Jepang di Shanghai. 13 Agustus 1937, 13 adalah angka sial dan benar saja, pertempuran Shanghai pertempuran pertama yang memulai dari serangkaian perang besar di perang Shino dua. Pertempuran yang panjang dan berlanjut. Banyak tentara China mundur ataupun gugur. Adapun juga ditangkap oleh Jepang. Merekapun langsung di eksekusi di tempat. Saat itu resimen 59 menghadapi serbuan pasukan Jepang yang mengganas. Perang ini sangatlah sulit bagi Xiao Lang yang berada di garis depan. Rekannya pun banyak yang berjatuhan.
Saat itu letnan Xiao Lang meniupkan peluit pertanda untuk semua pasukan maju. Beberapa menit kemudian muncullah sebuah tank Jepang dan menghabisi mereka di tempat dengan senapan mesinnya dalam satu kedipan mata. Xiao Lang yang berhasil menghindar mengeluarkan granat dengan penetrasi baja untuk meledakan tank. Akan tetapi naasnya peluru dari meriam tank Jepang itu menghantam tanah dekat kakinya dan menghilangkan setengah kakinya yang sebelah kanan. Xiao Lang yang terpental dan menjatuhkan granat itu berusaha berdiri dan menyadari bahwa setengah dari kaki kanannya menghilang. Sambil merayap, ia meraih granat yang ada di sampingnya dan melemparkan granat itu dan berhasil meledakan tank itu.
Segera bala bantuan pun datang menariknya dari medan pertempuran. Di atas tandu itu, ia tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh tim medis yang menggotongnya. Xiao Lang yang tidak tersadar pun akhirnya siuman di daerah rumah sakit darurat tentara. saat itu lah dia melihat kakinya yang hilang. Beberapa saat itu salah satu temannya mendatanginya dan memberinya sebuah kaki palsu. "Zhe shi gei ni de. (ini untukmu)" "Chuan ta. (pakailah)," kata temannya. Karena inilah Xiao Lang tidak pernah ingin mengganti kaki palsunya. Beberapa hari kemudian setengah kota Shanghai dikuasai oleh jepang sehingga mereka pun memutuskan untuk mundur dan pindah ke rumah sakit di Nanking.
Pertempuran Shanghai sungguh lama hingga 26 November 1937 Shanghai jatuh ke tangan Jepang. Target Jepang berikutnya adalah Nanking, ibu kota Tiongkok pada saat itu. Dengan barisan yang rapi, Jepang menuju kota Nanking. 1 Desember 1937, terpecahlah pertempuran di tepi kota Nanking. Resimen 59 pun juga bertempur di garis terdepan dari pertempuran dengan tambahan beberapa orang baru. Xiao Lang pun juga bertempur dengan sebelah kakinya. Hari demi hari, Kota Nanking telah mencapai batasnya tepatnya 9 Desember 1937. Jepang berhasil mencapai garis terakhir. Keesokan harinya Jepang menyerbu kota Nanking dengan kekuatan penuh. Lagi-lagi angka 13 menjadi malaikat kematian bagi bangsa Tiongkok. Jepang berhasil membobol gerbang Zhongshan dan memasuki kota Nanking.
Perlakuan Jepang di kota itu sungguh kejam. Jepang melakukan penjarahan, tindakan asusila, dan pembunuhan warga setempat. 300 ribu warga sipil Tiongkok tewas di tangan Jepang. Xiao Lang yang saat itu sembunyi dari kejaran Jepang dengan menyamar sebagai orang biasa pulang ke rumahnya di salah satu gang di kota Nanking. Sudah lama dia ingin bertemu Ibu dan kakaknya. Naasnya ada orang Jepang di rumahnya. Dia menyaksikan rumahnya digerebek oleh tentara-tentara Jepang. Dia tidak bisa berbuat apa selain menyaksikan ibu dan kakaknya mati terbunuh. Lalu tanpa sengaja ia menjatuhkan sebuah kaleng sehingga berbunyi keras. Prajurit Jepang yang menyadari itu berteriak "Sore wa dare desuka? (Siapa itu?)".
Xiao Lang yang ketakutan pun lari dan dikejar oleh tentara Jepang itu. Tanpa sengaja, ia tersandung dan terjatuh dan tentara Jepang pun memukulinya. Lalu di saat yang tepat, keempat rekannya pun datang ke tempat itu. Terjadilah pertarungan di gang itu dan seketika mereka pun berhasil melumpuhkan tentara-tentara Jepang itu. Xiao Lang pun berdiri dengan luka-luka di tubuhnya dan berjalan sambil tertatih ke arah rumahnya. Dia tersungkur dan menangisi jenazah dari Ibu serta kakak perempuannya. Keempat temannya hanya tertegun menyaksikannya.
Xiao Lang dan ke empat temannya menuju Zona aman di Nanking. Akan tetapi sayangnya zona aman bukanlah tempat yang aman. Tempat yang didirikan oleh John Rape dan beberapa misionaris difungsikan untuk melindungi Rakyat Tiongkok. John Rape adalah seseorang dari partai NAZI yang ingin membantu rakyat Tiongkok ketika melihat pertempuran itu. Xiao Lang serta rekannya yang putus asa mencari pertolongan kepada para misionaris. Mereka pun bertanya bagaimana caranya keluar dari kota ini. Tetapi para misionaris itu hanya menggelengkan kepalanya.
Setelah berhari-hari Xiao Lang dan teman-temannya kelelahan dan duduk di tepi jalan. Saat itu mereka hanya melihat Tentara Jepang berbaris untuk patroli. Dari situlah mereka pun mendiskusikan cara keluar dari neraka ini. Malam harinya mereka bertemu misionaris yang yang mereka temui dua hari yang lalu. Misionaris itu berkata "Zou! Jian wo de pengyou. Zai Batavia (Pergilah! Temui temanku. Di Batavia.)." Malam itu lah mereka membungkus senjata mereka dan menuju pesisir saat itu lah mereka berlima menuju Batavia dan menemui teman misionaris itu. Misionaris itu juga berkata bahwa ada perkampungan nelayan yang ditinggalkan dan banyak kapal terbengkalai.
Mereka pun berlari keluar kota secara diam-diam dan keluar kota dari kota itu bukanlah hal yang mudah. Banyak sekali tentara Jepang yang berpatroli di kota Nanking. Mereka mengendap-endap berjalan menuju gerbang kota Nanking. Di gerbang itu juga ada dua tentara yang menjaga gerbang itu. Tak ada jalan lain selain melumpuhkan tentara-tentara itu. Mereka pun menusuk kedua tentara itu dari belakang. Dengan ini mereka lolos dari kota Nanking. Setelah mereka keluar dari kota Nanking, mereka pun berlari meninggalkan kota hingga ke pesisir. Tak ada tentara Jepang di luar kota Nanking. Mereka lari dan terus berlari hingga ke pesisir. Akhirnya mereka pun mencapai pesisir. Mereka juga melihat ada kapal kosong yang cukup besar lalu mereka mengembangkan layarnya. Dengan sedikit dorongan mereka meninggalkan negeri China dan menuju Batavia. Dengan ini Xiao Lang dan keempat temannya memulai hidup baru di kota yang tidak pernah mereka tahu sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unsung Hero : The Birth of a Nation
Historical FictionCerita tentang sebuah bangsa yang akan berdiri diatas kaki sendiri. Kisah persatuan, persahabatan mereka tak akan pernah goyah karena yang mereka ingin hanyalah satu yaitu, kebebasan Cerita ini merupakan fiksi-sejarah yang tanpa sengaja terbesit di...