Asa dan Rasa

41 1 0
                                    

Memang benar, tidak ada yang salah dari menaruh rasa berlebih kepada sahabat sendiri.
Bagaimana pun kita adalah manusia biasa, yang tak mampu mencegah datangnya harap yang lambat laun berubah menjadi rasa.
Memang benar, tidak ada yang keliru dari menaruh rasa berlebih kepada sahabat sendiri.
Bagaimana pun kita adalah manusia biasa yang mudah merasakan ketertarikan kepada lawan jenis, sekalipun lawan jenis itu adalah sahabat kita sendiri.

Itu sama sekali tidak salah atau keliru.
Yang salah adalah ketika kita mempunyai asa dan rasa kepada sahabat sendiri, kemudian memaksa. Memaksa merubah alur cerita, dari cerita persahabatan menjadi cerita sepasang kekasih.
Yang salah adalah ketika asa dan rasa untuk sahabat sendiri berhasil diketahui oleh orang yang bersangkutan, kemudian setelahnya kita dan sahabat memilih menjadi asing.
Siapapun yang memulai keterasingan tersebut,  kedua pihak sama-sama salah.
Walau yang satu menjauh lantaran mengikuti yang memulai, tetap kita harus bisa berpikir jernih.
Karena sekalipun rasa yang dulu ada, telah bermetamorfosa dan mampu menggetarkan dada, kamu dan dia tetap menjadi sahabat.

Sahabat ialah sosok berharga, yang tak mudah ditemukan.
Mungkin itu sebabnya banyak orang yang menaruh rasa kepada sahabatnya sendiri, namun memilih diam. Hanya menaruh rasa, tanpa mampu mengekspresikan. Hanya memupuk asa, tanpa mampu mewujudkan.

Dan aku telah mengalaminya.
Aku ada rasa. Aku jatuh kepada sahabatku sendiri.

Awalnya memang tak berdampak apa-apa.
Ia tak tahu. Sama sekali tak tahu.

Semuanya tetap berjalan seperti biasa.
Tak ada yang berubah pada persahabatan yang terjalin antara aku dengan dia.

Hingga suatu hari, kala rasa dan asa semakin berkembang, dia pun mengetahuinya.

Entah bersumber dari mana. Bagiku, itu tak terlalu penting.
Yang penting adalah dampaknya.

Semenjak ia tahu, ia jadi mematok jarak. Memasang pagar pembatas bahkan benteng pertahanan yang tak mampu kulalui.

Singkat cerita, aku dan dia menjadi asing.
Tak ada lagi kita. Tak ada lagi kisah persahabatan. Tak ada lagi canda tawa. Bahkan sekedar sapa dan senyum pun tak ada.

Persahabatan kami usai, hanya karena adanya rasa.

Namun bagiku ini belum benar-benar usai.

Asa masih terus kupupuk. Kali ini juga tentang harap agar suatu waktu aku dan dia dapat kembali bersahabat.

Rasa sudah kucoba hempaska n, walau satu dua gelenyir aneh masih merasuk ke dada.

Dan kini, malam ini, aku rindu.

Namun semesta tak jua mempertemukan kita.

Kalau kalian bertanya, mengapa aku diam dan tak memperjuangkan?

Sudah sering aku berjuang, namun tanggapannya tak kunjung membaik.

Sudah sering aku mengusahakan persahabatan, namun ia tak kalah sering mengusahakan permusuhan.

Hingga aku tiba di titik dimana aku pasrah. Menyerahkan segala urusan kepada perantara Khalik, yaitu waktu dan semesta.

Untaian kataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang