Chapter 2

1.6K 274 26
                                    

Editnya nyusul ya...

takut sinyal ilang lagi

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Angin musim semi berhembus pelan di taman belakang gedung universitas tempat aku kuliah, tidak banyak mahasiswa kemari karena tempatnya yang jauh dari keramaian. Kecuali aku yang selalu menghabiskan waktu sebelum kelas berikutnya dimulai di taman ini bersama dengan tumpukan buku.

Dari ujung taman aku melihat dia tengah duduk bersandar pada sebuah pohon besar, memejamkan matanya dan sepasang earphone menutup telinganya. Mungkin dia tertidur, aku tidak tahu.

Yang aku tahu, makhluk indah itu terdiam seakan menikmati semilir lembut angin musim semi pagi ini. Apa dia tidak merasa kedinginan? Dia hanya memakai kaos v neck berwarna putih dengan jins hitam yang robekannya dimana - mana. Menampilkan kulitnya yang sangat putih menuju pucat dan terlihat sangat lembut.

Perhatianku selalu terbagi jika dia seperti ini, buku yang harusnya aku baca akhirnya hanya akan aku pangku sedangkan mataku fokus menatapnya. Dia yang sedang terdiam seperti ini sama seperti musim semi, indah.

Srreettt

Aku segera mengalihkan pandanganku ke arah bukuku saat malaikatku membuka matanya. Tunggu, apa aku bilang? Malakaitku? Bolehkah aku memanggilnya seperti itu? Malaikat indah tidak bersayap.

Mana berani aku menatapnya saat dia dalam keadaan sadar, aku masih sadar diri untuk tidak dibentak olehnya dan berakhir di bully dan diasingkan. Jika diasingkan maka aku tidak bisa lagi melihatnya. Bukan hanya itu, aku bahkan bisa dikeluarkan dari universitas ini jika aku berani macam - macam pada seorang Kim Jaejoong, anak pemilik universitas.

" Hah..."

Aku menghela nafas, menjadi seorang mahasiswa yang mendapatkan beasiswa aku tidak mau mengecewakan ibu panti asuhan yang sudah merawatku selama ini. Walaupun dia sudah ada di surga, aku tidak mau mengecewakannya.

Aku sendiri tidak memliki siapapun di Seoul. Aku sendiri, kuliah dan sorenya bekerja di salah satu toko kue dekat kampus. Dan di sana kadang aku bertemu dengan Jaejoong yang datang untuk membeli kue kesukaannya, Cheesecake dan Strawberry Shortcake.

Aku hanya bisa menatapnya dari jauh dan memuji betapa indahnya ciptaan Tuhan yang satu itu. Terlebih bayangan dia tersenyum masih membekas di dalam pikiranku. Sangat cantik.

Tidak lama aku melihatnya mengambil ponsel karena seseorang meneleponnya, dia berbicara sejenak kemudian bangkit dari tempat duduknya berjalan melewatiku seakan aku tidak terlihat. Itu Kim Jaejoong, namja paling angkuh di kampus ini.

Setelah mata kuliahku selesai aku dipanggil salah satu dosen pembimbingku, dia mengatakan bahwa aku bisa melanjutkan beasiswaku di perguruan tinggi yang ada di Inggris, tentu saja aku sangat senang. Aku menganggukkan kepalaku dengan semangat karena aku menginginkan beasiswa itu.

The Fifth SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang