Louis Tomlinson : Double Espresso

174 21 1
                                    

Memiliki rasa suka pada seorang pria adalah hal yang sangat melelahkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memiliki rasa suka pada seorang pria adalah hal yang sangat melelahkan. Jantung yang berdentam dengan begitu cepat, otak yang bergerak sangat lamban, kau tak tahu harus berkata apa, dan terkadang sampai melakukan hal-hal melakukan. Terkadang, aku merasa kesal dengan semua hal ini.

"Hey," Louis menyapaku dengan senyum mengagumkannya sembari bergerak duduk di mejanya yang berada tepat di sampingku.

Aku tersenyum, berusaha untuk terlihat semengagumkan dirinya, namun aku yakin bahwa aku justru terlihat seperti seorang wanita canggung menyedihkan. "H-hey."

"Bagaimana akhir pekanmu?" tanya Louis, dari tempatku duduk aku bisa melihat pria itu menekan tombol untuk menghidupkan komputernya kemudian ia mengistirahatkan punggungnya pada senderan kursi dan mengarahkan pandangannya tepat ke arahku.

Aku berpikir sejenak tentang apa yang harus aku katakan, aku tak ingin berakhir terdengar seperti wanita menyedihkan dengan mengatakan 'oh, aku menghabiskan waktu di kamar, menonton ulang Titanic dan The Notebook untuk entah keberapa kalinya dan tetap menangis'.

Aku berakhir berkata, "bagus. Aku menghabsikan kebanyakan waktuku di rumah, tapi tetap sangat menyenangkan." Oh, betapa aku berharap aku bisa menceritakan padanya sebuah akhir pekan tak terlupakan. Namun aku bukan jenis orang yang suka melemparkan kebohongan ke sana ke mari. "Bagaimana denganmu?" tanyaku setelah beberapa detik.

"Aku pergi ke rumah orang tuaku dan menghabiskan waktu di sana."

"Terdengar menyenangkan."

Louis memindahkan posisi duduknya menjadi tegak, ia terlihat memainkan komputernya sejenak sebelum berkata, "yeah, aku sudah lama tak ke sana dan sangat merindukan mereka."

Mendengar itu, aku tersenyum. "Kau terdengar sangat mencintai keluargamu."

"Sangat. Bagiku mereka yang terpenting," jawab Louis, ia menoleh ke arahku dengan sebuah senyuman yang membuat hatiku meleleh seketika. Dia sangat tampan, oke, jangan salahkan aku. "Bagaimana dengan keluargamu?"

Aku cukup terkejut dengan pertanyaan ini dan seketika merasa bingung harus menjawab seperti apa. Tidak, aku bukannya tidak memiliki hubungan yang baik dengan keluargaku, aku hanya tidak terlalu sering membicarakan keluargaku dengan teman-temanku lainnya. Lagipula, aku tak ingin terdengar payah.

Huh, bukankah kau memang payah? Bagaimana bisa kau tak ingin terdengar payah? Dasar, payah!

"Aku juga mencintai keluargaku."

"Apa kau sering kembali ke rumah orang tuamu?"

Oke, sekarang, kau tak bisa mengelak. Louis akan tahu betapa payahnya dirimu.

"Setiap hari. Aku tinggal di rumah orang tuaku jadi aku kembali ke rumah mereka setiap hari."

Aku melirik ke arah Louis, ia terlihat mulai sibuk dengan berkas-berkasnya, matanya terus berpindah ke arah berkas kemudian komputer.

"Oh," respon Louis.

"Aku payah, bukan?" Sesaat setelah kalimat itu muncul, aku menyumpahi diriku dalam hati. Siapa yang mengatakan hal semacam itu di hadapan pria yang ia sukai?

"Apa maksudmu?" Louis melirik ke arahku sebelum kembali berkutat dengan komputer di hadapannya.

"Maksudku semua orang di umurku sudah pergi dari rumah orang tua dan hidup mandiri, bahkan semua anak kuliah pergi dari rumah orang tua mereka, tinggal di asrama atau apartemen, aku justru masih tinggal bersama mereka."

"Oh, menuruku itu bukan masalah besar. Aku tak berpikir itu payah. Kau tak harus seperti orang lain," kata Louis, ia memindahkan pandangannya ke arahku.

Aku tersenyum. "Yeah, kau benar, terima kasih."

Louis ikut tersenyum lebar, dia memandang ke arahku untuk beberapa lama, aku bisa melihat bola matanya terarah pada keseluruhan tubuhku membuat pipiku terasa memanas, aku yakin sekarang pipiku sudah memerah.

"Kau terlihat cantik dengan pakaian ini, pakaian baru?"

Mendengar itu, mataku membulat penuh keterkejutan, tak menyangka dia akan mengatakan hal seperti itu. Aku juga bisa merasakan pipiku semakin memanas dan jantungku berdetak semakin cepat. "U-uh t-terima kasih."

Louis tersenyum semakin lebar sebelum kemudian kembali berkuatat dengan komputernya.

Merasa bahwa aku perlu distraksi, aku meraih gelas berisi double espresso yang baru saja aku buat dan menegaknya secara langsung. Detik kemudian, aku bisa merasakan cairan yang kutegak kembali keluar. Bisa kurasakan panas yang menyerang lidahku dan rasa pahit yang membuat tubuhku bergidik.

Aku bisa mendengar tawa kecil di sampingku, menoleh, aku bisa melihat Louis tertawa. Jika orang lain yang menertawakan diriku saat ini, sudah jelas aku akan merasa kesal. Namun, karena itu adalah Louis, aku merasa dia sangat menggemaskan dan aku bisa merasakan sudut-sudut bibirku naik membentuk sebuah senyuman malu.

Aku tak percaya aku bisa melakukan hal sememalukan ini!

[-][-][-]

Night Changes // 1D (One Shots)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang