Happy reading ❤
...
"Haechan ada apa dengan jalanmu?"
"Maksudmu?" Haechan mengerutkan keningnya sedikit tidak mengerti dengan yang Jeno katakan tentang jalannya, menurut Haechan jalannya biasa saja.
"Maksudku, cara berjalanmu. Kenapa kakimu sedikit melebar seperti itu?" Ah sekarang Haechan tau apa yang di maksud dengan Jeno. Haechan menggaruk lehernya yang tidak gatal, dan tersenyum bodoh ke arah Jeno.
"Ah iya itu, aku tidak apa apa hehe," Jeno menaikan sebelah alisnya, tidak mungkin seseorang tiba-tiba mempunyai jalan yang seperti sedikit 'mengangkang' jika tidak ada yang terjadi kepadanya.
"Sudahlah Jeno tidak usah dipikirkan, aku ingin pulang cepat agar bisa mendapat izin untuk berkemah." Jeno semakin menaikan sebelah alisnya. Aneh, tidak biasanya Haechan akan menyembunyikan sesuatu darinya, apapun yang Haechan alami pasti ia ceritakan walaupun hanya kelihangan sebuah tutup pulpen. Jeno terpaksa memendam rasa penasarannya karna tidak mau membuat Haechan terlambat pulang hanya karena rasa ingin tahunya terhadap 'cara berjalan terbaru ala sahabatnya, Lee Haechan.'
Sore yang cerah. Secerah hati Haechan yang akan menunjukan surat izin berkemahnya pada Daddy kesayangannya, Mark. Sore ini Haechan pulang lebih awal, karna Haechan tau kalau ia terlambat kali ini kemungkinan besar ia tidak dapat izin berkemah dari Mark. Jadi haechan menghindari resiko terlambat agar bisa berkemah barang dua hari saja bersama teman-temannya.
Haechan sudah sampai di depan rumahnya, senyuman yang terpampang jelas di wajah manis bocah berkulit tan itu membuat siapapun yang melihatnya jatuh dalam pesona manisnya. Haechan berjalan menuju kamar Mark masih dengan senyuman yang manis, mencari keberadaan daddynya apakah sudah pulang dari kantornya atau belum.
Clek
Haechan membuka pintu kamar Mark, dan itu tidak dikunci. Rasa kecewa sedikit menyelimuti dirinya, Haechan sengaja pulang lebih awal agar bisa meminta izin untuk berkemah dan selain itu sudah pasti agar bisa melihat daddynya lebih cepat. Ck, dasar remaja labil. Tidak mendapatkan yang ia mau, Haechan memutuskan untuk membersihkan dirinya dan beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
Haechan ingin sekali makan malam berdua dengan Mark, apalagi jika makanan yang terhidang adalah masakannya. Mungkin bisa sedikit menyenangkan hati Mark.
...
Haechan sudah menyiapkan segalanya, makan malam yang enak dan tak lupa surat yang akan ia berikan kepada Mark. Semuanya sudah tersaji dengan baik di atas meja makan.
Haechan mengetuk jemarinya yang lentik di atas meja makan berlapis kaca tersebut, ini sudah mulai larut tapi Mark tak kunjung datang. Apa Mark bekerja lembur seperti waktu itu, atau yang lebih parahnya mungkin Mark tidak pulang hari ini. Haechan terus melamun dan berdoa dalam hatinya agar Mark segera datang, karna dirinya juga sudah mulai mengantuk dan bosan menunggu Mark sedari tadi.
BRAK!!!
Haechan membulatkan matanya sempurna, melihat siapa yang masuk dengan membanting pintu kasar dan sangat tergesa-gesa.
"Mphh. . .M-mark mph,"
Haechan tidak bisa mengelak bahwa hatinya kini benar-benar sakit. Entah sakit atas dasar apa, Haechan tidak memiliki hubungan lebih sebatas ayah dan anak dengan Mark. Tapi melihat Mark memasuki rumah sedang bercumbu dengan seorang gadis membuat hatinya seakan remuk seperti terlindas truk raksasa. Terlihat dari wajahnya, Mark benar-benar kacau dan frustasi tidak ada gerakan lembut sedikitpun dari cumbuannya dengan gadis itu. Hanya kabut nafsu yang berlebihan membuat Mark tidak bisa melepas tautan mereka bahkan ketika memasuki rumah sekalipun. Mark seolah buta tidak melihat atau melirik Haechan sedikitpun saat ia melewati ruang makan.