Hari yang melelahkan. Adikku Jack selalu merengek tanpa henti, ditambah tidak ada Ibu di rumah. Aku telah melakukan berbagai cara guna menenangkannya, dimulai dari bermain cilupbak, mengajak berkeliling, dan terkadang harus melakukan hal konyol seperti menjulurkan lidah ke arahnya. Namun, usaha yang kulakukan tetaplah nihil.
Jack duduk di atas sepeda roda tiganya di halaman belakang, sambil ditemani olehku. Walaupun sudah dipindahkan ke halaman belakang, Jack masih merengek. Aku mengendarkan pandangan ke sebuah pohon besar yang berada di dekat taman bunga mawar milik Ibu. Aku masih ingat betul, pohon itu ditanam Ayah 10 tahun yang lalu. Dan waktu itu umurku 4 tahun.
“Ryan!” panggilku setengah berteriak kepada adik kembarku.
Ryan yang sedang bermain ayunan pun menoleh. “Ada apa Kak?”
“Bisakah kamu membuatkan susu untuk Jack?”
Tanpa menjawab, Ryan pun turun dari ayunan dan berlari ke arahku. Ryan berlari begitu cepat, dan itu wajar mengingat kalau Ryan merupakan atlit lari di sekolahnya. Karena terlalu cepat, Ryan pun tergelincir. Hal itu disebabkan oleh keadaan rumput yang memang masih basah karena habis diguyur hujan.
Spontan, aku langsung berlari menemui Ryan. Karena teringat akan keadaan rumput yang licin, aku pun sedikit memelankan lariku.
Begitu sampai, aku duduk di samping Ryan. Lalu mengusap lututnya yang sedikit berdarah. Ryan meringis, namun aku tak menghiraukan dan tetap mengusap lututnya. Sekitar satu menit, akhirnya aku melepaskan usapan tanganku. Dan darah yang sebelumnya membanjiri lutut Ryan langsung menghilang.
Ya, penyembuh. Penyembuh salah satu kelebihan yang kumiliki. Bukan itu saja, aku juga mempunyai kelebihan lain.
“Terima kasih Kak,” kata Ryan sambil berupaya berdiri.
Ketika Ryan berdiri tegap, terlihat jelas perbedaan di antara kami. Walaupun aku seorang kakak, Ryan tampak lebih tinggi dariku, bahkan sangat tinggi, umurnya baru 14 tahun. Namun tinggi badanya sudah melebihi Ayah. Terkadang aku dan Ryan sering dianggap adik-kakak yang terpaut umur beberapa tahun, padahal tidak.
“Hm ....” Aku berdehem pelan sambil menyugingkan senyum ke arahnya.
“Ngomong-ngomong, kenapa Jack tidak merengek lagi?” tanya Ryan.
Astaga, aku lupa kalau telah meninggalkan Jack sendirian. Aku membalikan badan, dan langsung dihadapkan oleh pemandangan tak sedap. Makhluk pucat tanpa mulut tengah berdiri di belakang sepeda roda tiga milik Jack, hantu itu terlihat sedang membekap mulut bocah berumur 2 tahun itu.
Dengan perasaan was-was, aku berlari menjenguk Jack. Ketika makhluk itu sadar kalau aku tengah berlari ke arahnya. Ia pun menghilang.
“Jack, kamu tidak apa-apa?” Aku mengusap kepala adik kecilku itu dengan lembut. Berusaha untuk menenangkannya. Dasar Hantu Tanpa Mulut sialan.
Ryan berlari menyusul, dengan wajah panik. “Kenapa Kak?”
Sebelum menjawab, aku memilih untuk menarik napas dalam-dalam dan kemudian berkata, “Tidak ada apa-apa, Ryan.”
Kutempelkan tanganku ke dahi Jack perlahan. Perlu diingat, tidak ada mantera apa pun yang kugunakan dalam proses penyembuhan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam! [COMPLETED]
HorrorKevin, remaja 14 tahun. Pemilik tangan ajaib. Dengan sentuhannya, segala rasa sakit akan hilang. Bukan hanya itu, Kevin juga bisa melihat hantu. Dan, ada Hantu Tanpa Mulut di rumahnya. Naas, Kevin harus kehilangan adik bayinya--Jack. Jack yang terus...