Acara pemakaman Mr. William berlangsung lancar. Area pemakaman itu diiringi isak tangis keluarga yang begitu memilukan. Di samping makam Mr. William, berdiam dua perempuan yang kukenal sebagai istri dan anaknya. Sangat disayangkan, istri Mr. William harus diawasi oleh polisi yang menjagangya.
Setelah acara pemakaman selesai, aku pun berniat kembali ke rumah. Namun, otakku memikirkan hal lain? Di mana Naomi? Padahal banyak para anak didik Mr. William yang datang. Dan melihat sikapnya yang super aktif, mustahil bagi Naomi tidak datang ke acara pemakaman.
Saat ingin menyeberang, tiba-tiba saja terdengar seseorang yang memanggil namaku. “Hai Kevin.”
“Harry,” balasku dengan tenang. Sambil menyeberangi jalan.
“Sebaiknya kamu menemui Naomi,” kata Harry yang masih berada di belakangku.
Aneh. Tak biasanya Harry berkata seperti itu. Mungkinkah dia kerasukan? Itu tidak mungkin.
“Kamu kenal Naomi?” tanyaku penasaran, karena setahuku Harry tidak pernah bertemu Naomi.
“Kamu lupa yah? Naomi itu mantan teman sekelasku."
“Begitu,” balasku tanpa minat. Lagian dari mana aku tahu kalau Harry teman sekelas Naomi, lagi pun Harry tidak pernah cerita sebelumnya.
“Aku bercanda, sebenarnya Naomi belum mengenalku karena secara harfiah dia adalah siswa baru. Dan pada saat hari pertama sekolah aku sudah meningal lebih dulu sebelum Naomi benar-benar menjadi teman sekelasku,” ungkap Harry terdengar sedih. Dan kini ia telah berada tepat di sampingku.
“Naomi sudah mengenalmu Harry, bahkan seluruh siswa dan guru sudah mengenalmu. Karena kamu sangat terkenal.” Aku menyugingkan senyum ke arah Harry, berusaha sedikit menghiburnya.
“Aku terkenal karena kematian tragisku, kan?” Harry terlihat murung.
“Harry,” panggilku.
“Iya?”
“Aku tidak bermaksud seperti itu.”
Harry tersenyum. “Aku tahu.”
Keadaan berubah menjadi hening seketika. Aku sudah kehabisan topik pembicaran. Kecuali, kecuali pertanyaan yang satu ini.
“Mengenai Naomi,” ucapku dan Harry serempak.
“Kamu lebih dulu Harry.”
“Oh baiklah. Cepat temui Naomi Kevin!” Harry berteriak histeris. Jika dia berteriak seperti itu lagi, aku khawatir dengan tengorokannya.
“Memangnya kenapa?”
“Bukankah kamu pernah membentak Naomi di ruang musik?”
Aku berdehem pelan sambil mengangguk.
“Cepat temui dan minta maaf kepadanya.”
“Aku terlalu sibuk.”
Harry menggeram kesal dan terlihat meremas-remas kedua gengamannya. “Kamu ingat dengan gambar yang kamu temukan?” Harry menodongkan jari telunjuknya tepat di depan mataku.
Aku tersentak kaget. Seketika pikiran buruk terpintas di otakku. “Apakah kamu yang mengambarnya?”
Harry menggeleng. “Gambar itu memang dibuat oleh Hantu Tanpa Mulut, dan dia berusaha untuk memperingatimu.”
“Haruskah aku menemui Naomi?”
“Itu harus, lagi pula rumahmu tidak terlalu jauh dari tempat tinggal Naomi.” Harry memberi saran.
***
Benarkah ini tempat tinggal Naomi? Rumah sederhana dengan satu tingkat, dan juga dilengkapi dengan cerobong asap, serta atap rumah yang berbentuk limas. Sedangkan dinding rumahnya sendiri berwarna abu-abu dominan. Di halamannya, ditanam pohon mangga nan tinggi menjulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam! [COMPLETED]
HorrorKevin, remaja 14 tahun. Pemilik tangan ajaib. Dengan sentuhannya, segala rasa sakit akan hilang. Bukan hanya itu, Kevin juga bisa melihat hantu. Dan, ada Hantu Tanpa Mulut di rumahnya. Naas, Kevin harus kehilangan adik bayinya--Jack. Jack yang terus...