09| Pilihan?

191 21 2
                                    

Oh tidak, kami terjebak macet saat perjalanan menuju rumah Ryan. Sedangkan jarak rumah Ryan sendiri masih terbilang jauh. Kira-kira setengah jam untuk sampai. Sedangkan Ryan sendiri paling tidak membutuhkan waktu seminim mungkin untuk bisa selamat.

Aku sangat cemas, bagaimana tidak. Telepon kami terputus begitu saja. Pasti ulah Hantu Tanpa Mulut.

“Ayah, apa yang harus kita lakukan?” tanyaku gundah.

Liburan yang seharusnya menyenagkan kini berubah menegangkan.

Ayah membuka jendela mobilnya dan menyetopkan seorang pengendara motor. “Apa yang terjadi?”

Pengendara motor itu membuka helm. “Katanya ada kecelakaan di perempatan.”

“Oh, iya terima kasih banyak.” Ayah kembali menutup jendela mobil.

Pengendara motor itu pun berlalu begitu saja. Bentuk kendaraan yang kecil memudahkannya untuk tidak terkena dampak dari kemacetan. Andai Ayah membawa motor di bagasi. Ya ampun itu konyol.

“Bagaimana kalau kita nebeng?” usul Naomi yang terdengar masuk akal.

“Boleh dicoba.” Ayah menyetujui.

“Tunggu apa lagi?” Aku membuka pintu mobil dan berjalan keluar. Begitu juga dengan Naomi yang juga ikut menyusul.

Aku berjalan menemui Ayah dari luar mobil.

Ayah membuka jendela mobilnya. “Kalian yakin?” tanya Ayah mengangkat sebelah alisnya. Sedangkan wajah Ayah tampak tenang seperti biasa.

“Sebenarnya aku kurang yakin, apakah para pengendara itu akan mempercayai kami atau tidak.”

“Kamu terlalu pesimis,” sindir Naomi.

“Sistem kerja otak kita berbeda, jadi kamu tidak akan mengerti,” sindirku tak kalah pedas.

Sepeda motor tak lama lagi akan melintas di depan kami. Tak mau menyia-nyiakan waktu, aku pun menyetop Si Pengendara. “Paman, bisakah kami menumpang denganmu?"

Dahi Si Pengendara berkerut. “Maaf, saya tidak bisa mempercayai siapa pun saat ini.”

Lalu, pengemudi itu berlalu begitu saja.

Naomi tersenyum sinis. “Semua orang selalu gagal di percobaan pertama.”

Tak berapa lama, seorang pengendara kembali datang. Dan yang melaksanakan tugas adalah Naomi. “Paman, bisakah Paman mengantar kami ke suatu tempat?”

Orang yang disebut tidak menjawab. “Kami akan membayarmu,” tambah Naomi.

Paman pengendara itu mengangguk.

Sebelum menyetujui secara penuh. Aku memikirkan sesuatu hal yang masih janggal. Aku tidak akan mau jika bonceng tiga. “Naomi kamu tinggal saja,” perintahku.

Dengan cepat Naomi langsung menggeleng. “Aku tidak akan mau melakukan itu.”

Aku berdecih kesal. “Tidak mungkin bonceng tiga?”

“Bagaimana kalau bonceng dua?” Naomi tercengir konyol dengan ide gilanya.

“Caranya?”

“Kita akan meminjam motor Paman ini,” jawabnya mantap.

“Bagaimana Paman?” tanyaku.

“Boleh saja asal ada bayaran tambahan,” katanya.

“Kami akan membayarmu,” timpal Ayah.

Paman itu langsung menyetujui. Dan membiarkan kami mengendarai motornya. Di sini yang akan menyetir adalah aku. Ya, walaupun sudah sangat jarang berlatih mengendarai motor tapi kurasa kemampuan menyetirku ini masih sanggup untuk tiba ke tempat Ryan dengan aman. Semoga saja.

Diam! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang