03| Mr.William

345 51 7
                                    

Hantu Tanpa Mulut sudah berdiri lebih dari dua jam di sudut ruangan kamarku yang paling gelap. Tempat yang sempit dan jauh dari cahaya memang tempat favoritnya. Aku mau saja mengusirnya, dengan memberi sedikit cahaya di tempat itu. Namun, aku merasa ia lebih baik tinggal di sana, dengan begitu dia tidak akan mengganggu di tempat lain. Aku juga merasa kasihan padanya, sendirian dan tanpa teman. Sama sepertiku, hanya saja, aku yang memilih untuk tidak memiliki teman.

Sangat di sayangkan. Pria gemuk berambut merah itu meninggal dengan cara tak wajar. Dan pembunuhnya Hantu Tanpa Mulut. Aku tidak tahu kenapa Hantu Tanpa Mulut membunuh pria gemuk yang sebelumnya ia ganggu itu. Sedikit menyesal karena tidak menolongnya tadi.
Aku juga tidak tahu, kenapa Hantu Tanpa Mulut kembali ke rumah setelah membunuh pria gemuk itu. Tiga hari yang lalu, Hantu Tanpa Mulut sama sekali tidak ada di rumah, atau jangan-jangan? Dugaanku tak pernah salah, Hantu Tanpa Mulut pasti mengikuti pria gemuk yang dibunuhnya itu.

Kamarku berantakan tanpa sebab. Aku tak yakin kalau Hantu Tanpa Mulut yang melakukannya. Lalu siapa? Buku-buku berserakan, bantal-bantal berharmburan, dan banyaknya noda kopi di lantai.
Okelah, masalah kamar yang berantakan tidak begitu membuatku pusing. Yang membuatku pusing adalah, bau amis yang begitu menyengat. Serta ruangan yang pengap menambah nuasa pembuangan sampah di kamarku.

Sudah cukup, sepertinya aku harus membersikan ruagan ini sekarang juga. Sebelum mengambil alat kebersihan di dapur. Sepertinya aku harus ke toilet terlebih dahulu untuk mencuci muka sebentar.

***

Aku sudah di dalam toilet. Berhasil keluar dari gumpalan bau busuk merupakan kenikmatan yang teramat besar. Aku pun menyalakan keran yang ada di wastafel dan langsung membilas wajahku. Kutatap pantulan diriku di dalam cermin, tampaknya tahi lalat di hidungku semakin lama semakin besar.
A

walnya aku tidak begitu peduli dengan penampilan. Tapi sejak kedatangan Naomi, ia berhasil membuatku was-was. Aku takut dia akan berkomentar banyak tentang tahi lalatku ini.

Angin dingin menusuk punggung. Bau anyir yang berpadu dengan kentang goreng terdektesi hidungku.

Mungkinkah akan ada yang datang? Tapi yang pasti, bau anyir seperti ini bukanlah ciri khas dari Hantu Tanpa Mulut, tapi hantu lain. Bulu kudukku meremang. Hawa dingin yang dihasilkan membuatku sedikit takut. Tunggu, bukan rasa takut, tapi kegelisahan yang begitu berkecamuk di dada, dan ini tidak seperti biasanya. Aku berbalik, dan beruntungnya, tidak ada mahkluk apa pun yang biasanya mengagetkanku.

Kulanjutkan langkah kakiku ke luar dari toilet. Setelah sampai di ujung pintu, kututup pintu toilet dengan perlahan. Lalu bernapas lega. Dalam kurun waktu lebih dari satu menit aku belum juga mendapat sebuah penampakan. Bukan berarti aku mengiginkannya. Tapi, semua ini terasa aneh.

Kupacu langkah lebih cepat dari biasanya. Ini benar-benar aneh. Kecemasan tanpa sebab yang kualami membuatku sangat frustrasi. Entah kenapa, aku merasa telah berbuat dosa besar pada seseorang, sehingga menimbulkan rasa gelisah yang teramat dalam.

“Hai ...,” sapa seseorang yang suaranya terdengar familier dari balik badanku.

Aku menoleh refleks. “Siapa kamu?” tanyaku pada makluk transparan yang ada di hadapanku.

“Kamu lupa ya Kevin. Aku laki-laki yang mati di toilet, dan seharusnya aku tidak mati jika kamu menolongku,” tutur hantu gemuk itu dengan sudut bibir terangkat sebelah.

Diam! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang