BAB XII : The Expected Expectation

9.6K 860 35
                                    

"Ngomong-ngomong, si Farzan lagi ngapain?" tanya Ibu dari ujung telepon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ngomong-ngomong, si Farzan lagi ngapain?" tanya Ibu dari ujung telepon.

"Lagi nyemilin mi instan yang diremes sama bumbunya tuh, Bu," balas Mauza yang sedari tadi geleng-geleng kepala lihat kelakukan suaminya. Sementara Farzan hanya tertawa seolah tak berdosa.

"Coba loudspeaker-in teleponnya. Biar Farzan denger."

Mauza melaksanakan perintah ibunya. "Udah nih, Bu." Suara Ibu langsung menggema di kamar mereka. "Farzan, kurang-kurangin makan micin, MSG begitu. Gak bagus, loh! Ntar Mauza makin gak isi-isi, lama lagi deh kalian punya anak. Padahal Ibu kan pengen nambah cucu lagi."

Farzan terbatuk. Mi instannya menyembur. Sementara, Mauza hanya menepuk jidat. Gimana mau isi, Bu, wong gak pernah berusaha, batinnya. "Yaudah, Mauza sewa Helium aja deh, Bu. Biar langsung mblendung."

Lagi-lagi Farzan keselek mi instan.

"Heh! Ngomong kok begitu. Udah ah, itu ayahmu udah pulang. Teleponnya ibu tutup ya, biar kalian bisa usaha! Assalamualaikum." Tut!

"Waalaikumsalam," Mauza tetap menjawab meski sambungan telepon sudah tertutup. Ibunya aneh, suaminya lebih aneh, nasib memang!

Farzan duduk dari tiduran telungkupnya tadi. Mi instannya sudah ia telantarkan di atas laptop yang sedang memutar musik video Twice. Suami Mauza itu lagi keranjingan cewe-cewe korea yang masih so kinyis-kinyis. Laki-laki itu beringsut kesebelah Mauza yang sudah selimutan sambil membaca koleksi novel metro-pop terbarunya. Merasa di tatap begitu lama oleh Farzan, Mauza mengangkat pandangan dari novel menuju wajah Farzan.

"Kenapa, Mas?"

"Maaf," ujarnya singkat. Mauza mengangguk kecil dan kembali membaca novelnya. Dia sudah mengerti untuk apa maaf itu diutarakan Farzan. Melihat Mauza yang terlalu tenang, Farzan mengerucutkan bibir. Kini, dia berbaring di samping Mauza, dan memeluk perempuan itu dengan manja. Wajahnya ia surukkan di curuk leher Mauza. Mauza menggeliat melepaskan kungkunga tubuh Farzan.

"Gerah loh, Mas."

"Ish, kenapa sih? Selimutan bisa, Mas peluk gak mau lagi sekarang!" Farzan mengajukan protesnya. Pria ini sadar, sudah beberapa hari ini Mauza menghindari dirinya.

"Geraaah." Gerah, karena setiap mendengar detak jantungmu yang tenang itu, aku sadar Mas, belum ada namaku di hati kamu.

"Tauk, ah! Aku ngambek sama kamu, Yang."

Mauza tidak peduli dengan ucapan Farzan. Mauza menutup novelnya. Ia memutar tubuhnya membelakangi Farzan. Rasanya ia ingin berteriak kepada Farzan untuk menghentikan seluruh sikap manis Farzan. Mauza sangat paham, manis yang dirasakannya itu hanya sebatas ucap saja, hati Farzan masih jauh dari genggamannya. Padahal, Mauza sudah terperangkap pada dustanya. Perasaannya telah tumbuh, tertambat pada sosok yang masih terikat masa lalu.

All I Ever Did Was Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang