Gerbang megah besar tersebut terbuka secara otomatis ketika mereka berdiri tepat di hadapannya. Apa yang menyambut mereka selanjutnya membuat Sakura tercengang. Seorang pria menyeramkan berambut soft violet berbentuk seperti bintang menyeringai tajam.
Tampak seorang bocah berambut merah mencoba untuk menyeringai, namun terlihat seperti sedang memasang tampang mencela berdiri tegap di sebelah kanannya. Seorang bocah lagi terlihat berdiri di sebelah kiri pria tersebut memasang cemberut lebar seperti ingin menangis.
Sakura nampak terkejut, namun terkikik geli di saat yang bersamaan. Sekilas melihat siapapun dapat mengetahui bahwa mereka adalah keluarga. Tampak sangat menggemaskan untuk di pandang. Dan akan tampak sangat memalukan di saat yang bersamaan ketika foto tersebut tetap terpajang hingga saat ini. Terutama untuk pria berambut merah yang berdiri tepat di sampingnya saat ini.
Sakura bisa melihat seberapa besar rasa benci Gaara terhadap foto tersebut. Gaara menundukkan kepala dengan wajah bersemu merah. Bibirnya mengerucut manis. Gumaman-gumaman kecil terdengar bagaikan umpatan mantra di telinga Sakura. Sakura tidak dapat memprediksi apa yang Gaara ucapkan dalam gerutuannya, namun ia sadar betapa Gaara tidak menyukai foto besar dengan bingkai emas tersebut.
"Kau sangat menggemaskan di foto itu Gaara." Senyum lebar mengiringi perkataan Sakura. Mencoba menghibur Gaara bukanlah hal yang buruk kan?
"Percayalah, ayahku sangat suka dengan foto itu. Sangat sulit untuk menyingkirkannnya." Gaara menghela nafas berat. Terlihat dengan jelas Gaara berharap foto tersebut terganti dengan pose yang lebih baik. Setidaknya tidak dengan cemberut lebar yang membuat gemas semua orang setiap kali melihatnya.
"Kau tahu Gaara, itu tidak buruk." Hanya senyum simpul. Dan Gaara merasa nyaman. Mungkin ini yang dinamakan cinta? Kalimat tersebut mengisi pikiran Gaara seperti simfoni.
"Ayo Sakura, kita ke kamarku." Tangan Gaara meraih tangan Sakura yang terggantung bebas. Menautnya dengan erat.
Sakura hanya terbengong. Menganga melihat betapa mewahnya rumah teman barunya ini. Estalase kaca berjajar berisi guci-guci kecil dan pahatan berkilau memenuhi ruang tamu. Lukisan-lukisan yang tampak mahal menyelingi foto-foto kebersamaan keluarga tersebut. Berbalut bingkai-bingkai kaca dan terjajar dengan rapi di dinding.
Tangga berputar membawa mereka ke bagian atas rumah tersebut. Tak ada lukisan mahal, namun foto-foto kebersamaan mereka terpajang dengan anggun di setiap dinding. Sakura bahkan bisa melihat betapa Gaara menyukai warna merah maroon.
Salah satu bingkai membuat Sakura tertegun. Foto sebesar dinding dari keluarga yang terlihat sangat serasi. Lelaki dewasa dan kedua anak laki-laki yang juga terdapat di foto sebelumnya, seorang bocah wanita menggunakan hoodie hingga menutupi seluruh rambutnya dan wanita dewasa berambut blonde. Mereka tampak sangat bahagia dengan senyuman lebar yang mengisi seluruh anggota keluarga tersebut.
Sakura merasa tak asing dengan foto tersebut. Wanita di dalam foto tersebut sekilas terlihat seperti ibunya. Sakura menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin ibunya merupakan anggota dari keluarga kaya ini. Lagi pula ibunya memiliki rambut sewarna dengan mustard. Hal ini tidak mungkin terjadi.
"Hei Sakura!" Gaara mengguncang tubuh Sakura dengan cukup kencang.
"Ah maafkan aku." Sakura menggelengkan kepalanya. Sekilas rasa penasaran membuatnya beberapa kali mengalihkan pandangannya pada bingkai besar yang berada di ujung lorong.
Gaara yang menyadari arah pandangan Sakura meringis kecil. "Penasaran?" Gaara bertanya sambil melirik ke arah yang sama.
"Sedikit." Sakura menggantungkan omongannya. "Mereka tampak bahagia." Sakura menatap lukisan itu dalam dan tersenyum simpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mr,
General Fiction[18+] Sakura adalah seorang siswi beasiswa di sekolah paling bergengsi. Hidupnya aman-aman saja sebelum akhirnya ia memiliki masalah dengan pemilik sekolah tempatnya menimba ilmu. Seorang pria jomblo berusia 39 tahun yang sayangnya masih sangat tamp...