"Apa kau memilikinya?"
"Ah kata buku aku akan menyadarinya di usia 20 tahun, mungkin aku tak perlu terlalu memikirkannya." Kekehan kecil meluncur.
"Pergilah ke kamar mandi dan buka celanamu. Pastikan apa kau memilikinya atau tidak."
"Tapi Sakura. Aku belum genap 20 tahun."
"Lakukan saja Gaara."
"Tapi Sakura."
"Lakukan sekarang juga Gaara."
"Ah baiklah."
"Kau tau posisinya kan?"
"Tepat di antara...."
"Lakukan saja sekarang."
"Baiklah."
Sakura menggeram tertahan. Hembusan nafas berat dan memaksa mengiringi geraman Sakura.
Gaara membuka pintu dengan cepat. Wajahnya tampak santai dan polos. Raut lega mengiringi langkahnya mendekati Sakura.
Sakura sedikit terkejut dengan betapa cepatnya Gaara membuka pintu.
"Bagaimana?"
"Tepat seperti yang buku katakan Sakura. Aku akan menyadarinya di usia ke-20."
"Gaara sepertinya kita tidak bisa mempresentasikan tugas ini dalam waktu dekat."
Sakura tampak murung. Mengumpulkan tugas tepat di minggu pertama adalah kebanggaannya selama beberapa tahun terakhir.
Murid teladan.
Contoh yang baik.
The One.
Seluruh pujian yang telah ia terima selama ini akan runtuh karena kebodohan si kepala merah ini.
Mungkin ini tidak dapat di sebut sebuah kebodohan, karena presentasi yang telah ia buat hampir sempurna tak bercela. Hanya saja Gaara terlalu polos. Ya ini karena kepolosan Gaara. Mungkin Sakura memang harus menunjukkan sedikit kenyataan pada pemikiran polos setan merah tersebut.
"Sakura..."
"Sakura..."
"Hei Sakura apa kau baik-baik saja?"
"Sakura..."
Sakura memandang kosong ke arah Gaara. Gaara sedikit terkejut. Apakah Sakura akan marah padanya? Ia hanya mengikuti aturan yang ada di buku. Ayah dan aniki selalu berkata bahwa ia tidak akan salah apabila mengikuti apa yang buku sebutkan.
Sakura mendekati Gaara perlahan-lahan. Gaara gelagapan menghadapi Sakura berpandangan kosong yang terus berusaha menghapuskan jarak di antara mereka.
Hingga akhirnya Gaara terapit di tembok. Sakura meraih celana Gaara dengan perlahan.
Demi tugasku.
Demi tugasku.
Demi tugasku.
Demi tugasku.
Demi tugasku.
Kalimat tersebut terus mengelilingi kepala Sakura bagaikan rekaman rusak.
DEMI TUGASKU.
Tangan Sakura bergerak cepat membuka kait celana Gaara dan menurunkan resletingnya.
Mata Gaara terbelalak mengetahui pergerakan tangan Sakura. Gaara yang ketakutan refleks membalik posisi mereka membuat Sakura jatuh tertidur di lantai dengan Gaara berada di atasnya.
CEKLEK
Pintu kamar Gaara terbuka dan kepala merah menyembul dari sana. Menyusuri seluruh ruangan dengan intens berharap menemukan sesuatu. Mata jade membeliak. Pemandangan yang menusuk mata jade tersebut sungguh di luar dugaan.
Seorang berambut merah yang tampak sangat ia kenali. Adik bungsunya. Berada di atas seorang perempuan berambut pink menyegarkan. Pose mereka sangat 'menggairahkan', tampak seperti hendak melakukan sesuatu. Adik yang disangkanya sangat polos ternyata sudah tumbuh dewasa jauh di luar dugaannya.
CELANANYA!
CRAP! CELANANYA TERBUKA! Tampang bodoh tergantung di kepala yang menyembul di ujung pintu. Bayangan-banyangan hal erotis sudah mengisi pikirannya. Adiknya sudah tumbuh dewasa.
Menyadari tatapan bodoh kakaknya, wajah Gaara bersemu merah. Semburat merah di wajah Gaara menyadarkan si kakak untuk kabur dari suasana yang canggung tersebut.
"Hei Gaara! Ah aku tidak bermaksud mengganggumu. Cuma ada yang ingin aku bicarakan. Keluarlah kalau sudah selesai." Hanya cengiran lebar yang terpampang tepat sesaat sebelum 'pengganggu' itu menutup pintu dengan sangat perlahan dan lembut.
"Gaara sebaiknya jelaskan padanya." Sakura hanya menarik nafas berat. Semua ini membuat kepalanya sakit. Kepalanya berkunang dan hatinya penat. Kenapa sangat sulit rasanya untuk menjalani hari mulus seperti biasanya.
Titikan cairan membasahi wajah Sakura. Mengadahkan kepala dan menyadari bahwa Gaara menangis.
Pria ini menangis di atasnya.
"AKU TIDAK TAHU BAGAIMANA CARA MENJELASKAN KEPADA SASORI." rengeknya.
"Aku yang akan biacara padanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Mr,
General Fiction[18+] Sakura adalah seorang siswi beasiswa di sekolah paling bergengsi. Hidupnya aman-aman saja sebelum akhirnya ia memiliki masalah dengan pemilik sekolah tempatnya menimba ilmu. Seorang pria jomblo berusia 39 tahun yang sayangnya masih sangat tamp...