AKU

396 31 4
                                    

Namaku Yuna, Riska Yunarin Putri. Gadis kelas 11 Ipa. Rambut hitam panjang, tapi tidak sampai kaki. Dan tentu saja kaki ku napak, tidak terbang.

Aku anak tunggal, lahir dari pasangan dokter dan pemain musik, benar-benar pasangan yang aneh menurutku. Ibuku adalah seorang pemain musik jaman 80an, dan itu sebelum dia menikah dengan ayahku. Orang-orang bilang dia jago dalam memainkan piano dan biola, juga gitar. Ya, kata orang-orang, karena beliau sudah meninggal saat aku duduk di bangku kelas 5 SD. Tapi aku bersyukur karena dia menurunkan bakat seni nya padaku.

Ayah adalah orang yang super sibuk, dr. Yoga Adiwirawan, seorang dokter umum di sebuah rumah sakit daerah, juga buka praktek dokter sampai menjelang tengah malam jika tak ada jadwal. Benar-benar hidup yang membosankan mengingat aku tidak punya saudara dan hanya tinggal bersama ayah.

* * *

2007

Sudah seminggu sejak aku, Yuna, dan ayahku pindah ke sebuah kecamatan kecil di perbatasan Jawa Barat, hampir perbatasan maksudku. Kecamatan Waled, Cirebon. Ayahku dipindah tugaskan di RSUD waled sebagai dokter umum kepala, atau sejenisnya. Sebenarnya bisa saja ayah menolak, hanya saja, tempat ini adalah kampung halaman mendiang ibu. Dan kami pun tinggal dirumah nenek. Alasannya karena saat ini nenek tinggal sendirian dan tidak ada yang mengurus, paman dan bibiku semuanya tinggal diluar kota. Mungkin ayah berpikir akan lebih baik jika aku tinggal bersama nenek, agar kami berdua tidak sama-sama kesepian.

Sore, gerimis sudah mengguyur sejak jam 2 siang tadi, namun tidak menunjukan akan berubah deras maupun akan reda. Bosan?, Tidak! Haruskah aku ceritakan pada kalian kalau aku menyukai gerimis dan hujan. Bagiku, mereka adalah berkah Tuhan. Aliran air langit yang indah, dan kau tahu? Suara mereka benar-benar merdu.

Aku sedang di beranda rumah, memainkan tanganku diantara gerimis di tepian genteng rumah. Dan aku menikmatinya.

Ini mengingatkanku pada kenangan masa laluku. Aku pernah memiliki seorang teman kecil, Ikki.

Pertama kali mengenalnya saat aku sedang menari diantara hujan, di tengah taman. Dia memperhatikanku diatas sepedanya, dibawah pohon beringin, dia juga kehujanan, sepertinya.

Karena seingatku dia kelihatan kedinginan, dengan perban yang masih bernoda darah diatas mata kanan nya. Dan basah tentunya, karena hujan.

Lelah bermain dengan hujan, aku pun menepi dibawah pohon beringin. disamping anak itu, hanya terhalang sebuah sepeda. Aku sedang menunggu ibu yang sedang mengantri obat di apotek. Lama, mengingat panjangnya antrian tadi, dan lagi apotek itu memang hanya satu-satunya di daerah ini, saat itu.

Aku mulai kedinginan, sangat. Sampai aku melihat sebuah tangan terulur, menyodorkan sebuah sweater hitam polos.
"Apa?" tanyaku tidak mengerti. Aku memandangnya dengan tatapan bingung.

Dia hanya diam, lalu mengambil tangan kiriku dan meletakan sweaternya ke tanganku. Dia lalu pergi dengan sepedanya, sekitar 10 meter dia kemudian berhenti dan menoleh.
"Nanti ku ambil lagi, sebaiknya cuci ya," katanya dengan sorot mata dan nada suara datar. Lalu kemudian pergi mengayuh kembali sepedanya.

Saat itu aku masih belum tahu namanya, begitu pula sebaliknya, dia juga belum tahu namaku.

Aku kemudian memakai sweater pemberiannya, dan tidak berapa lama ibu datang dengan payung, dan kantong kresek putih berisi beberapa obat. Kami pulang ke rumah nenek.

* * *

Hujan masih belum menunjukan akan reda. Aku menyeruput teh manis panas di kursi santai di beranda rumah. Sembari tersenyum-senyum sendirian mengingat masa lalu saat liburan kenaikan ke kelas 4 SD dulu.
"Sudah sekitar 8 tahun ya. Apa kabar kamu sekarang? Ikki, aku rindu,"gumamku, di tengah merdunya suara gerimis sore ini.

* * *

Jum'at, 22 Juni 2018

elrohimy

Antologi Cerpen - Orang TerkasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang