Aku, Mamak, dan Gadis-gadisku

79 12 0
                                    

     Apa yang kau pikirkan saat malam datang menjamahmu? Apakah masa depan? Masa lalu? Imajinasi liar yang tiba-tiba datang menyergap? Rencana dan janji-janji yang belum terpenuhi? Apa orang-orang yang sangat dekat dengan hidupmu?

Apa? Kau tidak memikirkan apa-apa, Nona? Jangan sering membiarkan dirimu terpekur memandang tembok dengan pikiran kosong. Itu bisa mengganggu keadaan mentalmu. Kau coba saja hal-hal yang kukatakan tadi, itu lebih menyenangkan daripada berdiam diri memandangi tembok di bilik kamarmu. Apa yang aku pikirkan saat sendirian? Banyak. Banyak sekali yang menggenang di batok kepalaku. Baiklah-baiklah, jika kau memaksa tak masalah. Malam ini, di tengah gubuk suramku akan aku ceritakan semuanya pada Nona.

     Hal pertama yang terlintas di kepalaku adalah Mamak. Wanita pertama tempatku melabuhkan hati. Mamak-lah yang mengajariku bagamana cinta tanpa harus memiliki dan cinta tanpa hasrat asmara. Plantonis.

   "Mamak kau orangnya lugu, Bujang. Dia penurut, tidak pernah sekalipun Mamak kau membantah Opung ." Percakapan itu antara aku dan Opung saat Mamak meninggal, tepat dua puluh tahun silam. Mamak terkena penyakit paru-paru, entah apa nama penyakitnya, aku sudah lupa.

   "Mamak kau juga tidak kolot. Dia bisa mengikuti perkembangan zaman, tidak seperti Opungmu ini, Bujang." Opung terkekeh, lalu menyeruput teh panasnya.

   "Dia juga adil dalam mengambil keputusan." Opung mengambil jeda panjang. Menatap langit-langit teras saat malam, mengenang Mamak.

   "Beberapa bulan lalu Mamak kau mau diangkat jadi semacam asisten pemilik pabriknya, entah apa namanya, Opung sudah lupa." terkekeh sebentar. "Tapi Mamak kau tak mau, Bujang. Saat Opung tanya kenapa, Mamak kau hanya tersenyum, katanya kalau Mamak kau mau jadi asistennya pemilik pabrik otomatis tahun depan Mamak kau jadi pengelola pabriknya, hal itu akan jadi pertikaian pegawai senior, itu sebabnya Mamak kau tak mau." Opung mengambil jeda panjang lagi. Sebenarnya aku tidak suka cara Opung bercerita, kebanyakan jeda. Membuat aku penasaran. Opung ingin mengenang kebaikan Mamak. Biarkan otak Opung ingat detail menyenangkannya dulu, biarkan mengalir, lalu Opung akan menceritakan kepadamu, kalimat itu yang Opung katakan saat aku bertanya kenapa Opung selalu mengambil jeda panjang saat bercerita.

   "Mamak kau orangnya cantik, Bujang. Sangat cantik malah. Saat dia mengandung kau, wajahnya berseri-seri. Seakan semua kebahagiaanya terpancar ke luar. Opung rasa hanya Mamak kaulah yang paling cantik di desa ini." Opung terkekeh lagi. Meminum teh, lantas memejamkan mata-mengingat Mamak, dan mengambil jeda panjang, lagi.

   "Saat Bapak kau meninggalkan Mamak kau pun dia masih terlihat cantik, hanya kantung matanya saja yang terlihat menghitam." Opung memandang langit-langit dengan tatapan mata kosong, sedang aku mengernyit. Sedetik kemudian Opung seakan tersadar, Opung tercekat, gugup. Bapak meninggalkan Mamak saat mengandungku? Kenapa?

   "Opung, kenapa Bapak tega...."

   "Opung ke kamar dulu, Bujang. Opungmu yang tua ini sudah mengantuk." Opung berjalan menunduk ke kamarnya. Meninggalkan secangkir tehnya yang sisa setengah, aku, dan rasa penasaranku.

      Kembali ke gubuk suramku.

     Sejak saat itu Opung tidak lagi bercerita tentang Mamak, apa lagi Bapak. Seakan semua sudah tutup buku. Dengan terpaksa ku pendam semua keingintahuanku daripada itu akan membuka guratan luka di hati Opung. Itu hal pertama, Nona. Sisa sekitar dua hal lagi yang selalu terlintas di kepalaku. Apa kau bosan, Nona? Mau kubuatkan teh? Baiklah jika kau tidak mau. Akan aku lanjutkan cerita selanjutnya. Hal lainnya adalah wanita manis asal Belitong. Apa? Nona berasal dari Belitong juga? Ini sebuah kebetulan apa takdir? Mungkin Nona akan familiar dengan latar tempatnya, atau bisa jadi Nona tahu siapa gadis manis ini.

     Dia cantik, manis, kulitnya putih, rambutnya hitam panjang tergerai kadang juga dikepang dua. Namanya Mariyam. Aku bertemu dengannya di warung kopi, dia anak pemilik warung. Tapi sialnya Mariyam anak tiri, nasibnya tak seindah parasnya.

Antologi Cerpen - Orang TerkasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang