Everything

62 6 0
                                    

Aletta Gallena, nama pemberian dari orang tuaku 16 tahun lalu. Aku adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara. Kakak laki-lakiku sudah bekerja di Jakarta, sedangkan adikku baru saja masuk SMP.

Tiupan angin sepoi-sepoi malam hari dan secangkir cokelat hangat yang menemaniku malam ini di balkon kamarku. Cklek. Seseorang membuka pintu kamarku. "Kak, belum tidur? Malam ini, aku tidur sama kakak ya? " Risa-adikku bertanya sambil melangkah masuk ke dalam kamarku bahkan sebelum aku menyetujui permintaanya itu. Dia memang sering meminta tidur bersamaku, karena dia masih belum terbiasa tidur sendiri.

Kami tinggal berdua di rumah dengan satu pembantu yang menginap di rumah ini. Mak Sum, kami memanggilnya seperti itu, ia sudah 20 tahun bekerja bersama orang tua kami. Mama? Mama sudah meninggal satu tahun lalu karena penyakit kanker hati stadium 3. Papa? Papa kerja di luar kota, pulang hanya 4 bulan sekali.

Meskipun sudah ada Mak Sum di rumah tapi kami sudah biasa menyiapkan sarapan sendiri, mencuci baju sendiri dan membereskan rumah sendiri. Mama yang mengajarkan kami semua itu, katanya biar kami bisa mandiri. Mama selalu membantu kami dalam segala hal. Risa sangat dekat dengan Mama, Mama pun selalu memanjakan Risa. Saking terlalu dimanja Mama, Risa sedikit sulit saat Mama sudah tidak ada. Apalagi Mama meninggal saat dia masih kelas 6 SD, ketika semua teman-temannya berfoto dengan kedua orangtuanya saat Graduasi, Risa hanya berfoto denganku dan Papa. Aku ingat saat itu, sepulang dari acara Graduasinya, Risa langsung berlari ke kamar dan menumpahkan segala kesedihan melalui air matanya. Aku langsung menyusul Risa dan menenangkannya.

"Risa belum ikhlas dengan kepergian Mama?" tanyaku di sela tangisnya. "Risa iri dengan teman-teman Risa, kak" jawabnya sambil terisak. Iri. Bukan hanya Risa yang merasakannya, akupun sering merasakannya. Saat aku kerja kelompok di rumah temanku dan Mamanya menyuruh kami makan karna dia baru saja memasakkan makanan untuk kami. Saat temanku bermain hingga lupa waktu, lalu Mamanya menelpon mencarinya dan menyuruhnya pulang. Ketika pengambilan rapot dan semua temanku mengambil bersama Mamanya. Bukankah jika Mama masih ada, Mama akan melakukan itu semua padaku dan Risa?

Risa jadi sangat pemurung setelah kepergian Mama, apalagi saat 2 minggu setelahnya Papa dan kakak laki-lakiku malah memutuskan untuk kembali pergi bekerja. Kami hanya di rumah, berdua dan ditemani Mak Sum. Meskipun Mak Sum sangat baik padaku dan Risa, tapi kasih sayang yang diberikan Mak Sum sangat berbeda dengan kasih sayang yang diberikan mama kepadaku dan Risa.

Sinar matahari pagi menerobos masuk ke celah jendela yang baru saja aku buka. Risa mengucek matanya sebentar lalu menarik selimut hingga menutupi wajahnya. "Hei Risa, ayo bangun!" kataku sambil menarik selimutnya sampai tinggal setengah badannya. "5 menit lagi ya kak" katanya sambik menarik lagi selimutnya. Aku hanya menggeleng-nggelengkan kepala melihat tingkahnya dan beranjak keluar kamar tetapi tiba-tiba saja sudah ada yang membukanya. Cklek. "Papa?". Mendengar suaraku, Risa langsung bangun dan memeluk Papa. "ayo sarapan" kata Papa sambil mengajakku dan Risa ke bawah untuk sarapan.

Setelah sarapan dan berbincang tipis, aku ijin ke Papa untuk ke kamar. Ternyata Papa sudah tidak bekerja di luar kota, bukan karena dipecat tetapi Papa mengundurkan diri dari pekerjaanya. Kata Papa, Papa akan mengurus aku dan Risa, akan memberikan semua kasih sayang Papa kepadaku dan Risa. 'Karna anak lebih penting dari pekerjaan Papa' seperti itu yang dikatakan Papa tadi dan itu membuat ujung bibirku dan Risa terangkat ke atas. Mungkin kasih sayang dari seorang ibu adalah segalanya bagi semua orang. Tetapi tidak untukku, sejak mama sudah meninggal, kasih sayang seorang Papa lah yang menjadi segalanya untukku.

Sejak Papa selalu di rumah, Papa benar-benar sebagai seorang Papa yang merangkap menjadi Mama untukku dan Risa. Membuatkan kami sarapan, meskipun sudah ada Mak Sum. Mengantarkan kami ke sekolah, les, atau kemanapun kami akan pergi, mendengarkan cerita dan keluh kesah kami, bahkan papa sering mengajak kami ke makam Mama walau hanya sekedar membawa sebuket bunga dan mendoakan Mama.

"Risa sudah ikhlaskan?" tanyaku saat kami berjalan meninggalkan makam Mama. "Risa sudah ikhlas Mama pergi, Mama ngga perlu ngerasa perutnya sakit lagi, ngga mual dan muntah lagi, Mama sudah sehat sekarang, dan Mama sudah bahagia bersama Tuhan." Aku tersenyum mendengar jawaban Risa. Dalam hati aku berterimakasih kepada Tuhan, sudah memberikan aku, Risa, dan kakak laki-laki ku Papa yang sangat hebat. Papa you're my everything.

* * *

Senin, 25 Juni 2018

sarrapurnomo

Antologi Cerpen - Orang TerkasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang