Mimpinya

31 3 0
                                    

*mimpinya*

Aku ingin mewujudkan mimpinya. Dia pelitaku, dia kunci keberhasilanku. Kasih sayangnya adalah hidupku, ia adalah setiap detik nafasku. Mimpinya seperti awal dari keberhasilanku.

Malam ini, Tuhan memberikan cahaya rembulan candrama pada setiap mahluk dibumi. Suara gemuruh tepuk tangan menggema disebuah ruangan megah nan indah bertakjub kontes menari. Seorang wanita menorehkan senyumnya pada khalayak dengan tatapan akan keyakinan, bahwa suatu saat anaknya akan meneruskan bakatnya. Malam itu berakhir dengan senyuman diwajah polos itu.

”Ibu," panggilku lirih.

“Dan, ibu berhasil,” katanya penuh kepuasan.

Wanita paruh baya yang sering memanggilku Dan, dari nama Danish yang diberikannya padaku itu langsung memelukku dengan pelukan khasnya. Aku sungguh bangga akan keberhasilannya, I
Ibu terlihat sungguh puas apalagi dimenit-menit ia menunjukkan kelihaiannya dalam menari kepada seluruh pasang mata yang menyaksikannya dengan puas.

Kami berdua pulang dengan ditemani buah dari pementasan tadi. Aku bangga pada seorang wanita yang membawakanku sebuah harga diri yang terukir pada sebuah jiwa yang tak bertanlenta ini. Tapi mimpi ibu bukan ini, bukan mendapat penghargaan ataupun ketenaran. Melaikan ingin melihat seorang Danish kecil tak bertalenta mampu menggapai langit hingga cakrawala nan jauh diatas sana

10 tahun kemudian

Langit bergemuruh tak nampak setitik  bintang yang dapat menyinari. Terasa malam yang mencekam, _akankah aku berhasil?_

Diam dengan seluruh anggota tubuh yang kaku, menatap tatapan sinis semua khalayak didepanku, menatap akan sebuah kesalahan yang sebenarnya hanya tipuan semata. _Apa kami salah? semua orang tidak pernah meragukan. Danish? Ia menjiplak karya seseorang? Tidak, tidak. Bahkan kalimat tak bisa disebut ‘not that’s true’ menjadi ‘that’s true all’._ Owhh ku kira ini mimpi rasa malu, penyesalan tak kunjung hentinya hari ini.

“Kami benar-benar tak percaya Dan, bahkan kau yang kami dambakan. Tapi kalimat itu menjadi pupus seketika, karena kecuranganmu.”

Aku hanya bisa terdiam, tak sepatah kata kutorehkan.

”Ta-,” sahut seorang  rekanku, Taisa menghentikan kalimat yang akan ia ucapkan karena ia tahu apapun yang dikatakan akan memperburuk kondisi.

Setelah itu kami hanya pulang dengan kepala tertunduk. Orang sempat melihat kami. Dan yang dulu dibanggakan menjadi orang yang tak akan lagi dibanggakan. Team kami hancur, banyak orang mengejek kami.

Hari demi hari kami lewati. beberapa orang seperjuangan tim pupus harapannya karena cemohoan orang hanya karna fatamorgana yang menyudutkan kami. Setelah hinaan yang selalu dilontarkan pada tim kami, kami mulai bekerja. Mencari perkerjaan yang tak hina dimata mereka.

Aku hanya tertunduk saat melayani pelanggan cafe tak berani menorehkan tatapan
"Ini Tuan, kopi rendah gula untuk anda," aku menaruh secangkir ke meja pelangan.

"Heyy... bisakah kau membuatkanku kopi tanpa hasil mencuri ide orang? Hahaha."

Aku hanya diam tanpa senyuman, memasang wajah datar.

Tak hanya aku, mereka teman seperjuangan tim _battle dance_ kami pun ikut terhina oleh cemoohan orang. Bahkan salah satu temanku Randy ikut tersapu keluar tim.

"Kita hanya lima orang!"

"Iya, bagaimana lagi? Semua putus asa. Tapi kita harus bangkit kawan!" Seruku menyulut semangat empat orang yang tersisa.

Semua menggenggam tanganku erat, "dream batle dance wooohoo"

Ibu akankah aku berhasil? Akankan ini awal untuk kami? Sekarang tugasku mencari seseorang yang pas untuk melatih kami. Mungkin seseorang yang piaway dan pas untuk sebuah seni gerakan dance.

Aku sekarang hanya duduk disebuah kursi halte sembari mendambakan seorang pahlawan datang. Kiri kanan hanyalah asap kendaraan. Tetapi tunggu, seorang pria berpakaian sederhana menarik penontonnya dengan gerakan lihay wow.

"Terima kasih," ucapnya sembari menunjukan senyum pada khalayak seakan jalanan adalah pentas.

"Wow tuan kau hebat!" Seru seseorang.

"Bukan hanya hebat dia berbakat," sahut pria disampingnya.

Sahutan kata perkata kudengar. Aku pun menghampirinya.

"Bolehkah aku tau tentang dirimu?" Tanyaku.

"Emmm... tentu, apa yang ingin kau ketahui?"

"Kau bagai burung yang ada dilangit. Bebas melakukan setiap gerakan dalam alunan nada," sanjungku padanya.

Dia menorehkan senyum kecut, "arti lain dari sanjungan adalah permintaan. Apa yang kau inginkan?"

"Aku mohon latih tim kami. Tim kami sangat membutuhkan bakatmu, aku mohon padamu!" Pintaku padanya.

Sejenak pria itu terlihat berfikir kemudian ia mengangguk, malihat itu aku langsung loncat tak keruan senangnya. Kini mimpi ibu bisa ku wujudkan dengan seorang guru sepertinya.

Kami masuk babak demi babak, meski banyak yang meragukan kemampuan tim kami. Hanya saja beberapa orang tak percaya bahwa itu ide kami karena kejadian waktu itu. Latihan keras kami selama 3 bulan melahirkan sesuatu yang tak sia-sia.

The WDC (Word Dance Champion) _wow. Did true? Ibu inikah WDC  yang sebenarnya?_ Aku hanya bisa bersujud didepan Tuhan, aku tak tau harus apa, aku benar-benar bahagia. Mimpi yang ibu inginkan untuk seorang anak laki-laki yang dulunya tak bermultitalenta, tak disukai banyak anak, hanya bisa menangis disudut sebuah ruangan sunyi.

“Amma im possible. Aku bisa mematahkan kata impossible, kau benar ibu, _the amazing be habits._ Berawal dari biasa dan akan mulai menjadi sesuatu yang luar biasa. _I love you ma this is your dream."_

Hari itu kami menampilkan yang menurut kami terbaik. Bayangkan hanya lima orang, aku, Janny, Jacq, Abhi & Avyash. Ditengah formasi kami, kami sempat runtuh lalu, kami bangkit dan...

BOOM!! Semua orang bersorak dan bertepuk tangan.

"Ibu, aku berhasil. Andai kau disini, aku akan memelukmu dan mengucapkan seniku berhasil!" Seruku dengan wajah bersinar bahagia dan senyuman yang enggan terbang menjauh dari sudut bibirku.

* * *

anabela609

Antologi Cerpen - Orang TerkasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang