Chapter 7

1.7K 149 14
                                    

Kali ini, gue diajak dia ke pinggir pantai. Gue dibeliin Ice Cream, Cotton Candy. Sampe kita makan di Restoran dideket Pantai, dia kasih gue sesuatu. Pas gue buka, semua novelnya Nicholas Sparks, Rainbow Rowell, John Green, dan semua series Divergent dan The Mortal Instrument.

"Ya ampun, banyak banget!" kata gue.

"Kamu suka?" tanyanya.

"Suka! Suka banget. Makasih, Cam!"

"Sama-sama. Dibaca ya. Aku tau kamu mau cover yang lamanya semua kan? Disini lengkap. Tapi novel Nicholas Sparks beberapa gak ada cover yang putih. Maaf ya."

"Cameron, aku dibeliin novel sama kamu sebanyak ini aja aku udah bersyukur. Covernya yang aku mau semua, kamu gak salah milih, sayang," gue meluk Cameron.

"Nanti pas kita ketemu lagi, kamu harus ceritain semuanya ya, aku mau kamu ceritain dari Dear John, Safe Haven, A Walk To Remember, The Rescue, Message in a Bottle, The Best Of Me, The Longest Ride, Three Weeks with My Brother--" Cam nyebutin semuanya. Paling terakhir adalah TFIOS.

"Buset. Aku gak janji, Cam. Tapi aku usahain," Cam tersenyum ngeliat gue. Setelah makan, gue bawa semua novel itu kita pergi lagi dan menghabiskan waktu bersama.

***

It's time to say goodbye, Cam nganterin gue ke airport dan gue gak bisa tahan tangis gue disana, disaat-saat terakhir dia bilang. "Jaga diri baik-baik ya, Chi," gue cuman ngangguk aja. Pas masuk kedalem, gue gak berani natap dia lagi, gue takut itu bikin gue gak mau pulang ke Indonesia. Ya, walaupun emang bener gue gak mau pulang.

Seharian dipesawat, dan gue udah nyampe rumah. Siang hari gitu, pas udah sampe langsung rapat OSIS deh ke Sentul.

"Kamu beneran nih, Chi gak capek?" tanya Nyokap.

"Gak kok. Hehe."

"Ok. Ya udah," kata Nyokap lagi. Sampe di Sekolah gue langsung disambut hangat sama yang lainnya.

"Wih, KetOs dateng," kata John.

"Cepet ayo rapat!" kata gue. Iya gue Ketua OSIS.

"Fanya, gue denger lo mau ngajuin proposal? Buat apa?" tanya gue.

"Ah, itu kak, buat 14 Februari-an tapi nggak tau boleh apa nggak."

"Menurut gue gak boleh deh," kata Valen.

"Kepala sekolah kita aja pelit anggaran, gimana kita ngadain Valentine?" tambah Nicola.

"Ya elah, kampung banget sih!" Kata Rio.

"Gak boleh gitu lo, Yo," omel gue.

"Maaf-maaf," kata Rio.

"Terus MOPDBnya mau kita gimanain?" tanya Rendy.

"Nah, itu!" kata gue. Pas banget gue mau lanjutin telfon gue, Cam nelfon lewat Facetime. Gue gak mau angkat dan ngereject.

"Gimana kalo kita bikin kayak yang angkatan gue gitu? Jadi kita bikin kayak nyari seseorang gitu. Misalnya lu, Vin, lu ada di lapangan atas dan kita kasih clue-nya disetiap kelompok," getar ponsel gue masih agak mengganggu konsentrasi gue. Tapi gue abaikan.

"Terus juga, biar seru kita bikin clue yang paling susah. Ditempat yang ada salah satu anggota OSISnya itu boleh diapain aja, disuruh nyanyi Mars sekolah kek, disuruh sebutin Visi-Misi sekolah, disuruh ngapain aja deh," lanjut gue.

"Gue setuju," kata kakak kelas, Dimas.

"Gue juga!" kata Irene.

"Yang udah selesai duluan dapet apa?"

VineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang