Pagi itu, aku duduk di teras masjid meratapi hujan yang turun. Aku tak sendiri, ada Ratna yang menemani. Namun apalah arti bila kami saling sibuk sendiri—untuk beberapa waktu. Tetes demi tetes air berjatuhan. Kini langit sedih. Ia meluapkan emosinya dengan menangis. Ya, orang bilang, menangislah bila kau tak sanggup lagi.
Lama aku meratapi curahan hujan, lantas kuhidupkanlah ponselku. Kuputar rekaman hadroh sekolahku saat mereka mengisi acara baru-baru ini. Di dalam rekaman tersebut, ada Ratna dan—Kak Adnan. Aku menyukai sholawat yang dibawakan. Sangat menyentuh hati. Kala itu, Ratna duduk di samping kananku. Namun ia tidak mengetahui bahwa aku memutar rekaman—yang terdapat dirinya. Begitu khidmat aku menyimaknya, sampai-sampai ada suara yang memecahkan keheningan itu.
"Lagi liat apa? Serius banget?"
"Eh?" Aku tampak terkejut mendengar suara laki-laki. Spontan kudongakkan kepalaku dan melihat siapa yang memiliki suara itu. Kak Adnan yang sedang setengah duduk—jongkok—tepat dihadapanku sambil memperlihatkan sekilas senyum yang seperti curiga tapi sudah tau. Ia langsung melihat video yang diputar di ponsel dan duduk di sebelah kiri ku.
"Hadroh? Kenapa kamu muter ini?"
"Gapapa kok, seneng aja"
"Dapet darimana rekamannya?"
"Itu.. aku punya sendiri, aku rekam"
"Beneerr??"
"Iya bener" Aku berbicara namun menatap ke lain arah, tak ingin menatapnya.
Lantas setelah aku melontarkan beberapa kalimat, ia terdiam sejenak dan..
Pluk
Ia menyandarkan kepalanya di bahu kiriku.
Sontak aku terkejut dan seketika tak bisa berpikir, apa yang harus aku perbuat.
"Nih ada game.."
"Maaf tolong angkat kepalanya kak"
"Hei, kamu lupa?"
"Kak tolong bukan ma—"
"Kakak kan sudah mengucap ijab kabul kemarin"
Aku terkejut, Ratna lebih dariku. Bagaimana bisa? Ini kan, aku masih SMA, kelas satu pula. Dan ia kelas dua. Aku yang lupa atau apa?
"Eh beneran?" Tanya Ratna yang langsung berubah raut wajahnya menjadi penasaran
"Iya, dia ini permaisuriku" Jawab kak Adnan
"Kok nggak percaya aku kak. Kakak masih kelas dua dan ini, temenku ini loh masih kelas satu sama seperti aku"
"Menghindari zina"
Sampai sekarang aku belum percaya kenyataan. Memoriku tentang hari kemarin baru terputar. Memang benar adanya.
"Allahuakbar Allahuakbar"
"Farrah sayang, bangun nak.. sudah waktu subuh"
Kudengar suara yang menentramkan itu. Jeda beberapa detik, aku terbangun
"Astaghfirullah" ucapku. Ternyata, tentang ia, hanya mimpi. Ada apa ini Ya Allah. Mungkin, aku terlalu terbawa suasana saat membaca novel semalam, sehingga larut dalam mimpi.
Bunda yang mendengarku beristighfar, lalu menanyakan sebab. Namun aku menjawab hanya mimpi. Beliau lalu mengajakku untuk sholat subuh berjama'ah di ruang tengah.
- - -
Hari ini aku sedikit telat untuk berangkat sekolah. Mimpi itulah penyebabnya. Aku masih terbayang-bayang. Bagaimana bisa. Pikiranku ini terlalu jauh untuk anak seusiaku.
Sepulang sekolah..
"Eh Farrah!!"
Suara cempreng itu terdengar. Siapalagi kalau bukan Syira? Sudah lama aku tak berkomunikasi dengannya secara langsung. Hari ini aku dipertemukan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkinkah Ia Jodohku?
SpiritualitéFarrah, gadis belia yang cerdas. Disaat remaja seusianya berpacaran, ia lebih memilih menjaga diri. Ia menjaga hatinya agar tak jatuh hati, pada seorang pun. Namun, pendirian yang dibuatnya itu goyah sejak ia bertemu dengan kakak kelasnya yang notab...