Hari sakral.

9.3K 518 13
                                    

Kamu boleh ganteng atau cantik, kamu boleh kaya raya, kamu boleh terkenal. Kamu boleh nggak suka sama seseorang. Tapi kamu nggak boleh menghina seseorang dengan sembarangan. Karna lisan akan lebih tajam daripada pedang dan lisan akan melukai hati orang itu.

Sah

Satu kaliamat sakral itu keluar. Sekarang semua sudah berubah, sangat amat berubah.

Anatasya Prilly ya wanita yang tidak berpendidikan hm, bukan karna dia bodoh tapi karna faktor keuangan yang membuat gadis cantik itu harus menghentikan sekolahnya.

Sekarang Prilly sudah resmi menjadi istri seorang CEO tampan, Alvino Richardo Ali ya dia siapa yang tidak mengenal lelaki itu? Pria tampan dengan sejuta pesona.

Awal jumpa dengan sosok Ali, Prilly sangat kagum melihat wajahnya yang tampan namun seketika semuanya sirna ketika melihat sikap Ali, arogan dan amatlah sombong.

Pernikahan yang sederhana hanya beberapa keluarga yang diundang disini, bahkan menurut Prilly ini adalah pernikahan paling buruk dimana tidak ada cinta dan bahkan senyumpun tidak terukir diwajah Ali maupun Prilly.

Jika kalian tanya kenapa semua ini terjadi maka perjodohan gila yang dulu dilakukan oleh orang tua keduanya. Mau tak mau mereka harus menerima semuanya, apalagi Prilly kedua orang tuanya sudah meninggal dan tidak mungkin dia menolak permintaan terakhir oleh orang taunya?

"Selamat ya? Semoga pernikahan ini adalah awal dari kisah kalian, mama yakin walaupun ini berawal dari perjodohan tapi percayalah cinta datang karna terbiasa." Ucap Mama Ziya dengan senyum manisnya.

Ziya ya wanita parubaya yang masih cantik walaupun sudah berumur, kerutan diwajah Ziya bahkan tidak terlalu nampak.

"Makasih Ma." Ucap Ali dengan seadanya lalu meninggalkan Mama Ziya dan Prilly begitu saja.

Ziya menggeleng melihat tingkah anak semata wayangnya itu. Ali sangat menolek habis habisan perjodohan ini, apalagi ketika mengetahui Prilly yang tidak berpendidika.

"Kamu yang sabar ya?" Prilly tersenyum, mengatakan bahwa dirinya baik baik saja. Tapi dalam hati dia harus lebih kuat lagi menghadapi hidupnya yang amatlah rumit setelah itu.

"Prilly ngak papa kok Ma, kalau gitu Prilly istirahat dulu ya?" Ziya mengangguk lalu mengelus rambut Prilly sebelum gadis itu berlalu pergi.

***

Prilly membuka knop pintu secara perlahan, pandangan pertama Prilly adalah Ali yang sedang duduk dengan badan yang bersandar dikepala ranjang.

"Hm, boleh aku masuk?" Ucap Prilly ragu ragu.

Ali menoleh lalu mengangguk singkat setelah itu kembali memandang laptop. Entah apa yang sedang diperbuat oleh Ali tapi tampaknya dia sedang sangat serius.

"Maaf, kamar mandi dimana ya?" Mendengar itu Ali kembali menoleh lalu menutup laptopnya dengan kasar. "Bacot lo. Gue lagi pusing bisa nggak sih jangan ribut!" Ucap Ali dengan nada membentak.

Prilly menundukan kepalanya, takut. Sumpah demi apapun Ali adalah orang pertama kali yang membentaknya, walaupun kehidupannya pas pas Prilly sama sekali tidak pernah mendapat bentakan oleh siapapun.

"Ma..af aku cuma nanya." Ucap Prilly dengan nada bergetar, dia takut menatap wajah marah Ali apalagi menatap mata yang penuh amarah dimata Ali.

"Selain bodoh lo juga buta ya! Lo liat pintu itu dan itu kamar mandinya!" Ucapan Ali begitu sangat membekas dihati Prilly, sungguh kata kata yang kasar.

"Ma...af bisa nggak jangan bawa bawa bodoh dan sebagainya." Ucap Prilly berusaha menatap wajah Ali.

Ali tampak terkekeh lalu memandang Prilly dengan dahi berkerut. "Emang kenyataan nya kan? Lo itu cuma gadis desa yang nggak berpendidikan dan seharusnya lo beruntung karna jadi istri dari seorang Alvino Richardo Ali, sedangkan gue? Jadi suami lo apes, rugi." Setelah mengucapkan itu Ali berlalu begitu saja sambil menenteng laptopnya.

Prilly menitihkan air matanya, ucapan yang sangat pedas dan pastinya menyusuk kedalam hati Prilly. Gadis mana yang tahan dengan ucapan seperti itu?

Prilly tau dia tidak berpendidikan. Prilly tau dia hanyalah gadis desa. Prilly tau itu, bahkan sangat tau. Tapi tidak harusnya Ali menghinanya seperti itu, hati wanita mudah tersakiti.

Prilly terduduk di lantai, menatap lantai dengan tatapan kosong. Penderitaan apalagi yang harus ia dapat setelah ini? Prilly pikir setelah menjadi istri dari Ali semuanya akan berubah menjadi baik tapi sekarang?

Prilly berdiri menghapus air matanya secara kasar. "Aku harus bisa ngadapin ini semua." Ucap Prilly menyemangati dirinya sendiri.

Tak mau menunggu lama, Prilly lebih memilih untuk membersihkan badan nya. Panas dan gerah karna menggunakan kebaya.

***

Tepat pukul dua siang, Prilly terbangun dari tidurnya karna merasa perutnya yang keroncongan. Karna memang sadari tadi Prilly tidak ada makan sama sekali.

Sesampainya diruang makan Prilly melihat Ziya yang sedang menyantap makanan dengan santai, terlihat sangat elegan.

"Siang Mah," ucap Prilly memilih duduk disamping Ziya.

Ziya menoleh lalu tersenyum hangat kepada Prilly. "Siang, kamu mau makan? Ayo kita makan sama sama." Prilly hanya mengangguk membiarkan pelayan mengambilkan makanan untuknya.

Saat asik menyantap hidangan, Ali menghampiri meja makan. Mungkin perut Pria itu sudah kelaparan juga maka dari itu dia memilih untuk ke ruang makan.

"Siang Ma." Ucap Ali dan tanpa menyapa Prilly menoleh pun tidak. Dan hal itu membuat Prilly hanya bisa membuang nafas secara pelan, berusaha menenangkan diri.

Ali juga ikut duduk dan memakan makanan yang sudah tersedia, sesekali lelaki itu mengajak Ziya bercerita tapi tidak dengan Prilly.

Prilly hanya diam mendengar apa yang mereka bicarakan, Prilly seperti orang asing disini. Dia seperti asing ditengah tengah mereka semua.

"Mama, dengar dari kamar kalian berantam lagi?" Sontak hal itu membuat Ali dan Prilly diam. Tidak tau akan bicara apa lagi.

"Ali, Mama saranin kamu tidak boleh seperti itu kepada Prilly, kamu harus menghargai perasaan nya, bagaimanapun dia adalah istri kamu." Ali yang mendengar itu seketika mood makannya hilang.

Ali melepas sendok dan garpunya dengan kasar laly berdiri. "Mama, Ali udah ngelakuin apa yang Mama mau, jadi urusan rumah tangga Ali mama nggak boleh ikut campur! Lagi pula Ali nggak ada niatan buat jadiin dia istri, mama aja yang ngebet." Ucap Ali setelah itu berlalu begitu saja.

"Ali dengarin mama! Penyesalan selalu datang diakhir, jangan sampai nanti kamu menyesal!" Teriak Ziya supaya Ali mendengarnya.

Percayalah Ali mendengarnya hanya saja omongan Ziya dianggap omong kosong bagi Ali. Karna bagi Pria itu, seorang Alvino Richardo Ali, tidak akan pernah menyesal.

"Kamu yang sabar ya sayang ngadapin Ali." Prilly lagi lagi hanya menjawab dengan anggukan dan senyum manis.

"Ali itu sebenarnya baik kok, karna dia belum mengenal kamu saja. Lihat saja nanti dua atau tiga bulan sedikit demi sedikit sikap nya akan berubah kok." Ucap Ziya mengelus pundak Prilly.

"Nggak papa kok, Prilly juga udah sering diperlakukan seperti ini. Prilly cuma gadis miskin, gadis desa yang tidak berpendidikan. Jadi orang orang sering menganggap rendah Prilly." Suara yang Prilly keluarkan begetar, menahan air mata yang siap meluncur dari matanya.

"Mulai sekarang mama yakin tidak akan ada siapapun yang memandang rendah kamu. Mama yang akan langsung menghakimi orang itu kalau sampai terjadi." Prilly tersenyum mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Ziya.

Prilly sangat beruntung memiliki mertua seperti Ziya. Menurut Prilly, Ziya adalah wanita hebat yang bisa membesarkan anak seperti Ali sendirian dengan kerja kerasnya.

Ya, biar diceritakan sedikit tentang Ali.

Semenjak usia Ali meninjak 17 tahun sang Ayah meninggalkan Ali karna penyakit jantung yang ia derita. Alhasil Ali dibesarkan dan dididik oleh Ziya. Maka dari itu Ali sangat mencintai mamanya, dia paling tidak bisa melihat mamanya itu menangis.

Kembali ke Prilly, gadis itu berharap suatu saat dia akan menjadi seorang ibu seperti Ziya, lembut dan penyabar. Namun apakah itu bisa terjadi dalam hidup Prilly? Entahlah jika Ali saja selalu menolak Prilly.

****

Cerita baru guis, plis tinggalin jejak setelah baca.

LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang