Masa lalu

6.7K 529 79
                                    

Ali saat ini sedang menyaksikan langit malam di kota Los Angeles. Tatapan lelaki itu seperti menganjal, ada sesuatu yang tampak sangat nyata dimata Ali. Dimana ada sebuah luka yang terdapat didalam sana.

"Ngapain malam malam dibalkon? Nggak dingin apa? Di jakarta aja kalau malam malam dingin apa lagi di Los Angeles." Mendengar itu sontak membuat Ali menoleh.

Senyum Ali terangkat ketika melihat Prilly lah yang datang dengan membawa dua cangkir coklat panas.

"Kamu ngapain?" Tanya Prilly memberikan salah satu cangkir kepada Ali.

Ali menghirup coklat panas yang diberikan oleh Ali. "Lagi mandangin langit aja."

"Ngapain mandangin langit? Nggak ada indahnya. Liat tu? Gelap nggak ada bintangnya." Prilly ikut mencongak melihat langit yang tidak ada indah indahnya sama sekali.

"Kata orang, ngeliat langit itu bisa membuat kita melupakan sejenak apa yang ada dipikiran kita." Ucap Ali dengan pandangan yang tertuju pada langit.

"Kamu ada pikiran apa? Cerita sama aku." Ali menoleh sekilas kepada Prilly lalu membuang wajahnya kembali kearah langit malam.

"Cuma urusan pekerjaan. Lusa aku udah pulang ke Indonesia, kamu mau ikut aku atau tetap disini?" Prilly tampak terdiam ketika mendengar ucapan Ali.

Ya ini adalah pilihan berat bagi Prilly, ketika dia harus menjalankan tugas sebagai Istri tapi juga harus menjalankan tugas sebagai mahasiswi.

"Aku nggak tau."

Ali tersenyum dan menarik Prilly kedalam pelukan nya.

"Kalau kamu mau tetap disini juga nggak papa kok. Aku izinin. Tapi kita harus LDR-an." Prilly mengerucutkan bibirnya.

LDR? Padahal dia baru saja merasakan hangatnya sebuah hubungan tapi kenapa jarak harus memisahkan?

"Nggak mau LDR sama kamu." Ucap Prilly dengan nada rengekan membuat Ali terkekeh.

"Terus mau gimana lagi? Kamu mau berhenti kuliah gitu? No big, mama bakalan marah." Ya, mungkin Ziya akan marah jika tau Prilly kembali ke Indonesia tapi Ziya akan tersenyum ketika tau Ali sudah dapat mencintai Prilly.

"Nanti aku yang ngomong sama mama, aku kuliahnya di Jakarta aja."

"Yaudah kalau gitu."

Setelah percakapan itu, terjadi keheningan ditengah tengah mereka. Prilly yang betah dalam pelukan Ali juga masih diam sambil memainkan ujung pakaian Ali.

"Aku nggak pernah dengar cerita Papa kamu. Papa kamu kemana?" Ali sontak terkejut atas pertanyaan Prilly.

"Papa udah meninggal." Singkat, bahkan nada yang keluar dari mulut Ali sangat dingin.

"Terus makam nya dimana? Aku mau dong nanti kemakam Papa." Ali membuang nafasnya kasar lalu melepas pelukan nya.

"Papa itu jahat." Kali ini Prilly mengerutkan dahinya bingung ketika mendengar ucapan Ali.

Jahat? Maksudnya?

"Jahat kenapa?"

"Dulu, mama sering disakiti oleh papa secara fisik maupun batin. Mama selalu nangis tiap malam kalau mengingat kenangan buruk itu. Papa sangat jahat, dia bahkan tega menampar mama tepat dihadapan aku. Papa mencaci, memukul mama tepat dihadapan aku. Saat itu aku hanya bisa diam, nyaksiin itu semua. Karna usia aku yang masih terbilang sangat kecil." Setetes air mata jatuh kepipi Ali.

Prilly yang melihat Ali menangis, terkejut. Prilly pikir Ali adalah lelaki yang tidak akan pernah menangis, namun semua pikiran itu lenyap seketika.

LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang