Emosi.

4.8K 455 33
                                    

Baca juga note dibawah oke?

Happy Reading

Diruang makan hanya ada keheningan. Setelah kejadiaan itu, tidak ada satupun yang berbicara kepada Ali. Bahkan lelaki itu juga memilih diam.

"Maaf." Ucapan yang dikeluarkan Prilly membuat Ziya dan Ali menoleh berasaan.

Prilly menundukkan kepalanya, dia hanya tidak ingin semuanya hancur karna dirinya. "Maaf, gara gara Prilly hubungan Mama sama Ali jadi kaya gini."

"Itu lo sadar." Ucapan Ali dengan suara yang meninggi.

Mendengar itu membuat Ziya yang tadi diam menghemas kedua sendok dan garpunya dengan kasar lalu menoleh kearah Ali.

"Sejak kapan anak mama jadi kasar sama wanita? Ini bukan Alinya mama." Ucap Ziya mengalihkan pandangannya, tak ingin menatap Ali.

"Kenapa selalu salah Ali sih? Mama yang enggak pernah ngertiin aku. Mama yang maksa aku juga." Ucap Ali dengan wajah menahan amarah.

"Cukup, ini salah Prilly! Bukan salah siapapun. Maaf kalau aku banyak salah." Ucapan Prilly awalnya keras namun setelah itu mengecil.

"Aku selalu sadar kalau aku ini sebenarnya nggak pantas buat kamu, Aku hanya gadis desa yang bahkan nggak berpendidikan, pantas aja kamu lebih memilih Vindy. Dia cantik, kaya dan yang pasti berpendidikan sangat jauh berbeda dengan aku." Ucap Prilly meluapkan apa yang selama ini ada didalam dirinya.

"KALAU LO NYADAR DIRI! KENAPA LO NGGAK SEKALIAN PERGI DARI SINI?! TINGGALIN RUMAH BIAR GUE BISA BAHAGIA!" ucap Ali dengan suara keras.

Semua pelayan yang melihat kejadian itu hanya menunduk takut, tidak ada yang berani menjadi penengah disini.

"Kalau itu mau kamu, aku siap untuk pergi." Prilly ingin pergi namun pergelangan tangannya dicekal Ziya membuat langkah kaki Prilly terhenti.

"Mama kenapa nahan dia? Biarin dia pergi, biar hidup Ali damai dan tentram tanpa adanya gadis nggak berpendidikan ini." Ucap Ali menunjuk Prilly tepat didepan wajah Prilly. Membuat gadis itu hanya bisa menundukan kepalanya dan memejamkan matanya.

"Kalau dia pergi mama juga akan pergi." Mendengar ucapan Ziya membuat Ali melebarkan matanya.

"Serah. Yang pasti Ali nggak akan pernah ngakuin dia." Ucap Ali mengacak rambutnya.

Ziya menatap anaknya. Sungguh Ziya tidak menyangka bahwa anaknya yang dulu tidak akan pernah menyakiti hati wanita namun sekarang? Dia bahkan membuat hati Prilly seakan retak.

"Kamu janji sama mama, kalau kamu akan menghormati wanita dan tidak akan menyakiti hati wanita. Tapi apa? Ucapan hanya sekedar ucapan tidak akan jadi kenyataan." Ucapan Ziya tidak membentak hanya saja setiap kata kata yang dilontarkan Ziya terdengar tegas.

"Jangan biarkan kenangan lama itu memutar lagi. Tapi kali ini bukan dikehidupan mama ataupun papa tapi dikehidupan kamu." Ucap Ziya menatap Ali dengan tangisnya.

"Ingat, penyesalan selalu datang diakhir." Ucap Ziya setelah itu berlalu dari hadapan Prilly maupun Ali.

"Mau kemana?" Tanya Prilly ketika melihat Ali yang ingin beranjak pergi.

Ali mengendus kesal. "Bukan sama sekali urusan lo." Setelah itu Ali ikut pergi meninggalkan Prilly.

"Tuhan, apa Prilly akan bisa ngerasin kebahagiaan? Penderitaan ini begitu nyata untuk Prilly. Prilly nggak sanggup menjalankan ini semua." Tangin Prilly pecah setelah mengucapkan itu semua.

"Nona, percayalah Tuan Ali akan mencintai nona." Ucap salah satu pelayan sambil mengelus pundak Prilly.

Mereka tidak tega melihat Prilly yang selalu mendapatkan cacian dari Ali. Bahkan hari ini dimana Ali dan Prilly bertengkar secara terang terangan dihadapan Ziya dan para pelayan.

LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang