ASV - 00

6.6K 649 127
                                    

"Mama! Kok pelutnya becal?" Jimin kecil berlari dengan riang menghampiri ibunya yang sedang duduk bersantai di sofa ruang tengah.

"Karena mama sedang mengandung, Sayang." Seohyun tersenyum lembut dan mengelus rambut si mungil saat sudah berada di dekatnya.

Dengan kepala yang dimiringkan, juga jari yang tertempel di bibir, Jimin kembali bertanya dengan aksen anak kecilnya, "Mengandung?"

Seohyun terkekeh gemas saat melihat raut bingung di wajah anak berumur empat tahun tersebut, lengan ia alihkan untuk menangkup pipi tembam sang anak.

"Mengandung itu berarti ada nyawa yang tumbuh dan berkembang di perut mama, nanti jika lahir akan menjadi adik Jiminie," ujarnya dengan begitu lembut.

Binar mata Jimin semakin cerah saat mendengar kata "adik", ia tidak menjawab lagi melainkan memandang perut buncit sang ibu dengan takjub. Mendengar bahwa ia akan mendapat adik, Jimin teringat Seokjin, sepupu yang berumur tiga tahun lebih tua darinya.

Seokjin selalu ribut saat membicarakan tentang Taehyung, adik yang sejak lahir tinggal di Seoul, bukan di Busan seperti mereka, hanya bertemu beberapa kali dalam seminggu. Jimin tidak mengerti sepenuhnya, apalagi karena tidak bisa bertemu dengan Taehyung yang berumur lebih muda beberapa bulan itu, namun ia menebak pasti menyenangkan rasanya jika memiliki adik.

"Jiminie kenapa melamun, eoh?" Seohyun kembali menegur sang anak yang sedari tadi diam sambil mengelusi perutnya.

"Chim akan punya adik, cepelti Jin-hyung?" Jimin mendongak dan bertanya dengan tatapan penuh harap, kembali membuat Seohyun terkekeh gemas.

"Benar, Sayang, Jiminie akan punya adik seperti Jin-hyung," jawabnya penuh kesabaran.

"Chim akan dipanggil hyung juga?" lagi, si mungil bertanya.

"Belum tentu hyung, Sayang. Jimin bisa juga dipanggil oppa kalau adiknya perempuan." Seohyun mengingatkan.

Jimin tampak berpikir untuk beberapa saat, dengan wajah mengerut imut. Beberapa detik kemudian ia kembali mendongak,

"Tapi Chim maunya dipanggil hyung, cepelti Jin-hyung." Ia berucap lirih.

"Kita tidak ada yang tahu nanti adik Jimin perempuan atau lelaki, Sayang. Tapi, Jimin mau tidak berjanji pada mama?" Pertanyaan tersebut dibalas pandangan bingung oleh Jimin.

"Mau nanti adik laki-laki ataupun perempuan, Jimin harus menyayanginya, ya? Seperti mama dan papa menyayangi Jimin, seperti Jin-hyung menyayangi Taehyungie. Mau 'kan berjanji?" Seohyun mengelus puncak rambut sang anak.

Jimin terdiam beberapa saat, mungkin mencoba untuk memahami ucapan sang ibu,

"Un.. Chim beljanji!"

_o0o_

'Oeekk.. Oekk..'

Suara tangis bayi terdengar dari ruang operasi di salah satu rumah sakit Busan. Jimin yang duduk di pangkuan sang ayah terlonjak kaget sebelum berseru penuh antusias, "Papa, adik Chim, Pa!"

Donghae terkekeh melihat kelakuan menggemaskan sang anak yang kini sudah resmi menjadi seorang kakak.

"Iya, adik Jimin. Tapi tenang dulu ya, Sayang? Jangan berisik, nanti dimarahi suster. Kita tunggu saja sampai diperbolehkan masuk." Ia bangkit, menggendong sang anak, kemudian berjalan dengan hati-hati menuju pintu ruang operasi.

Tak lama menunggu, dokter yang menangani operasi Seohyun keluar dan menatap mereka dengan senyum ramah, "Selamat, Tuan, operasi berjalan lancar, istri Anda dan bayi kalian selamat."

A Silent Voice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang