Tidak banyak yang dapat Jimin lakukan sejak kepindahan mereka ke ibu kota selain menghabiskan waktu sendiri di apartemen milik sang sepupu. Meski sudah terbiasa dengan rasa sepi, kali ini semua terasa berbeda karena ia berada di tempat yang masih begitu asing baginya.
Terlebih Jungkook masih mendiami dirinya bahkan ketika sudah hampir satu minggu mereka menempati apartemen Taehyung. Jimin begitu khawatir melihat keadaan sang adik yang hanya menghabiskan waktu mengurung diri di dalam kamar selepas pulang sekolah.
Biasanya Jungkook selalu menyempatkan diri menemani sang kakak ketika mereka hanya berdua di rumah dulu, baik itu saat menonton TV, mendengarkan musik atau tidur bersama kala cuaca di luar sedang tidak baik. Namun, kini Jimin merasa bahwa adik kecilnya itu mulai menjauh dari jangkauan.
Ia berharap sikap Jungkook saat ini hanya sementara, seperti yang Taehyung pernah katakan bahwa adik mereka itu masih sangat terluka dan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, mungkin suatu saat Jungkook akan melunak kembali, mungkin mereka akan kembali seperti dulu.
Karena rasanya Jimin tidak akan sanggup jika Jungkook benar-benar membencinya.
Suara ketukan di pintu membuyarkan segala pikiran yang bersarang dalam benak, Jimin beranjak untuk membukakan pintu, tersenyum melihat sosok Taehyung berdiri menunjukkan senyuman khasnya, "Sudah siap, Jiminie?"
Yang ditanya mengangguk, walau rasa gugup mendadak mulai menyerang. Kemarin, Taehyung memang mengajak Jimin pergi ke rumah salah satu senior kampusnya, Hoseok, untuk mengambil mobil yang sudah keluar dari bengkel beberapa hari lalu. Lantas berencana mengunjungi sekolah Jungkook sepulang dari sana.
Melihat perubahan eskpresi di wajah sang sepupu, Taehyung menarik salah satu lengan Jimin dan mengelusnya lembut, "Jangan khawatir, oke? Hoseok-hyung orang baik kok. Dia tidak akan menilaimu macam-macam."
Pada akhirnya Jimin meyakinkan hatinya dan mengayunkan lengan Taehyung sebagai tanda bahwa ia sudah benar-benar siap, yang tentu saja dibalas kekehan gemas pemuda tersebut. Lagi pula, ia juga ingin tahu sekolah Jungkook walau hanya dapat melihat dari jauh.
Keduanya lantas beranjak keluar dari apartemen menuju halte bus terdekat, meski masih merasa sedikit gugup, tak dapat dipungkiri bahwa Jimin juga benar-benar excited, tak henti memperhatikan sekitar seraya tidak lelah mengayunkan lengan Taehyung yang berjalan di sampingnya.
Sedang pemuda Kim itu sendiri merasa lega mendapati Jimin yang kini terlihat cukup bersemangat, setelah berhari-hari ini hanya murung karena perlakuan dingin Jungkook. Mereka berhenti di halte tujuan tepat ketika bus sudah tiba, Taehyung membiarkan sang sepupu masuk terlebih dahulu sebelum kemudian mengikuti dari belakang.
Sedikit kesulitan mencari tempat untuk duduk karena bus dipadati oleh penumpang, hingga akhirnya Taehyung menemukan satu bangku kosong, dengan cepat ia menarik lengan Jimin dan menuntunnya agar duduk di tempat itu.
Sementara Jimin sendiri menolak dan bersikeras agar Taehyung saja yang duduk, namun tentu sang sepupu tak mau kalah, "Sudah, duduk. Kalau berdiri nanti kau kena senggol sana-sini, kasian tubuh kecilmu itu."
Menyebalkan! Karena bus mulai melaju lebih kencang, Jimin tak punya pilihan lain selain menurut, ia pun terpaksa duduk sambil mengerucutkan bibir dengan kedua tangan dilipat di dada, menimbulkan kekehan gemas Taehyung di sampingnya.
.
Sekitar 15 menit keduanya berada di dalam bus sampai akhirnya tiba di tempat tujuan. Jimin sedikit tertegun melihat betapa ramai jalanan yang akan dilalui, banyak sekali orang berlalu-lalang di sekitar mereka. Taehyung kembali menggenggam lengannya agar tidak terpisah, "Jiminie, kita harus melewati pusat perbelanjaan untuk ke rumah Hoseok-hyung. Kau tidak apa, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Silent Voice
Fiksi PenggemarThank you for the beautiful cover♡ @catastrophile101 Park Jimin itu bisu, dan Jungkook muak karenanya. a Park Jimin and Jeon Jungkook brothership story. start : 05/07/2018 finish : ◇Reika