ASV-08

3.1K 341 79
                                    

Hening menyelimuti kala Jimin terdiam menatap pigura kedua orang tuanya yang terpajang di dinding ruang tengah. Ia mengira setelah kepergian Seohyun semua akan tetap baik-baik saja, ia hanya perlu fokus pada masa depan juga kebahagiaan sang adik. Namun nyatanya, badai kembali menerpa.

Tidak pernah sekali pun Jimin membayangkan akan dikhianati oleh saudara sendiri, orang yang begitu dipercayai oleh sang mama. Walau mungkin Soojung sedang benar-benar membutuhkan uang, tapi mengapa harus seperti ini?

Ia tidak punya pilihan selain untuk pergi, kembali meninggalkan tempat penuh kenangan tersebut, rumah yang susah payah dibangun oleh kedua orang tuanya, yang di setiap sudut masih terasa kehangatan serta kasih sayang keluarga kecil mereka.

Dan kali ini, Jimin tidak tahu kapan mereka bisa kembali pulang.

Sebuah tepukan di pundak membuatnya menoleh ke arah samping, melihat Taeyeon sedang tersenyum sendu seraya menyodorkan segelas cokelat hangat.

"Minum dulu Jimin-ah, tenangkan dirimu," ucapnya lembut.

Bagaimana aku bisa tenang, batin Jimin namun tetap menerima gelas tersebut lantas berjalan menuju sofa sebelum kemudian meneguk cokelat hangatnya. Dapat ia rasakan Taeyeon ikut duduk dan kembali mengelus rambutnya dengan lembut.

"Maaf, Jimin. Andai saja aku tahu niat wanita itu, mungkin semua ini dapat kucegah." Ucapan tersebut membuat Jimin menggelengkan kepala tidak setuju.

Ini semua akibat kelalaiannya sendiri, andai ia tidak terlalu mempercayai Soojung, mungkin hal tersebut tak akan pernah terjadi. Beruntung karena butik mereka masih aman, sehingga Jimin tidak sepenuhnya kehilangan semua yang ia punya.

Suara pintu terbuka membuat keduanya tersentak kaget. Jimin menaruh gelas dalam genggaman ke atas meja, berharap Paman Kim yang sedari tadi mencoba melacak keberadaan Soojung kembali membawa kabar baik. Namun saat menoleh ternyata bukan sosok itu yang kini tersenyum pada mereka.

"Jiminie," sapa pemuda tersebut seraya melebarkan kedua tangannya.

Sontak Jimin bangkit dan berlari untuk menghamburkan diri pada pelukan hangat yang ditawarkan padanya, "Taetae!"

Kim Taehyung terkekeh mendapati tingkah menggemaskan yang tak pernah hilang dari sahabat sekaligus sepupunya tersebut, "Aku rindu sekali padamu, Jim. Kenapa kau terlihat semakin kurus, hm? Kau makan dengan baik, 'kan? Apa Jungkook sering menyusahkanmu?"

Pertanyaan-pertanyaan itu diabaikan, Jimin memejamkan mata seraya menyandarkan kepalanya pada pundak Taehyung, tentu saja ia pun begitu merindukan sang sahabat, namun untuk saat ini ia hanya membutuhkan ketenangan.

"Kenapa lama sekali datangnya, Tae?" Taeyeon menghampiri keduanya dengan kedua tangan terlipat di dada.

"Uh, itu Bu. Tae ke sini naik kereta," jawabnya sedikit canggung.

"Kereta? Mobilmu ke mana lagi, hm?"

Taehyung menggaruk tengkuknya, masih memeluk Jimin dengan satu lengan, "Kemarin Hoseok-hyung pinjam mobil Tae, tapi katanya tak sengaja menabrak pohon jadi mobilnya masuk bengkel."

"Astaga, Kim Taehyung. Mobil itu 'kan baru seminggu lalu keluar dari bengkel!" Taeyeon mendekat dan menarik salah satu telinga Taehyung membuat bungsunya mengaduh sakit, sedang Jimin mau tidak mau melepas pelukan mereka.

Melihat interaksi kedua orang tersebut membuat hatinya sedikit terhibur. Jimin terkekeh pelan melihat Taehyung tak berdaya dimarahi oleh sang ibu. Sahabatnya itu tak pernah berubah sejak dulu, selalu ada saja tingkahnya yang membuat mereka geleng-geleng kepala.

A Silent Voice Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang